Chapter 8 : Siapa Kak Ice?
Karena pagi ini ia kesiangan dan telat masuk kelas, guru piket menyuruhnya menyapu lapangan bendera bersama dengan yang lain, yang telat hari ini. Ia menghela nafasnya lemas, merebahkan kepalanya di atas meja.
"Kok kamu bisa-bisanya sih telat?" tanya Chery khawatir melihat Tiffany baru memasuki kelas ketika bel istirahat berbunyi. Ia mengelus kepala Tiffany lembut.
"Mau ke kantin gak? Kalo enggak titip aja sama aku."
Tiffany menggelengkan kepalanya, "ambilin air minum aku dong. Tadi pagi dari rumah aku bawa es mangga, kayaknya udah cair," ucap Tiffany dengan suara lemas.
Chery yang prihatin itu mengambil minum yang dimaksud temannya dan langsung membantunya untuk meneguk minuman itu. "Rasanya pengen mandi," rengeknya.
Chery terkekeh sambil berdiri, "ayo aku anterin mandi di toilet."
"Gila ya?"
Mereka tertawa bersama. "Yaudah aku ke kantin dulu ya? Mau aku beliin bakso sama jus mangga dingin?"
Mendengar itu Tiffany mengangguk semangat 45. "Sure!"
Sambil mengangkat ibu jarinya ke udara, Chery berjalan keluar kelas. Kelas benar-benar sudah sepi, hanya ada ia dan ketua kelas. Tunggu, Richard? Ada hal yang belum selesai dengannya.
"Richard!" panggil Tiffany.
Laki-laki yang sedang merapihkan kertas dan buku-buku di atas meja guru itu menoleh ke arah sumber suara dan menaikkan sebelah alisnya.
"Siapa sih Kak Ice yang kamu maksud kemarin?" tanyanya penasaran.
Richard memutar bola matanya malas. "Aku kira kamu pura-pura gak tau Fan, ternyata emang bener-bener gatau. Cowok paling populer se-antero yayasan itukan julukannya Mr Ice, ketua basket SMA Harapan."
Tiffany menautkan alisnya. Ia benar-benar tidak tahu siapa ketua basket Harapan. Ia hanya tahu ketua basket SMP Harapan. "Celvin?" tanyanya.
Mendengar itu Richard membulatkan matanya. "Itu mah kebas SMP kita!" Ia menggelengkan kepalanya prihatin.
"Terus siapa? Tell me please! Aku bener-bener gak tau ini gak dibuat-buat!" katanya kesal sambil mengerucutkan bibirnya.
"Ric, udah dicariin Bu Iis." Tiba-tiba Celvin sang ketua basket SMP Harapan masuk ke dalam kelas mereka memanggil Richard yang sudah ditunggu wali kelasnya itu di ruangan guru.
"Loh? Celvin? Panjang umur ya," kata Tiffany sambil terkekeh.
Celvin menyeringai, "kenapa?"
"Gakpapa pin," jawabnya yang membuat wajah Celvin berubah datar. "Pin, pin, ipin," gumamnya.
"Aku ke ruang guru dulu, nanti habis dari sana aku kasih tau," kata Richard yang langsung menarik Celvin untuk ikut dengannya.
Tiffany menyetujui itu, ia akan menunggu Richard di kelas sendirian. Sambil menunggu Richard ia merebahkan kepalanya di atas meja dan memejamkan matanya. Ia terus bergumam menyebut nama, "Kak Ice, Kak Ice, Kak Ice," katanya berulang-ulang.
Sampai akhirnya seseorang menduduki kursi di sampingnya, meletakkan satu porsi bakso dan jus mangga di atas meja.
"Mmh bau bakso emang paling top," katanya tanpa membuka matanya. "Cher, cepet banget, kamu lari ya kesini?" perlahan ia membuka satu matanya untuk mengintip Chery.
Matanya dengan cepat terbuka semua, ia membulatkan matanya, bukan Chery yang ia lihat duduk di hadapannya, melainkan David.
Laki-laki itu menatapnya dengan ekspresi datar sambil menyisir rambutnya ke belakang dengan jari, ia menyapu pandangannya ke sekitar kelas Tiffany.
"Kak David?" panggilnya lirih sambil menampar pelan pipi laki-laki itu. "Aku halu ya?"
David menatap horror Tiffany, ia mencubit pelan hidung Tiffany. "Aw!" Ia segera menegakkan tubuhnya lalu menatap David dengan bingung.
"Kenapa dateng telat?"
Tiffany mengalihkan tatapannya, "aku kira Kak David gak sekolah hari ini."
"Nunggu aku?"
Perempuan itu menggigit bibir bawahnya sambil mengembungkan pipi. "Enggak kok."
David mengeluarkan ponsel dari saku seragamnya lalu menyodorkannya kepada Tiffany, "masukin nomor kamu."
Dengan ragu Tiffany menuruti perintah David, ia mengambil alih ponsel laki-laki itu dan menyimpan nomornya disana.
"Senin UN, gak mungkin aku gak masuk," katanya sambil kembali mengambil ponselnya. "Dimakan, aku balik ke kelas." Ia menyodorkan semangkok bakso kepada Tiffany.
"Ma-makasih Kak," ucapnya dengan terbata.
Tak lama David meninggalkan kelasnya, Richard muncul dari balik pintu. Ia menghampiri Tiffany yang tengah asik menyantap makanan kesukaannya itu.
"Katanya kamu gak tau Kak Ice?" tanya laki-laki itu.
Tiffany menganggukkan kepalanya, "emang gak tau aku Ric," jawabnya sambil mengunyah bakso urat itu.
"Itu tadi Kak Ice."
"Siapa?"
"Kak Dave."
Sontak Tiffany tersedak mendengar Richard menyebutkan nama itu. Dave? Dave adalah nama panggilan akrab David yang ia ketahui. Dengan cepat ia menyeruput jus mangganya.
"Kak David itu Kak Ice?" tanya Tiffany sambil berdiri menatap serius Richard.
Laki-laki itu mengangguk, "Why? That's fact."
Jadi David kemarin melihat Tiffany dan Fahry di cafe?
"I saw him. Aku liat dia lagi cuci muka pas aku mau masuk ke dalem kamar mandi." Laki-laki itu menatap serius perempuan dihadapannya. "Makanya aku pikir kamu sama dia."
Tiba-tiba ia ingat kalau dulu Chery pernah menyinggung soal kepopularan David se-antero yayasan. Kenapa ia sampai tidak tahu kalau David juga seorang ketua basket dan laki-laki yang dijuluki Mr Ice? Benar kata Chery ia pada saat itu tidak pernah memperhatikan sekitarnya, yang ia perhatikan hanya satu laki-laki bernama Fahry.
"Kamu ada hubungan apa sama Kak Dave?" tanya Richard dengan takut.
Tiffany menaikkan sebelah alisnya, ia tidak tahu harus jawab apa. "Just friend." Hanya kata itu yang dapat diucapkannya.
"Are you sure? Aku tadi liat loh kalian berdua di kelas," goda laki-laki itu.
"Sure! Kamu jangan sebar berita hoax ya, mulut kamu kan biasanya kayak ember!" cetus Tiffany yang langsung mendapat tatapan sinis dari Richard.
"Tif, udah makan kan?" Tiba-tiba Chery datang dan langsung menghampirinya.
Tiffany mengangguk, "udah."
"Kayaknya dia bener-bener tulus sama kamu." Chery memegang kedua bahu Tiffany, "mau denger cerita aku di kantin tadi?"
Tiffany mengangguk pelan sambil menatap Chery tak berkedip.
Ketika Chery tiba di kantin, ia bertemu kekasihnya yang merupakan siswa tingkat 1 SMA Harapan. Kantin SMP dan SMA memang bersebelahan, jadi kemungkinan bertemu sangat besar. Chery menghampiri Rio, kekasihnya yang tengah mengantri di barisan tukang ayam bakar.
"Kamu makan ayam bakar hari ini Kak?" tanya Chery.
Rio merangkul leher Chery sambil tersenyum. "Iya, aku lagi pengen makan berat."
"Heol, tiap hari makan ringan gitu? Aku mau beli bakso dulu ya buat Tiffany," ujarnya sambil beralih menuju tukang bakso.
Pada saat Chery tengah mengantri di tukang bakso, Evan ternyata tengah mengantri juga. Laki-laki itu melihat Chery dan langsung menghampirinya.
"Hai Lecy, where my little sister?" tanyanya.
Chery memutar bola matanya. "Di kelas, dia kecapean habis nyapu lapangan, jadi makan siangnya titip aku."
"Hah?" Evan menautkan alisnya, "ngapain nyapu halaman?"
"Loh aku kira Tiffany telatnya bareng Kak Evan."
"Telat?" Evan melirik David yang berdiri di sebelahnya, "dia nyuruh gue berangkat duluan."
Mendengar itu David yang sudah memegang seporsi bakso dalam styrofoarm langsung merebut jus mangga yang sedang digenggam erat Evan, "beli yang baru." Kemudian ia berlari menuju gedung SMP.
Semua mata menatapnya, rambutnya yang bergerak naik turun, mata coklatnya yang tajam fokus lurus ke depan. Tatapan kagum hadir di mata setiap orang yang melihatnya.
"Kak Ice, Kak Ice, Kak Ice."
Dengan nafas yang terengah-engah akhirnya ia sampai di depan kelas Tiffany. Ia melihat dari jendela, Tiffany sedang merebahkan kepala dan memejamkan mata di atas mejanya.
