9. Yes, I'm sir
Alexsis menghela napas, setelah Dominique keluar terlebih dahulu dari kamarnya.
Sebenarnya hatinya sangat bergemuruh, ingin sekali Alexsis mencekik Dominique. Tapi dia harus bersabar, hingga hari itu tiba di mana dia bisa mengendalikan Dominique.
Alexsis segera pergi dari kamarnya seraya mengingat perbincangannya dengan Ninna waktu itu ketika wanita itu memberikan makanan ke ruang tawanan.
Flash back on.
"Seharusnya anda jinak di hadapan tuan Dominique, buatlah dia percaya pada anda." Ujar Ninna. Perempuan cantik asal Filifina itu berdiri dengan angkuh. Mata coklat terangnya meneliti tubuh Alexsis yang sedang duduk, kedua tangan dan kakinya di borgol.
"Tidak akan, keparat itu sudah mengambil semuanya dari ku. Dia mengambil kehormatan ku!" Desis Alexsis. Ia tidak bisa memaafkan pria bajingan seperti Dominique. Di siksa habis habisan dan di perkosa.
"Lalu jika kau membangkang apa kehormatan mu akan kembali lagi? Berpikirlah realistis. Buat dia berada di kendali mu." Ninna kini berjongkok mendekati Alexsis.
"Kau bisa lihat letak mansion ini bukan kemarin?" Tanya Ninna. "Mansion ini terletak di tengah hutan, hanya orang kepercayaan Dominique yang tahu jalan keluar." Lanjut Ninna.
"Aku tidak membutuhkan nasihat mu, pergilah!" Desis Alexsis.
"Baiklah, lagi pula aku perlu istirahat karena mengurus bayi besar yang keras kepala seperti mu," desis Ninna setelah itu langsung pergi.
Flashback off.
Dominique sudah berdiri di depan pintu kamar Alexsis. Tangnnya meraih tangan Alexsis dan membawa wanita itu masuk ke sebuah ruangan yang di dominasi dengan warna hitam putih.
"Buat aku yang memenangkan sidangnya." Dominique meletakan semua berkasnya di hadapan Alexsis.
Alexsis menaikan sebelah alisnya. "Kapan persidangannya?"
"Minggu depan," jawab Dominique, tangnnya bertumpu pada meja besarnya. Lalu melihat setiap inci tubuh Alexsis. "Sampai lukamu sembuh."
"Kau pikir aku sejenius itu? Aku tidak mempunyai bukti untuk membela mu, keparat," sentak Alexsis.
"Semuanya sudah ada, kau hanya harus mempelajarinya."
Alexsis memagut magut kepalanya mengerti. Matanya menatap dokumen yang berada di hadapannya. Tangannya meraih dokumen itu lalu ia membukanya dan mempelajarinya.
"Apa kesepakatan kita?" tanya Alexsis.
Awalnya Dominique mengerutkan dahinya tak mengerti. Namun beberapa detik kemudian wajah Dominiqie kembali dengan wajah datarnya.
Kini Dominique beralih melangkah lalu berdiri di belakang tubuh Alexsis. Selang beberapa detik sebuah tangan melingkar di perut datar Alexsis dengan dagu yang ia simpan di pundak Alexsis.
"Aku memenangkan kasusnya, dan kau memenangkan kejantanan ku? Bagaiman?"
Alexsis memutar bola matanya. "Aku ingin aku bebas, aku ingin bertemu ayah ku," bisik Alexsis.
"Oh bajingan itu," ujar Dominique dengan santai.
"Berhenti menyebutnya bajingan, sialan!"
"Humm, baiklah kalau begitu, bagaimana dengan tua bangka, ku rasa itu bagus," kekeh Dominique.
"Aku menginginkan mu, tapi aku harus menahannya. Besok Jenny akan kembali memberikan kontrasepsi untuk mu," bisik Dominique.
Tangan Alexsis mengelus lembut tangan Dominique. Alexsis rasa mungkin ini satu satunya agar Dominique bisa membebaskannya.
"Aku ingin bertemu ayah ku." Alexsis menggigit bibir bawahnya.
"Katakan siapa ayah mu?" Bisik Dominique bibirnya ia tempelkan ke leher putih Alexsis. Menimbulkan sensasi aneh di perut Alexsis.
"Griss Frankly," ucap Alexsis. Suaranya tercekat seperti suara rintihan.
"Dia bukan ayah mu," bisik Dominique. Tangan Dominique kini menelusup masuk ke dalam kaus Alexsis.
"Persetan dengan kontrasepsi!"
Dominique segera menarik tubuh Alexsis ke sebuah sofa yang berada di ruangannya.
Tangan Dominique terus menelusup masuk ke dalam kaus tipis Alexsis, hingga Alexsis mengeluarkan desahan yang membuat Dominique semakin gencar dengan gairahnya yang menggebu gebu.
"Persetan dengan kontrasepsi!" Desis Dominique, seraya menarik kais Alexsis ke atas membuat Alexsis terlanjang.
Di baringkannya tubuh cantik Alexsis di atas sofa yang berada di pojok ruangannya. Dominique menyeringai setelah melihat wajah Alexsis yang sama sama bergairahnya dengannya.
Dominique menyeringai menatap gerak gerik tubuh Alexsis yang mendambakan tubuhnya juga. Lelaki itu merasa menang. Sudah lama ia tak merasakan gairah yang sangat mendesak seperti ini. Rasanya satu malam saja tidak akan puas untuknya.
Dada Alexsis naik turun. Matanya tak leas dari mata hijau milik Dominique, aura mendominasi Dominique sangat kental ketika bergairah seperti itu.
Dominique menanggalkan satu persatu bajunya yang ia pakai. Lalu dengan lihainya ia meruduk merasakan bibir manis Alexsis menyesapnya, menggigitnya.
Suara napas mereka memburu namun sebuah ketukan membuat mereka menghentikan aktivitas mereka.
Dominique segera memakai kembali celananya dan memakaikan kaus yang tadi Alexsis pakai.
"Masuk!"
Mata Zach menangkap tubuh Alexsis yang duduk di sofa sedangkan Dominique berdiri di hadapan Alexsis dengan mata yang merah karena gairah dan kaus milik Dominique yang sudah tergeletak di lantai. Itu semua sudah membuktikan jika Zach telah mengganggu aktivitas tuannya.
"Maaf kan saya tuan, Harry tewas." Dominique hanya diam, ia tahu, ini akan terjadi, karena setahu mereka Harry lah yang akan menjadi kuasa hukum Dominique.
"Kau sudah tahu pelakunya?"
"Gian Marvel, pemilik perusahaan Holding group."
"Aku sudah menduganya, jangan lakukan apa pun, sebelum persidangan selesai, aku yang akan membunuhnya." Mata Dominique menatap Alexsis yang kini sedang menatapnya. Oh sial! Itu tatapan memohon. Alexsis menggigit bibir bawahnya, dengan mata biru yang indah.
"Zach, nanti kita bicara."
"Baik tuan." Zach segera undur diri. Ia mengerti apa yang sedang tuannya inginkan.
Dominique meraih sebuah remot dan memencet tombol yang berwarna merah dan suara kunci terdengar.
"Aku menginginkan mu," bisik Dominique.
Alexsis menyeringai lalu ia berdiri mengalungkan tangannya di leher Dominique.
"Lakukan, sir," bisik Alexsis tak lupa dengan gigitan di telinga Dominique, membuat lelaki itu menggeram dan mencium bibir Alexsis dengan membabi buta.
Dorongan Dominique membuat ciuman mereka terlepas, mata Aexsis memerah.
"Buka baju mu!" Perintah Dominique.
Alexsis mundur dua langkah, ia sengaja melakukannya agar Dominique dapat melihat tubuh Alexsis dengan baik. Dengan perlahan Aexsis meraih ujung kaus yang sedang ia pakai. Matanya tak pernah lepas dari manik mata hijau Dominique. Sesekali bibir bawahnya ia gigit, dan mata hijaunya ia mainkan dengan indah.
Oh sial! Itu semua membangkitkan semua gairah yang ada di dalam tubuh Dominique.
"Sial! Kau mempermainkan ku," desis Dominique.
"Kalau begitu kenapa tidak kau yang membukanya saja, sir," goda Aexsis. Ia mengedipkan sebelah matanya, bibir merah mudanya pun tersenyum lembut.
"Kau memang jalang, Alexsis."
"Yes sir, I'm," rintih Alexsis. Ketika Dominique sudah menjilati cuping telinganya. Tangannya sibuk menarik kaus tipis yang masih Alexsis kenakan.
Desahan kenikmatan mulai terdengar dari masing masing bibir mereka. Gerakan yang mereka timbulkan pun membuat sofa yang mereka tumpangi ikut bergerak mengikuti ritme mereka berdua.
Hingga akhirnya Dominique mengeluarkan cairannya di luar, dan di susul oleh Alexsis.
Sebuah cairan hangat mengalir di daerah kewanitaannya. Dadanya naik turun, matanya tertutup seolah masih merasakan sisa sisa kenikmatannya bersama Dominique.
Alexsis terpekik kaget, saat Dominique menjilati kewanitaannya dengan lembut, membersihkan cairan miliknya. Dominique bangkit kemudian ia mencium bibir Alexsis. Seolah memberikan rasa baru ke lidah Alexsis.
"Tidurlah," bisik Dominique.
TO BE CONTINUE
