Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB. 4 Paula Telah Pergi Selamanya

Di malam yang dingin dan berangin itu, Samuel, seorang anak jenius kelas enam SD, baru saja pulang dari restoran ayam cepat saji bersama Asisten Akri, yang selalu setia menemaninya.

Malam itu, suasana terasa aneh bagi Samuel. Sesuatu di udara membuatnya merasa tidak nyaman, seolah ada yang tidak beres. Ketika mereka mendekati rumahnya, Samuel melihat banyak orang yang berkumpul di halaman dan di dalam rumahnya. Lampu-lampu rumah terlihat terang, namun ada suasana muram yang menyelimuti.

"Asisten Akri, kenapa banyak sekali orang di rumahku?" tanya Samuel dengan nada bingung dan sedikit cemas.

Asisten Akri hanya menggelengkan kepala, wajahnya juga tampak muram, tidak seperti biasanya.

"Entahlah, Tuan Muda Samuel. Mari kita masuk dan cari tahu," jawabnya sambil menepuk pundak Samuel dengan lembut.

Sebenarnya Asisten Akri sudah mengetahui semuanya. Namun dia tidak sanggup mengatakan yang sejujurnya kepada Samuel. Akri tidak mau mematangkan hati bocah laki-laki itu.

Samuel pun mulai berjalan masuk ke rumahnya dengan hati-hati. Setiap langkah yang diambilnya terasa berat, seolah ada beban yang tidak terlihat yang sedang mengikat kakinya.

Ruangan di dalam rumahnya yang megah itu telah penuh dengan keluarga dan kerabat yang sedang berbicara dengan suara rendah, beberapa di antaranya menatap Samuel dengan pandangan kasihan. Anak lelaki tersebut semakin bingung dan mulai merasa ada yang benar-benar salah.

"Samuel, kemarilah," panggil seorang kerabat dekatnya dengan suara lembut namun serius.

Samuel mengikuti suara itu, menembus kerumunan orang yang berdiri di ruang tamu. Semakin dalam dia masuk, semakin jelas suara tangisan yang terdengar.

Di sudut ruang tamu, Samuel dapat melihat kedua orang tuanya, Nyonya Dela dan Tuan Amos, yang duduk di sofa sambil menangis tersedu-sedu. Ibunya, Nyonya Dela, memeluk erat selembar kain yang sepertinya merupakan pakaian adiknya, Paula. Ayahnya, Tuan Amos, memegang kepalanya dengan kedua tangan, terisak tanpa henti.

"Mami, Papi, ada apa ini? Kenapa kalian menangis?" tanya Samuel dengan suara gemetar, mencoba menahan perasaan takut yang mulai merambat di dalam dirinya.

Nyonya Dela menoleh ke arah putranya, air mata semakin deras mengalir deras di pipinya. Dia tidak sanggup menjawab, hanya bisa menangis lebih keras. Tuan Amos pun tampak tak berdaya untuk memberi penjelasan kepada Samuel.

Baik Tuan Amos maupun Nyonya Dela sangat tahu bagaimana putra sulung mereka, Samuel sangat menyayanginya adiknya, Paula yang kini telah meninggalkan mereka semua untuk selamanya.

Asisten Akri yang berdiri di belakang Samuel, menunduk dan menepuk bahu anak lelaki itu. Dengan berat hati dia pun berkata,

"Tuan muda Samuel, sebenar ada yang ingin kami sampaikan. Saya berharap Anda dapat tabah dan kuat menerima semuanya," tutur Asisten Akri dengan suara serak.

Samuel mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, dan matanya akhirnya tertuju pada sebuah tempat tidur kecil yang terletak di tengah ruang tamu. Di atas tempat tidur itu, terbaring tubuh mungil yang begitu dikenalnya. Tubuh Paula, adik perempuannya yang masih duduk di kelas empat SD, terbujur kaku dengan wajah yang sangat pucat dan bibir yang telah membiru.

"Paula! Paula kenapa? Papi! Mami! Apa yang terjadi kepada Paula?" jerit Samuel dengan suara yang penuh kesedihan.

"Paula, bangun! Paula, kenapa kamu diam saja?" Samuel lalu segera berlari ke arah tempat tidur kecil itu, dan mulai mengguncang-guncang tubuh Paula yang dingin dan tak bergerak. Tangisannya pecah, memenuhi seluruh ruangan dengan jeritan pilu.

