BAB. 5 Bermimpi Bertemu Paula
Malam itu, suasana rumah sakit sunyi dan tenang, hanya terdengar bunyi lembut mesin-mesin medis dan sesekali langkah kaki perawat yang berjaga.
Di sebuah kamar rawat, seorang gadis kecil bernama Mikha terbaring dengan tubuh yang masih dipenuhi luka-luka. Siang tadi, Mikha mengalami kejadian yang mengerikan. Dia berlari kencang menghindari penculik anak bersama Paula, seorang anak perempuan yang juga menjadi target penculikan.
Karena keberanian keduanya, mereka berhasil lolos, dari sebuah rumah kosong yang dijadikan penculik anak itu untuk mengurung mangsa mereka. Namun sayangnya Mikha dan Paula harus berlari di jalur yang berbeda untuk mengecoh penculik itu. Mereka berdua sama-sama mengalami cedera dan dibawa ke rumah sakit oleh orang-orang.
Mikha masih merasa nyeri di sekujur tubuhnya, tapi lebih dari itu, hatinya juga terluka mengenang kejadian yang baru saja dialaminya tadi siang.
Karena kelelahan menangis, Mikha pun tanpa sadar telah tidur. Bunda Nadia yang mengetahui jika anaknya telah tertidur di dalam pelukannya. Dia pun meluruskan badan Mikha agar dapat tidur dengan sempurna di atas ranjang rumah sakit.
Mikha memejamkan matanya, mencoba untuk tidur. Perlahan, dia terlelap dan masuk ke dalam dunia mimpi. Di dalam mimpinya, dia menemukan dirinya berada di sebuah taman yang indah, penuh dengan bunga-bunga warna-warni yang mekar dengan ceria. Matahari bersinar lembut, menciptakan suasana yang hangat dan damai. Taman itu sungguh sangat sempurna laksana surga impian setiap orang.
Di tengah taman, ada sebuah danau yang jernih, airnya berkilauan diterpa sinar matahari. Tiba-tiba, Mikha melihat sosok yang dikenalnya.
"Paula!" seru Mikha dengan gembira, melambaikan tangan ke arah temannya.
Paula, dengan rambut hitam panjangnya yang berkibar lembut tertiup angin, tersenyum dan berlari ke arah Mikha.
Paula tampil dengan memakai gaun putih panjang wajahnya memancarkan cahaya putih yang semakin menambah kecantikannya.
“Paula, kamu sangat cantik dengan gaun putih ini!” kagum Mikha kepadanya.
“Terima kasih, atas pujianmu, Mikha!” sahut Paula lembut.
Mereka berdua tertawa dan bermain-main di tepi danau, melemparkan batu kecil ke dalam air, menciptakan riak-riak yang menyebar luas. Kegembiraan keduanya seolah menghapus segala kenangan buruk dari siang tadi.
"Paula, lihat! Bunga-bunga ini indah sekali, ya?" ucap Mikha sambil menunjuk ke arah hamparan bunga yang beraneka warna.
"Iya, Mikha. Bunga-bunga ini seperti mimpi, begitu cantik dan membuat hati senang," jawab Paula dengan senyum manis di wajahnya.
Mereka terus bermain, berlari-lari di sekitar danau, menghirup udara segar yang penuh dengan aroma bunga. Segalanya terasa begitu sempurna, seperti dunia yang mereka inginkan, bebas dari ketakutan dan rasa sakit. Namun, tiba-tiba, ekspresi wajah Paula berubah menjadi serius.
"Mikha, ada yang ingin aku katakan," ucap Paula dengan suara lembut namun tegas.
"Apa itu, Paula?" tanya Mikha, sedikit bingung dengan perubahan sikap temannya.
Paula menatap Mikha dengan mata yang penuh dengan kehangatan namun juga kesedihan.
"Aku akan pergi jauh, Mikha. Tapi aku ingin kau berjanji satu hal padaku."
Mikha merasa dadanya berdebar kencang.
"Pergi jauh? Maksudmu apa, Paula? Kamu akan pergi ke mana?"
Paula menghela napas panjang dan menggenggam tangan Mikha, lalu meletakkannya di atas dadanya, tepat di atas jantung.
"Mikha, jangan pernah melupakan aku. Aku akan selalu ada di hatimu dan tidak akan pernah meninggalkanmu. Kamu adalah aku. Aku adalah kamu. Kita adalah satu,” seru Paula sambil menatap tulus ke arah Mikha.
“Mikha, ingatlah selalu kenangan saat kita bersama dan jangan biarkan kesedihan menguasaimu," tutur Paula lagi.
Mata Mikha mulai berkaca-kaca.
"Tapi, Paula, aku tidak ingin kamu pergi. Kita masih bisa bermain bersama, kan? Bisakah aku ikut pergi bersamamu? Kamu tahu, Paula. Hanya kamu satu-satunya sahabatku! Tolong jangan pergi, please?" seru Mikha penuh harap.
Paula tersenyum lembut, air matanya juga mulai mengalir. "Kita akan selalu bersama di dalam hati, Mikha. Tidak peduli seberapa jauh aku akan pergi, kamu akan selalu menjadi sahabatku."
Setelah berkata seperti itu, perlahan, tubuh Paula mulai memudar, seolah ditelan oleh cahaya putih yang sangat terang. Mikha mencoba menggenggam tangan Paula lebih erat, tapi tangannya hanya meraih udara yang kosong.
"Paula! Jangan pergi! Paula!" Mikha berteriak dengan penuh kepanikan, namun suaranya terdengar jauh dan samar.
Dengan sekejap, taman yang indah itu hilang, dan Mikha terbangun dengan napas terengah-engah. Dia mendapati dirinya kembali di kamar rumah sakit, cahaya lampu redup menerangi ruangan. Suara mesin medis kembali memenuhi pendengarannya. Sadar jika semuanya hanya mimpi, Mikha merasakan gelombang kesedihan yang tiba-tiba menghantam hatinya.
"Paula ..." bisiknya lirih, air mata mulai mengalir di pipinya.
Pagi itu, perawat masuk untuk memeriksa keadaan Mikha. Melihat Mikha yang sedang menangis, perawat itu mendekat dengan penuh perhatian.
"Ada apa, Sayang? Apa kamu merasa sakit?" tanya perawat dengan suara lembut.
Mikha menggelengkan kepala, mencoba menyeka air matanya.
"Aku bermimpi tentang sahabatku, Paula. Dia bilang dia akan pergi jauh dan meminta agar aku tidak melupakannya. Aku sangat merindukannya sekarang."
Perawat itu tersenyum lembut dan duduk di samping tempat tidur Mikha.
"Terkadang, orang-orang yang kita sayangi muncul dalam mimpi kita untuk memberi pesan. Paula pasti ingin kamu tahu jika dia selalu ada bersamamu, di dalam hatimu."
Mikha menunduk, merasakan hangatnya kehadiran Paula dalam hatinya meskipun hanya dalam mimpi.
"Aku akan selalu mengingat Paula. Dia adalah sahabat terbaikku."
Perawat itu mengangguk, menepuk bahu Mikha dengan lembut.
"Itu adalah hal yang baik. Kenangan kita tentang orang-orang yang kita sayangi akan selalu hidup dalam hati kita."
Mikha mengangguk, mencoba menguatkan dirinya.
"Terima kasih, Kakak Perawat. Aku akan selalu ingat pesan Paula untuk tidak melupakan persahabatan kami."
Pagi itu, meskipun hatinya masih diliputi kesedihan, Mikha menemukan kekuatan baru. Dia tahu bahwa Paula tidak benar-benar pergi. Selalu ada bagian dari dirinya yang hidup dalam kenangan dan hatinya. Mereka mungkin tidak bisa bermain bersama di taman yang indah itu lagi, tapi cinta dan persahabatan keduanya akan selalu abadi.
Hari berikutnya di rumah sakit, Mikha mulai sembuh dari luka-lukanya. Dia sering melihat keluar jendela, membayangkan taman indah yang dia lihat dalam mimpinya.
Setiap kali Mikha merasa sedih atau rindu, dia memejamkan mata dan merasakan tangan Paula yang hangat menggenggam tangannya, meyakinkannya bahwa segalanya akan baik-baik saja.
Ketika akhirnya Mikha diperbolehkan pulang, dia membawa kenangan tentang Paula bersama dirinya. Di rumah, dia menulis diary tentang petualangan mereka, tentang keberanian keduanya melawan penculik, dan tentang janji yang dibuat di taman dalam mimpinya.
Diary itu menjadi simbol dari persahabatan mereka, pengingat bahwa cinta dan kenangan bisa melampaui batasan waktu dan ruang.
Dan setiap kali Mikha merindukan Paula, dia hanya perlu melihat ke dalam hatinya, di sana Paula selalu tersenyum, mengingatkannya bahwa mereka akan selalu bersama, selamanya.
