Chapter 6 : Jus Mangga
Setelah sampai di halte dekat sekolah mereka turun dari bus dan berjalan masuk ke dalam sekolah. Walaupun yayasan mereka luas, gerbang utama hanya ada satu. Jarak dari gerbang utama sampai gedung sekolah lumayan jauh. Harus berjalan cepat agar tidak terlambat.
Tiffany mencoba mendahului David yang kini sedang berjalan dengan langkah cepat, kakinya yang panjang membuat langkahnya sangat lebar, perempuan 15 tahun itu tidak bisa menyeimbangi. Mau tidak mau ia harus sedikit berlari, sampai akhirnya posisi ia ada di depan laki-laki itu. Langkah David menjadi pelan karena Tiffany berjalan mundur di hadapannya, wajahnya menghadapnya sambil memasang wajah menggoda.
Berkali-kali perempuan itu dengan sengaja menginjak sepatu David yang berwarna putih. Geram, David mencoba ingin membalasnya, namun Tiffany segera berbalik arah sambil tertawa, ia mencoba berlari mendahului David. Namun bukan David namanya kalau tidak cekatan, dengan sigap ia meraih tas yang ada di punggung Tiffany dan menariknya sehingga tubuh perempuan itu terhuyung ke belakang.
"Eh?"
David segera berlari mendahului Tiffany sambil tertawa pelan. Melihat itu Tiffany terpaku, bukannya mengejar ia justru diam di tempat menatap rambut David yang bergerak naik turun karena langkahnya. Sadar Tiffany tidak ada di belakangnya David menoleh dan mendapati perempuan itu yang mendadak jadi patung.
"Gak sekolah?" Gerakan mulut tanpa suara yang berhasil dimengerti Tiffany dapat membuat perempuan itu kembali mengejarnya.
"Awas aja ya Kak," pekiknya.
"Kamu harus cuciin sepatu aku nanti!" tegas David yang membuat Tiffany mengerutkan dahinya.
"Gak!" Kemudian ia berlari ke arah gedung SMP.
***
Suasana kelas sudah mulai sepi karena bel istirahat telah berbunyi 15 menit yang lalu. Tiffany masih sibuk dengan catatannya ditemani Chery yang duduk di sampingnya.
"Harusnya kita nitip jajanan sama yang lain Tiff," eluh Chery ketika perutnya sudah protes namun tugasnya belum usai.
"Udah sana kamu ke kantin aja," kata Tiffany tanpa berpaling dari buku catatannya.
"Gak mau, kalo ke kantin maunya sama kamu, hiks."
Tiba-tiba seseorang datang menghampiri mereka sambil membawa dua bungkus ketoprak dan minuman kaleng.
"Ini jangan lupa makan siang," ujarnya.
Tiffany langsung mendongak melihat siapa yang datang. Matanya langsung membulat ketika melihat orang itu adalah Fahry. Jantungnya masih berdegup kencang. Fahry menghampirinya? Dan membawakan makanan untuk Chery dan dirinya?
"Kak Fahry? Cari Lucky kak?" tanya Tiffany, kemudian menenguk air mineral yang dibawanya dari rumah
Fahry menggelengkan kepalanya, ia duduk di kursi yang ada di hadapan Tiffany, "aku cari kamu."
Sontak Tiffany terkejut mendengar itu sampai tersedak air.
"Hati-hati." Fahry membantu Tiffany memegang botolnya. "Kamu ada kegiatan setelah pulang sekolah gak? Kalau gak ada, ada yang mau aku omongin. Bisa gak pulang sekolah bareng sama aku? Kita mampir ke History Cafe dulu," kata Fahry yang membuat Tiffany menatap wajah Chery nanar.
Chery menaikkan sebelah alisnya sambil tersenyum canggung. Ia bingung harus menanggapi seperti apa, karena Fahry tidak pernah seperti ini dan akhir-akhir ini Tiffany juga sedang dekat dengan David.
"Bisa Kak," jawab Tiffany yang justru berbalik mendapat tatapan nanar dari Chery.
"Oke, nanti aku tunggu di pos satpam ya Fan," katanya sambil pamit kembali ke kelas.
Tiffany menatap wajah Chery, ia mengerjapkan matanya berkali-kali. Masih tidak percaya Fahry mengajaknya untuk berbicara berdua di luar, biasanya ia yang selalu inisiatif mengajak Fahry.
"Kamu harus kabarin Kak David, udah satu minggu kamu selalu pulang bareng dia." Chery mengusap bahu sahabatnya itu.
Betul apa yang dikatakan Chery, ia harus bilang kepada David kalau hari ini tidak bisa pulang bersamanya karena harus pulang bersama Fahry. Tapi yang jadi permasalahan adalah ia tidak memiliki nomor ponsel David.
"I don't have his number phone," ucap Tiffany sambil menampilkan senyuman paksa di wajahnya.
Chery melotot mendengar itu, "heol, yang bener aja?" tanyanya tak percaya. Tapi memang benar begitu, ia tidak memiliki nomor ponsel David, dan kalau ia memintanya pada Evan, pasti tidak langsung dikasih, Evan pasti akan mengintrogasi dan meledeknya. Lalu ia bingung harus menanggapinya seperti apa.
"Anterin aku ke kelasnya Kak Evan, yuk?" Dengan takut Tiffany mengajak Chery untuk pergi ke kelas Evan yang juga kelasnya David. Untung Chery menyetujui itu walaupun jarak dari kelasnya ke kelas Evan sangat jauh karena berbeda gedung.
Mereka mampir di kantin SMP untuk membelikan sekotak jus mangga untuk David.
"Kak David suka jus mangga?" tanya Chery ragu.
Tiffany menganggukkan kepalanya semangat, mengingat banyak kesamaan David dengan dirinya, "of course."
"Muka Kak David gak cocok suka sama buah mangga," cetusnya yang langsung dapat jitakan kepala dari Tiffany.
Setelah berjalan agak lama, mereka sampai di depan kelas Evan, kebetulan Evan sedang berjalan menuju keluar kelas, jadi ia bisa memastikan bahwa kelas sepi karena masih jam istirahat. Kalau misalnya kelas ramai, ia akan meminta tolong Chery untuk menggantikan dia.
"Eh Fany sama Lecy. Kenapa? Uang jajan kurang?" ledek Evan sambil mengacak rambut adiknya.
"Chery astaga." Perempuan bernama Chery itu mendengus sebal, kebiasaan Evan setiap bertemu dengannya selalu saja meledek namanya. Tiffany ikut mendengus sebal, karena rambutnya jadi berantakkan. "Mau kemana?" tanyanya
"Toilet, mau ikut?" goda Evan.
Perempuan itu menggelengkan kepala, "Kelas rame gak?"
Evan kini yang menggelengkan kepalanya, "udah kebelet, aku cabut ya," katanya sambil berlari menuju toilet.
Tiffany mengintip dari jendela sambil jinjit. Kelasnya memang sepi hanya ada tiga orang di dalam sana termasuk David yang tengah membaca sebuah buku.
Perempuan itu memberanikan diri memasuki kelas sambil berdehem, tapi David tidak mengalihkan pandangan sedikitpun. Kemudian ia meletakkan sekotak jus mangga di atas meja David. Laki-laki itu sadar, ia hanya melirik Tiffany dari ekor matanya, kemudian melirik sekotak jus mangga.
"Mau ngapain?" tanyanya kembali menatap buku.
Sangat berbanding terbalik dengan tadi pagi. Tawa di pagi hari tadi adalah sebuah kejadian langka yang belum tentu terjadi di lain waktu.
"Aku mau bilang kalo hari ini aku gak bisa pulang bareng Kakak, soalnya udah ada janji sama temen Kak," jawab Tiffany berusaha menatap wajah David yang terhalangi oleh sampul buku.
"Mmh."
Tiffany dan Chery menautkan alisnya kompak, Mmh? Itu saja?
"Ada lagi?" tanya David.
"Enggak Kak," jawab Tiffany kikuk.
"Balik sana, udah mau masuk."
Benar, Tiffany menganggukkan kepalanya. Tanpa pamit ia dan Chery melangkah keluar kelas kembali ke gedung SMPnya.
Setelah Tiffany hilang dari kelasnya David meletakkan bukunya di atas meja, dan meraih sekotak jus mangga. Tiba-tiba Evan datang dan merebut jus mangga itu. "Adek gue kok manis banget sih, dia ngasih ini ke gue?" tanyanya dengan sok tahu dan kepedean tingkat tinggi.
Dengan cepat David merebut jus mangga itu dari tangan Evan, "bukan punya lo!" cetusnya.
"Huh?" Evan bingung, ia menautkan alisnya menatap nanar David. "Sejak kapan seorang budak Americano gak pake gula suka sama jus mangga yang manis?"
Mendengar pertanyaan itu David mengalihkan pandangannya.
"Bukannya lo gak suka yang manis-manis?" tanya Evan.
"Kata siapa?" David balik bertanya.
"Gue kenal lo bukan setahun dua tahun, kita temenan dari kelas 1 SD bro," jedanya, "12 tahun gue kenal lo, lo gak suka makanan sama minuman manis Dave," jelas Evan.
Ekspresi wajah David langsung berubah, tidak dapat ditebak. Ia menatap Evan sekilas.
"Kesurupan ya?" ledek Evan sambil tertawa.
"Buat lo dah!" Ia melempar jus mangga itu yang langsung ditangkap cepat oleh Evan.
"Nahkan, lo tau gue suka jus mangga," kata Evan senang.
