2. Tawanan
Pintu besar berwarna coklat terbuka dengan lebar, menampilkan tubuh tegap dengan balutan tuxedo hitam di tubuhnya dan wajah datar yang sangat di takuti semua orang, rahang kokohnya tampak acuh dan dingin.
Dominique terus berjalan ke dalam ruangan gelap itu sampai ia menemukan seorang wanita dengan tangan yang di gantung di sisi kanan dan kirinya, dengan keadaan sedikit kacau.
"Air, Zach!" Seru Dominique.
Zach mengerti, dengan hormat ia undur diri lalu keluar dari ruangan itu dan setelah beberapa menit ia kembali membawa satu ember air di tangannya.
"Bangunkan!" Ucapnya sambil melirik Zach, sedangkan Zach hanya mengangguk paham.
Byurrrrr......
Gadis itu terperanjat karena siraman air di wajahnya, membuatnya terkesiap karena kaget.
Dengan santai tapi penuh dengan perhitungan kaki jenjang Dominique berjalan mendekati tubuh gadis itu yang sedang berdiri dengan tangan yang di rantai di kedua sisi tangannya.
"Alexsis Frankly." Kekeh Dominique, ia mengambil jeda beberapa detik sebelum akhirnya kembali berbisik. "Bagaimana tidur pertama mu, menjadi seorang tawanan Black?" Aroma mint menyeruak di indra penciuman Alexsis ketika Dominique mendekatkan wajahnya.
"Bastard, siapa kau? apa salah ku?" Pekik Alexsis setelah membiarkan Dominique berbisik di depan wajahnya.
Dominique hanya terkekeh, lalu mata hijaunya bertemu dengan mata biru milik Alexsis, lalu kembali berkata. "Dominique Black. Kau tak mempunyai salah, hanya saja bajingan tua Griss Frankly mencoba bermain licik dengan ku."
Alexsis berdecih mendengar perkataan Dominique, ia pernah mendengar tentang Dominique, tapi Alexsis tidak percaya ayahnya tak mungkin berbuat licik, dan ayahnya pasti akan membebaskan dirinya. Alexsis yakin itu. "Kau... ayah ku pasti akan membunuh mu!" Teriak Alexsis.
"Oooww" Dominique mencemoohkan perkataan Alexsis, lalu menyeringai, "apa aku harus takut?"
"Fuck you." Teriak Alexsis.
Tanpa mendengar ocehan Alexsis, Dominique membalikan tubuhnya dan mulai berjalan menuju pintu besar ruangan itu.
Dominique menghentikan lagkahnya saat satu langkah lagi dirinya sampai di pintu. "Tanya dia di mana keberadaan Frankly dan semua keluarga nya." Suruh Dominique pada seorang laki laki yang berada di belakang Zach. "Dan jika dia tidak mengatakannya, siksa dia, sampai ia mengatakan sesuatu tentang ayahnya." Lanjut Dominique
"Baik tuan."
Dominique langsung pergi di ikuti oleh Zach di belakang nya.
* * *
Kuala Lumpur - Malaysia
Seorang laki laki paruh baya duduk di kegelapan dengan sebuah pistol di tangan kanannya, sesekali menghisap rokok yang terselip di tangan kirinya.
Setelah diam cukup lama akhirnya dia merogoh ponsel nya yang berada di kantung celananya. "Bagaimana keadaannya?" Tanya lelaki itu setelah sambungan teleponnya terhubung ke salah satu anak buahnya.
"Mereka membawanya." Jawab lawan bicaranya.
"Biarkan saja. Beri tahu aku jika Dominique sudah mencurigai keberadaan ku dan putriku." Balasannya.
"Baik tuan Frankly."
Dengan seringai jahatnya ia memutuskan sambungan teleponnya, melanjutkan kegitan bersantainya yang sempat terjeda beberapa detik.
Ia tak habis pikir ternyata Alexsis bisa ia manfaatnya setelah bertahun tahun Alexsis menyusahkan dirinya dengan semua pendidikannya.
Selama ini Griss harus berakting seperti seorang ayah yang sangat mencintai putrinya namun apa yang sebenarnya, ia bahkan sangat membenci Alexsis, melihat Alexsis membuatnya ingin menghabisi wanita itu, tapi semuanya harus ia tahan.
Alexsis adalah anak haram, anak yang sebenarnya tak harus lahir ke dunia, anak yang seharus nya lenyap sebelum tumbuh di dalam rahim istrinya, Alexsis hanyalah benalu untuk keluarganya, ia hanya anak yang terbuat dari sperma lelaki lain bukan dirinya.
Memikirkan nya saja sudah membuatnya muak dan jijik secara bersamaan. Atas apa yang pernah di lakukan oleh ibu Alexsis dan musuh bebuyutannya.
Andai saja dulu dirinya tak mau di jodohkan dengan ibu Alexsis mungkin ia tak akan merasakan sakit hati separah ini. Seharusnya ia juga menolak mentah mentah perjodohan itu seperti bagaimana ibu Alexsis melakukannya. Namun di bawah paksaan keluarga ibu Alexsis akhirnya mereka menikah tapi pada akhirnya ibu Alexsis malah menghianati dirinya dengan musuh bebuyutannya.
* * *
New York - Amerika Serikat
Entah sudah berapa kali Alexsis mendapatkan cambukan di tubuhnya ketika seorang laki laki bertanya ke beradaan ayahnya.
Alexsis tak menjawabnya, apa yang harus dirinya jawab ketika dia tak mengetahuinya? Ia bahkan berpikir kemana ayahnya pergi?
Lelaki itu terus saja mencambuk tubuh putih di balik gaun hitam yang melekat pada tubuh moleknya.
"Cepat katakan di mana Griss Frankly!" Bentak lelaki itu.
Alexsis sudah tak memiliki lagi tenaga ia hanya menggelengkan kepalanya, tanda ia benar benar tidak tahu. Jika pun ia tahu ia tidak mungkin memberi tahu di mana ayahnya berada, itu sama saja Alexsis memberikan kematian untuk ayahnya.
Dan cambukan lagi yang ia dapat di tubuhnya, Alexsis yakin tubuhnya akan penuh dengan bekas cambukan terutama di bagian punggungnya.
"Apakah dia tidak mengatakannya?" Suara dingin yang memberikan aura dingin kini berada di belakang lelaki yang sudah dari tadi mencambuk Alexsis.
"Tidak tuan." Jawab lelaki itu.
"Pergilah!" Perintahnya.
Dominique berjalan mendekati tubuh Alexsis yang sudah melemah akibat cambukan yang di berikan oleh lelaki yang baru saja keluar.
Apalagi, lelaki itu tak berhenti menyiksanya dari tadi siang sampai sekarang sudah sore, karena Alexsis tidak kunjung memberi informasi tentang Griss Feankly.
Dominique mengeraskan rahangnya tanda ia sangat marah. Dengan elegan dia membuka jasnya dan melemparkannya ke sebarang arah membuat Zach harus memungutnya.
Lalu ia menyeringai membuka kancing lengan kemejanya dan menggulungnya sampai siku, beralih ke tangan sebelahnya.
"Kau masih tak mau bicara?" Desis Dominique.
Dengan setengah sadar Alexsis bisa mendengar desisan Dominique dengan tak begitu jelas. Dominique membuka sabuk nya lalu mencambukannya ke tubuh Alexsis.
"Ahk...." teriakan Alexsis menggema di penjuru ruangan, kali ini sangat sakit.
Panas menjalar di permukaan kulitnya, begitu luar biasa, sampai ia merasa tulangnya akan patah. Semuanya terasa sakit, tangannya sudah lecet akibat ikatan yang kuat, punggungnya terasa panas sampai kakinya, begitu juga perutnya, begitupun rambutnya, rasanya rontok.
Entah terbuat dari apa seorang Dominique sehingga begitu tega mencambuk Alexsis dengan tak berperasaan, padahal keadaan Alexsis sudah sangat kacau.
Dominique melepaskan sabuk nya dari genggaman nya, lalu mendekat ke arah Alexsis dan menarik rahang Alexis.
"Dimana Bajingan Frankly?" Desis Dominique dengan begitu tajam.
Bukannya memberi jawaban Alexsis malah meludahi wajah tampan Dominique. "Sampai mati aku tidak akan mengatakannya." membuat wajah Dominique semakin merah seperti orang kesetanan.
PLAK!!
PLAK!!
PLAK!!
Dengan amarah yang memuncak beberapa tamparan mendarat di pipi mulis Alexsis membuat Alexsis terpental ke samping kiri dan kanan, dan membuat bibirnya sedikit sobek dan berdarah, lalu kegelapan yang mulai menguasai nya, ia tidak ingat apapun. Lengkap sudah semuanya terasa perih.
"Kurung dia, jangan beri makan ataupun minum."