"Paula! Jangan tinggalkan aku! Paula! Bangun, ini aku, Samuel! Kakakmu! Kita masih punya banyak hal yang harus kita lakukan bersama! Paula, bangun!" Samuel berteriak dengan histeris, memeluk erat tubuh adiknya yang sudah tidak bernyawa lagi.

Nyonya Dela dan Tuan Amos semakin menangis melihat pemandangan itu. Mereka tahu betapa dekatnya hubungan Samuel dengan Paula.

Samuel, bocah yang selalu ceria dan penuh semangat, kini berubah menjadi sosok yang putus asa dan hancur.

Orang-orang di sekitar hanya bisa menunduk, beberapa di antaranya ikut menangis menyaksikan penderitaan keluarga kecil itu. Tidak ada kata-kata yang bisa menghibur atau mengurangi kesedihan yang dirasakan Samuel dan keluarganya malam itu.

"Asisten Akri, tolong katakan ini tidak benar. Katakan bahwa Paula hanya sedang tidur dan akan bangun sebentar lagi." Samuel pun memohon dengan suara yang hampir tak terdengar, penuh dengan harapan yang rapuh.

Asisten Akri menggelengkan kepala dengan sedih,

"Tuan Muda Samuel, Nona Paula sudah pergi. Dia sudah berada di tempat yang lebih baik sekarang."

"Tidak! Tidak! Ini tidak mungkin! Paula tidak boleh meninggalkanku!" Samuel terus meratap, suaranya pecah dalam isakan yang memilukan.

Malam itu, dunia Samuel seketika menjadi runtuh. Di usianya yang masih muda, dia harus menerima kenyataan pahit jika adik tercintanya telah pergi untuk selama-lamanya. Tidak ada lagi tawa riang Paula, tidak ada lagi cerita-cerita sebelum tidur, tidak ada lagi kehadiran yang selalu membuat hari-harinya berwarna. Semua kenangan itu kini hanya menyisakan luka yang begitu dalam.

Samuel akhirnya terduduk di lantai, memeluk tubuh Paula erat-erat. Dia tidak ingin melepaskan adiknya, tidak ingin percaya bahwa ini adalah kenyataan. Di tengah jerit tangisnya, Samuel merasakan kekosongan yang tak terhingga, seolah separuh jiwanya telah hilang bersama kepergian Paula.

"Aku akan selalu merindukanmu, Paula. Aku janji akan selalu mengingatmu. Selamat tinggal, adikku," bisiknya pelan, sambil terus memeluk tubuh Paula yang dingin.

Nyonya Dela dan Tuan Amos kemudian menghampiri Samuel, mereka bertiga berpelukan, saling memberikan kekuatan di tengah badai duka yang melanda. Meskipun perasaan kehilangan itu begitu menyakitkan, mereka tahu bahwa sebagai sebuah keluarga, mereka harus saling mendukung dan melanjutkan hidup, meskipun tanpa Paula di sisi mereka.

Malam itu menjadi malam terkelam dalam hidup Samuel. Namun, dari kesedihan itu, dia belajar tentang arti kekuatan, ketabahan, dan cinta yang tidak pernah akan luntur. Dan di tengah tangis dan isak yang memeluk malam, Samuel berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu menjaga kenangan tentang Paula, adik tercintanya, dalam hatinya, selamanya.

Sementara Mikha, gadis yang juga menjadi korban kecelakaan. Masih berada di rumah sakit, air mata semakin menetes di kedua pipinya. Entah kenapa hatinya sangat sakit bagaikan disayat-sayat oleh belati tajam.

Bunda Nadia yang sedang menjaga putrinya, segera berkata,

“Mikha, kamu kenapa menangis? Apakah luka-lukamu masih terasa sakit?”

“Aku nggak tahu, Bunda. Entah kenapa aku merasa sangat sedih sekarang. Bunda, bolehkah aku memelukmu untuk melepaskan beban ini?”

Tanpa ragu lagi, Bunda Nadia segera memeluk putri tunggalnya itu. Seketika tangisan Mikha pecah di dalam pelukan ibunya. Tiba-tiba gadis kecil itu mengingat tentang Paula.

Karena kelelahan menangis, Mikha pun tertidur di dalam pelukan Bunda Nadia.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel