Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Arm sling, 8

Saat aku mulai terpesona dengan sikap kamu. Kamu dengan sengaja melukai perasaanku.

~Ven

"Ven, lo kenapa? Sikap lo aneh banget. Ya setiap hari emang lo aneh sih?" tanya Leon penasaran menghampiri Ven yang sedang duduk.

"Kenapa lo berdua malah ngumpul di meja gue?" tanya Kikanaya sudah memasuki kelas.

Selama Ven tidak masuk sekolah karena sakit. Tempat duduk Ven untuk sementara Kikanaya yang menempati, karena belum ada bangku yang kosong.

"Lo?" Kikanaya kaget mengetahui siswa yang duduk di bangkunya adalah orang yang sama saat berdebat di rumah sakit dan cowok yang sama pula ketika duduk di mobilnya dengan paksa.

Begitupun dengan Ven yang langsung menutup mulut dengan tangan kiri. Trauma akan ciuman itu.

"Lo ngapain tutup mulut Ven!?" tanya Leon dan Riki bersamaan ketika melihat tingkah laku Ven.

Kikanaya langsung meletakkan tas di atas meja dan mengusir Ven untuk pergi dari tempat duduknya.

"Minggir!" ujar Ana sambil memberi aba-aba dan Ven yang langsung geleng-geleng kepala.

"Jadi lo gak mau minggir gitu?" Ana mulai kesal.

"Cari tempat duduk lain aja! Lagian ini bangku milik Ven selama dia gak sekolah. Teman gue lagi sakit tuh liat kan, " ujar Riki menenangkan cewek tersebut dan menjelaskan kondisi Ven.

"Alah lebay, bilang aja kalau lo pura-pura sakit?!" Ana dengan sengaja memukul tangan Ven yang cedera.

"Ahhhh, ayah?!" Ven yang menutup mulutnya seketika berteriak.

"Apa kamu tidak punya perasaan. Oh ya aku lupa cewek kaya kamu itu murahan tahu. Udah cium bibir orang sembarangan, tebar pesona lagi disekolah!" kata Ven dengan berani.

"Lo bilang gue murahan barusan, yang murahan itu lo. Dan ya satu lagi, lo yang mesum bukan gue. Udah salah gak mau minta maaf lagi. Cowok bukan!" semua penghuni kelas yang mendengarnya mulai terkejut dengan apa yang dikatakan cewek itu kepada Ven. Mesum? Hah apa? Ven? Itulah yang ada dipikiran mereka saat ini.

"Selama ini gue berteman sama Ven, sikap dia kayak cewek sih padahal dia cowok dan,,,?" ujar Leon tanpa berfikir dahulu, Ven menatap Leon tidak suka.

"Tadi kamu bilang apa Leon. Jadi kamu lebih belain dia daripada aku gitu. Okay fine!" ujar Ven ngambek dan langsung pergi meninggalkan kelas.

"Ternyata Ven bisa ngambek juga?" ucap siswa lain.

"Apa tadi gue kelewatan ya Ki?" tanya Leon kepada Riki, mulai bersalah.

"Lo gak salah, emang dianya aja yang baperan! Dasar cemen, main tinggal tas di meja gue lagi " ujar Ana melempar tas milik Ven ke meja Riki dan langsung duduk.

∆∆∆

Keizya menghampiri Ven yang duduk santai di bawah pohon kresen sambil termenung memikirkan sesuatu.

"Gimana tangan lo, udah sembuh?" tanya Keizya mengagetkan Ven.

"Masih dikit, " ucap Ven asal karena tidak tahu harus jawab apa.

Dan beberapa detik kemudian Ven bertanya sesuatu dengan Keizya. Dia mulai terpengaruh omongan Ana saat di kelas.

"Keii, aku mau nanya. Kalau menurut kamu aku ini apa?" tanya Ven menatap Keizya.

"Manusia lah apa lagi, "

"Jangan bercanda, aku serius lho!"

"Ya emang lo manusia kan. Kalau bukan manusia apa lagi?"

"Oke, oke jadi gini aku cowok kan?" tanya Ven agak ragu.

"Iya lo cowok? " Keizya mulai aneh dengan pertanyaan Ven.

"Kalau kepribadian aku gimana. Maksudnya apa yang kamu tahu tentang kepribadianku?" tanya Ven sekali lagi.

Keizya masih memperhatikan Ven. Mulai berfikir jawaban apa yang akan di berikan.

"Emmm, lo itu suka bilang aku kamu terus gak suka berantem dan pintar. Bahkan lo bisa ngalahin kepintaran kakak gue. Dan lo beda dari cowok yang gue kenal!" ujar Keizya dengan jujur dan Ven mencerna semua perkataan yang keluar dari mulut Keizya.

"Kalau boleh gue mau ngasih lo saran?" Keizya ingin memberikan saran kepada Ven setelah beberapa detik tidak ada suara dari mereka.

"Apa?"

"Lo harus berani. Maksudnya kalau ada yang ngehina lo. Lo gak boleh diam. Dan jangan sampai kejadian lo pingsan di gudang itu terulang lagi?" ujar Keizya berhati-hati kepada Ven.

Sedangkan Ven hanya diam mencerna perkataannya.

"Satu kelas bingung saat lo pingsan di gudang. Emangnya siapa yang sudah bikin lo pingsan, pasti ada yang mukulin lo kan. Siapa orangnya?" tanya Keizya ingin menjawab kebingungan dari siswa lain.

"Ada yang mukulin aku, tapi aku gak tahu siapa orangnya," ujar Ven tidak ingin memberitahu kejadian sebenarnya. Ven mempunyai alasan tersendiri.

Di saat mereka asyik berbincang-bincang. Hanif tidak sengaja melihat kedekatan Keizya dan Ven dengan tatapan ketidaksukaan. Tanpa berfikir panjang Hanif berjalan ke arah mereka.

"Kei masuk kelas!" ujar Hanif kepada Keizya.

"Bentar, gue lagi ngobrol!" tolak Keizya.

"Masuk kelas udah mau bel. Gue mau ngomong empat mata dengan dia?" ujar Hanif.

"Ngomong apa?" Keizya yang bertanya hanya mendapat tatapan dari Hanif yang tidak berniat menjawab pertanyaannya.

Akhirnya Keizya pergi setelah pamit ke Ven dengan rasa kesal. Sedangkan Ven menatap Hanif tidak perduli.

"Aku diam bukan berarti aku lemah. Aku tidak akan kasih tahu kejadian yang sudah kamu lakukan di gudang. Tapi kalau kamu cari masalah lagi sama aku. Aku tidak akan tinggal diam!" ucap Ven serius di setiap kata.

"Maaf Kak Hanif aku harus pergi!" Ven masih bicara sopan dan pergi ke kelas.

Hanif hanya menatap kepergian Ven dengan kedua tangan mengepal, siap meninju seseorang yang mencoba mengusik ketenangannya. Bahkan belum sempat mengatakan sesuatu Ven sudah menghindar dan berani bersikap kasar.

"Lee VenHyung! Seenggaknya gue yang ikut Olimpiade di saat lo masuk rumah sakit. Gak sia-sia gue mukulin lo. Liat aja Ven, permainan yang sesungguhnya belum di mulai, tunggu aja tanggal mainnya. Hari ini mungkin tangan lo yang gue patahin tapi besok,,,!"

∆∆∆

Ven memasuki kelas bersama guru ketika tidak sengaja berpapasan di koridor. Siswa-siswi XI IPA 1 terkejut ketika Ven datang bersama guru ke dalam kelas dan mereka langsung bergegas duduk di bangku masing-masing.

"Dasar tukang ngadu!" ucap Ana pelan tapi masih bisa di dengar oleh Riki, teman sebangkunya.

"Pak saya duduk dimana?" Ven bertanya tentang di mana dia harus duduk hari ini.

Guru melihat sekeliling kelas dan tidak menemukan bangku yang kosong.

"Gini aja kamu duduk di bangku guru hari ini sampai istirahat pertama selesai. Nanti setelah istirahat saya akan menyiapkan bangku dan meja yang baru untuk kamu!" ujar guru membuat Ven bingung. Semua murid ikut merasa kebingungan.

"Jadi gw tetap duduk disini pak?" tanya Ana memastikan.

"Iya, selamanya sampai lulus kamu duduk disitu. Di samping Riki, " Riki yang mendengar itu syok karena briliannya hilang dalam waktu sekejap.

Riki tidak bisa menyontek kembali. Beda dengan Ana yang bersikap biasa saja.

"Kenapa Ven, sedang mikirin apa?!" tanya guru melihat raut wajah Ven.

"Maksudnya saya duduk di bangku guru itu apa ya pak. Terus nanti bapak duduk dimana, kan saya bukan guru pak, " ujar Ven bertanya.

"Iya kamu emang bukan guru, tapi hari ini selama 3 jam kamu akan menggantikan saya jadi guru. Saya ada rapat daripada saya kasih tugas lebih baik kalau kamu yang ngajar!" ujar guru membuat siswa-siswi terkejut, tidak menyangka jika Ven akan menjadi guru hari ini.

Ven bingung harus menjawab apa. Speechless.

"Bapak gak salah jadiin dia guru. Kalau nanti bikin kita tambah bodoh bukannya pintar, gimana?!" tanya Ana belum mengetahui kepintaran dari seorang Ven.

Ven yang mendengar itu ada sedikit rasa kesal di hatinya.

"Kamu salah Ana, nanti kamu lihat sendiri cara dia mengajar. Dan kalau kamu tidak puas atau merasa curiga dengan jawaban dari Ven bisa kasih tahu saya!" ujar guru tersebut lalu menujukkan materi yang akan di bahas hari ini.

Setelah kepergian guru. Ven menatap kelas dengan canggung dan berbeda.

Kikanaya

Biasa di panggil Ana. Sadis dan tidak berperasaan bila bertemu dengan Ven.

Ven mulai mengajar dan menulis materi di papan tulis selama 3 jam. Ada yang memperhatikan dan ada juga yang asyik sendiri selama pembelajaran itu berlangsung.

"Kalian itu memperhatikan aku gak sih?" tanya Ven ketika menulis.

"Engga, lagian lo bukan guru!" ujar salah satu siswa.

"Emang, tapi kan seenggaknya kalian hargai aku gitu kek!" Ven mulai kesal karena tidak ada yang memperhatikan dirinya ketika menerangkan materi.

"Aelah gitu doang di ambil hati?" ujar Ana kepada Ven.

"Yaudah kalau gitu kamu maju ke depan kerjain soal di papan tulis. Sekarang!" ujar Ven kepada Ana dengan tatapan kesal.

"Ogah!" tolak Ana tidak mau.

"Ohh okay fine. Kalau gitu aku tinggal laporin kamu ke guru trus bilang kalau kamu bikin ulah di kelas. Siap-siap aja dihukum!"

"Lo ngancem gue barusan?"

"Engga?"

"Laporin sana gue gak takut. Lagian gurunya juga gak percaya sama lo!"

Ven dengan senyum tipis di bibirnya."Yakin, aku terkenal baik lho disekolah gak pernah cari masalah," ujar Ven mantap.

"Udah lah Ana turuti aja. Kalau gurunya bisa jadiin Ven guru dia juga bisa hukum lo!" Riki pun mulai berucap.

∆∆∆

Kikanaya mulai mengerjakan soal di papan tulis atas perintah dari Ven, dengan terpaksa. Dia benar-benar tidak tahu apa yang harus di jawab. Kikanaya bingung. Ven yang mengamati dirinya pun mulai bosan. Sebab udah 15 menit tapi belum ada satu coretan jawaban sedikit pun di papan tulis.

"Cepat, lama amat!" ujar Ven santai yang langsung mendapat ocehan dari Ana.

"Yaudah kerjain sendiri. Gak usah paksa-paksa gue!"

"Kenapa, gak bisa? Makanya kalau gak pintar perhatiin bukannya malah sibuk sendiri!"

"Lo! Tangan sakit aja belagu, mau gue sakitin lagi?"

"Coba aja. Lagian aku bawa spidol tinggal aku buka trus aku coret-coretin di muka kamu yang gak seberapa itu!" ucap Ven maju selangkah dan menatap Ana tajam.

Kikanaya mulai kesal dan langsung ingin menyakiti tangan Ven. Tapi ketika baru melangkah cewek itu terjatuh dan menabrak tubuh Ven seperti sedang berpelukan. Seluruh kelas mulai bersorak-sorai dan ada yang mengabadikan foto tersebut di medsos.

Ven terkejut saat dirinya tiba-tiba di peluk. Dan itu pertama kalinya Ven bersentuhan dengan perempuan.

"Dasar modus?" ujar Ven memulai ucapan.

Ana pun mulai bangun dan melihat jika tali sepatu yang di pakainya tidak terikat dengan benar.

"Gue gak modus!" Ana tidak terima dirinya di bilang modus oleh Ven.

"Trus kalau gak modus apa? Kamu itu ya_?" ucapan Ven terhenti ketika melihat seragamnya terkena noda berbentuk bibir. Dia pun langsung menatap cewek tersebut.

"Apa ini? Bersihin, aku gak mau tahu pokoknya bersihin!" teriak Ven kesal sambil menunjuk seragam yang terkena noda lipstik.

"Dikit doang, bersihin sendiri juga bisa!" ujar Ana memutar bola mata malas.

"Tanggung jawab dong, kamu yang buat. Pokoknya bersihin!" Ven memegang tangan Ana dan mulai mengarahkan untuk membersihkan noda lipstik itu.

"Yaudah gue bersihin, tapi jangan pegang-pegang tangan gue dong," ujar Ana langsung menarik tangan yang di pegang Ven.

"Lepas seragam lo!" suruh Ana agar Ven melepas seragamnya.

Ven yang bingung pun akhirnya bertanya. "Untuk?"

"Katanya tadi suruh bersihin. Pikun amat lo!"

"Enak aja ngatain aku pikun, aku gak bisa lepasin seragamku!" Ana dan siswa yang lain pun bingung mendengar perkataan Ven."Tangan ku ada satu yang satunya lagi sakit?" ujar Ven setelah melihat wajah kebingungan mereka.

"Gampang serahin aja ke gue!" Ana langsung melepaskan seragam Ven dengan kasar dan tidak perduli dengan tangan Ven yang sakit.

Mereka yang melihat pun melongo apalagi Ven yang terkejut ketika tubuhnya di pegang-pegang oleh seorang cewek asing yang tidak berperasaan. Ven yang teriak kesakitan bahkan tidak diperdulikan Ana.

"Nah selesai. Mudah kan?" ujar Ana memegang seragam Ven tanpa rasa bersalah.

"Apa kau tidak punya perasaan, tangan aku lagi sakit kamu tahu itu kan. Main asal buka aja kalau aku gak pakai baju dalam gimana?" teriak Ven melampiaskan kemarahannya.

See you

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel