4. Berpasangan Dengan Dani
Alma meneguk air di dalam botol minumnya dengan sangat cepat. Ia terududuk di lantai. Nafasnya ngos-ngosan. Di hadapannya ada Nindi dan Safira juga sama. Mereka meneguk air minum masing-masing. Nafas mereka juga tersengal-sengal. Bedanya Nindi lebih rileks. Sepertinya Nindi terbiasa berlari.
"Ya Tuhan, pemanasannya aja model begini, apalagi kegiatan intinya. Dah habis tenaga kita ni", ucap Safira mengeluh.
Alma terlalu lelah untuk menanggapi pernyataan Safira. Sedangkan Nindi menepuk nepuk punggung kawannya itu.
Priiiiiiittt....!!!! Suara peluit terdengar. Tanda mereka harus segera merapat ke sumber suara. Prriiiiiiiiiittt....!!! Bu Mari meniup peluit lagi. Bu Mari adalah salah seorang guru Olahraga di SMA Alma. Ia terkenal sebagai guru yang sangat disiplin. Saat mengajar di lapangan, ia sangat serius. Namun jika bertemu di luar kelasnya, dia menjadi sangat hangat dan keibuan.
Alma dan teman-temannya bergegas menuju ke sumber suara. Dilihatnya di depan bu Mari sudah ada Dani. Ia tampak santai. Ah kalau laki-laki mungkin sudah biasa berlari, kata Alma dalam hati.
"Ica belum sampe?", Tanya Nindi pada teman-temannya. Safira dan Alma menoleh ke belakang mencari sosok Ica yang rupanya tertinggal saat mereka berlari mengelilingi sekolah. Rutenya adalah dari gerbang utara, memutar melewati perkampungan warga hingga gerbang sekolah bagian selatan. Mereka akan melaksanakan pembelajaran Olahraga di lapangan voli. Sebelum memulai pelajaran Olahraga, Bu Mari selalu meminta anak-anak berlari dengan rute tersebut.
Akhirnya sosok yang mereka cari-cari muncul. Ica yang awalnya berlari mulai memperlambat tempo berlarinya sampai berjalan. Melihat, Alma, Nindi, dan Safira jauh di depannya ia kembali berlari supaya bisa berkumpul bersama teman-temannya.
"Kalian cepet betul sih kalo lari", kata Ica mengeluh.
"Kau lambat", balas Safira.
"Jauh sekali rutenya, ya Allah. Kayak langsung kurus aku ni", canda Ica pelan-pelan supaya tak terdengar bu Mari.
Siswa-siswi kelas X-8 berbaris rapi di hadapan bu Mari.
"Sudah merasa panas?", tanya Bu Mari pada anak-anak. Anak-anak menjawab bersahut-sahutan sekaligus mengeluh. Bu Mari tersenyum mendengar respon anak-anak didiknya. "Oke, ibu absen dulu ya", lanjutnya.
~~~
Seusai pelajaran Olahraga siswa perempuan bergantian memakai ruang ganti untuk berganti baju. Sedangkan siswa laki-laki ada yang ganti di ruang kelas, ada yang ganti di toilet.
Dani baru saja berganti baju di toilet. Ia hendak kembali ke kelas. Ruang kelas X-8 berada di lantai dua. Saat berada di anak tangga, ia bertemu Alma dan teman-temannya berjalan di depannya. Alma dan teman-temannya juga baru selesai berganti pakaian. Mereka asyik mengobrol sambil berjalan.
"Emang jago kok dia olahraga. Dia tu kalo soal akademik sama olahraga kayaknya jago deh, cuma sikapnya aja yang kurang ajar ke guru", kata Ica.
"Iya loh. Kapan lalu tu pas fisika dia maju, bener loh. Trus pas quis kimia kapan lalu dia juga nilainya seratus", kata Alma.
"Cuma jadi gak nyaman sih kalo guru jadi sering ngomel di kelas gara-gara sikap dia. Satu kelas jadi rasa aneh, gak sih", tambah Nindi.
"Tidur terus dia di kelas tu kalo ta liat liat", kata Alma lagi.
Mereka tidak sadar jika sosok yang sedang mereka ghibahkan ada di belakang mereka. "Dia les kali di luar sekolah ya, makanya pinter", tebak Alma.
Dani berdehem dengan sengaja supaya Alma dan kawan-kawannya memberikan dia jalan untuk lewat. Alma dan ketiga kawannya otomatis menoleh kebelakang. Betapa terkejutnya mereka saat melihat Dani ternyata ada di belakang mereka. Alma dengan cepat berbalik badan dan bergeser ke pinggir, memberi ruang supaya Dani bisa segera naik duluan. Mereka berempat malu dan hanya bisa diam canggung.
Dani dengan ekspresi datarnya lewat sambil berkata pelan, "geng kepo".
Alma bisa mendengar kata yang diucapkan Dani. Tapi ia hanya diam. Malu dan takut karena ketauan sedang menggunjingkannya. Setelah dirasa Dani agak jauh, mereka berempat bernafas lega.
"Kayaknya dia dengar ya omongan kita, ya", kata Ica cemas.
"Eh sumpah, isiiiiinnn", kata Alma.
Safira yang dari tadi tak berkomentar masih asyik dengan lolipopnya berkomentar, "Halah kita kan gak menjelek-jelekkan terlalu. Masa iya sih laki-laki sensitif dibicara begitu".
"Dia tadi bilang 'geng kepo' pas lewat tadi tuh", kata Alma.
"Aku gak dengar", kata Safira.
"Astaga betulan, Fir. Aku dengar", kata Alma.
"Semoga dia gak marah lah", kata Nindi.
Saat sudah di kelas mereka langsung duduk di meja masing-masing. Dilihatnya Dani tertunduk lagi di mejanya. Ia duduk sendirian di belakang. Alma mau menghampiri untuk minta maaf tapi ragu. Ah biarlah, anggap gak ada apa-apa. Toh mereka tidak menggunjing berlebihan. Kata Alma dalam hati.
~~~
Pelajaran Bahasa Indonesiapun selesai. Siswa-siswa diberi tugas untuk membuat tulisan hasil observasi mengenai pasar kegiatan di pasar. Tugas itu dilakukan secara berpasangan. Dan sialnya Alma berpasangan dengan Dani. Dia menoleh ke belakang melihat respon Dani. Seperti biasa, tertunduk di mejanya.
"Hehehe, mampus kau Al", goda Safira.
"Huuh, enaknya kamu sama Nindi kelompokannya. Coba bisa tukar", keluh Alma.
"Fir, nanti sore aku ke rumahmu ya", kata Nindi sambil membereskan buku-bukunya.
"Oke siap. Ke rumahku dulu baru nanti kita dua pergi ke Superindo aja ya. Aku sekalian mau belanja", balas Safira.
Mereka bersiap untuk pelajaran berikutnya. Tiba-tiba Dani menghampiri meja Alma. Alma tentu saja terkejut.
"Nanti pulang sekolah kita diskusi tugas bahasa indo tadi", kata Dani singkat pada Alma. Tanpa menunggu respon dari Alma dia langsung keluar kelas.
Alma yang masih kaget bingung membalas apa. Sesata kemudian dia baru ingat bahwa nanti sepulang sekolah ia harus kumpul MPK. Pertemuan nanti bersifat wajib bagi anggota pengurus MPK kelas X.
"Lah, kemana si Dani tadi? Dia ngajak diskusi kayak main perintah-perintah aja", ujar Alma kesal.
"Kau kumpul MPK ya nanti?", tebak Safira. Alma mengangguk. "Bilang saja to sama Dani", katanya lagi.
Tak berapa lama Dani masuk lagi ke dalam kelas. Ia langsung duduk menuju kursinya. Alma kali ini yang menghampiri Dani.
"Dan, aku nanti pulang sekolah langsung ke ruang MPK. Kami ada pertemuan nanti. Wajib. Gimana?" Tanya Alma.
"Iya. Sama to kita. Anak OSIS yang kelas X juga ada pertemuan nanti" jawab Dani santai.
"Emang kamu OSIS?" Alma bertanya setengah tidak percaya. Apa hubungannya pertemuan OSIS dengan Dani.
"Heeh", jawab Dani singkat mengiyakan. Alma kaget. Melihat reaksi Alma, Dani menatap tajam Alma. "Ada masalah?", tanyanya pada Alma.
"Eh, ndak ndak. Ta pikir kamu gak ikut kegiatan apa-apa. Jadi kamu kepilih jadi pengurus OSIS juga ya?" Jawab Alma menjelaskan.
Dani menghela nafas. "Nanti itu, anggota OSIS dan MPK yang baru mau di briefing sama-sama untuk persiapan LDK bersama OSIS dan MPK di Batu nanti. Kau gak tau?" jelas Dani.
"Tau sih kalau disuruh kumpul tapi gak tau ngapain. Oh ya wes kalo gitu. Nanti sambilan kumpul kita bisa bahas", ucap Alma. Ia merasa agak malu. Dia pikir selama ini Dani adalah trouble maker seperti yang selalu diceritakan oleh Ica. Diperkuat lagi masalah yang dia buat dengan guru fisika, bu Rida, kapan lalu. Tapi beberapa fakta membuat Alma terkejut. Dani cukup pintar di pelajaran eksak dan berbakat di bidang olahraga, ditambah lagi dia bahkan aktif di organisasi.
~~~
Bel pelajaran telah berbunyi tandanya kegiatan belajar mengajar telah selesai untuk hari itu. Speaker kelas terus terusan berbunyi menyuarakan pengumuman pertemuan beberapa ekskul dan organisasi secara berganti-gantian.
Safira dan Ica pulang berdua. Sedangkan Nindi dan Alma masih harus mengikuti pertemuan sepulang sekolah. Alma mengikuti pertemuan MPK sedangkan Nindi mengikuti pertemuan Paskibra. Tak heran sih. Tinggi badan Nindi memang pasti membuatnya dilirik oleh kakak tingkat untuk dijadikan anggota paski.
Biasanya memang anak-anak paski rutin latihan setiap hari selasa dan Jumat. Tapi karena ini mendekati bulan Agustus, hampir setiap hari anggota paski latihan sepulang sekolah. Mereka juga sementara mengikuti seleksi menjadi pasukan pengibar di tingkat kabupaten, provinsi, bahkan nasional.
Nindi sebetulnya dari awal tidak tertarik ikut paski tapi entah kenapa ia mengubah keputusannya di waktu akhir. Saat di tanya, Nindi hanya bilang buat pengalaman saja.
Di pintu kelas Dani berdiri menyandar sambil memandangi Alma. Alma masih sibuk ngobrol dengan teman-temannya, sampai Nindi mencolek lengan Alma. Ia memberi kode pada Alma bahwa sepertinya Dani sedang menunggunya. Alma menoleh ke pintu dan dilihatnya tatapan Dani dingin ke arahnya.
"Mati aku. Huh apes tenan sekelompok sama dia", bisik Alma. Teman-temannya cekikikan mendengar keluhan Alma. "Dhisikan gaes", kata Alma pada kawan-kawannya.
Setelah itu ia dan Dani berjalan bersama menuju ruang aula. Pertemuan OSIS dan MPK dilaksanakan di aula. Ruang MPK dan OSIS bersebelahan terletak persis di depan pintu aula sekolah.
Di tengah jalan tiba-tiba seseorang menepuk bahu Alma. Alma menoleh. Iqbal.
"Hey, Ma", sapa Iqbal. Dani juga ikut menoleh. Kemudian Dani dan Iqbal saling tos. Alma makin heran. Dani ternyata tidak seintrovert itu. Di kelas dia hampir tidak punya teman. Alma pikir Dani seorang introvert parah. Mungkin karena berasal dari SMP yang sama dengan Iqbal jadi mereka akrab. Iqbal juga anaknya asyik jadi wajar ia memiliki banyak teman. Pikir Alma.
"Denger-denger kamu bakalan jadi bendahara MPK, nih", ucap Iqbal pada Alma.
"Idih, jare sopooo", kata Alma.
"Aku loh sudah tau bocorannya. Posisi masing-masing anak MPK dan OSIS. Hehehe", kata Iqbal pamer.
"Dirimu nde' endi, Bal?", tanya Dani pada Iqbal.
"Divisi kesenian dan olahraga. Awake dhewe bareng maneh, bro", ucap Iqbal.
"Jooss", kata Dani tersenyum. Ini kali pertama Alma melihat Dani tersenyum. Biasanya hanya ada dua ekspresi Dani di kelas. Datar dan sinis. Manis juga kalau senyum, batin Alma.
Sesampainya di depan ruang OSIS dan MPK, Dani mengajak Alma duduk bersila di lantai. Di depan ruang MPK dan OSIS memang ada area cukup luas. Para pengurus OSIS dan MPK sering berkumpul di situ untuk sekedar ngobrol jika di dalam ruangan di rasa sumpek. Iqbal lanjut masuk ke ruang OSIS.
~~~
"Mau observasi ke mana jadinya?", tanya Dani membuka diskusi mereka berdua.
"Nindi sama Safira ke Superindo. Anak-anak lain tadi aku dengar pada pilih pasar yang dekat-dekat, sih. Kalo aku maunya yang agak beda gitu sih. Tapi di mana ya. Kalo sama semua kayak anak-anak takutnya presentasi kita nanti boring. Ya gak sih? Piye menurutmu", tanya Alma.
"Heeh seh, podho. Aku yo mikir gitu", Dani tampak berpikir sesuatu. "Mau ke MATOS?" tawar Dani tiba-tiba.
MATOS itu Malang Town Square. Letaknya di pusat kota Malang, sedangkan rumah Alma berjarak kurang lebih 40 menit perjalanan jika memakai motor. Kalau naik angkot harus oper 2 kali angkot.
"Kadohan, Dan", kata Alma.
"Rumahmu dimana?", tanya Dani.
"Di belakang kostrad situ", jawab Alma.
"Ta jemput wes. Aku tadi planning gini, pagi kita observasi di pasar minggu di jalan Ijen tu. Siangnya kita bisa mampir MOG atau MATOS. Kita buat perbandingannya", jelas Dani.
"Apik sih idemu. Berarti minggu??? Dirimu ada motor?", tanya Alma.
"Aku nawari jemput mbo pikir aku jemput pake opo? Angkot? Ojek?", Tanya Dani.
Alma tersenyum. Ternyata Dani bisa juga bercanda. "Oke lah deal. Nanti aku izin ibukku dulu ya. Minggu jam berapa?", Tanya Alma.
"Jam setengah 6 pagi ya aku jemput", kata Dani.
"Bushet, gak sekalian subuh?", tanya Alma kaget.
"Pasar minggu itu adanya pagi, Alma. Jam 9 jam 10 sudah buyar", kata Dani.
"Ya wes. Manut", jawab Alma. "Minta nomor HPmu donk. Biar enak ntar tek tok-annya"
Dani memberikan nomor HPnya, kemudian Alma menelepon nomor tersebut. "Nah, itu nomorku. Yang belakangnya 700" kata Alma.
"Oke. Ta simpen yo", kata Dani.
[Ketua Geng Kepo] Dani menyimpan nomor Alma dengan nama tersebut. Ia tersenyum tipis.
Alma tidak pernah ke pasar minggu di kota Malang. Selama ini ia cuma anak kabupaten, pinggiran kota Malang. Pergi ke kota mungkin sekali setahun saat mendekati lebaran. Karena itu ia bersemangat sekali dengan ide Dani.
Ia juga senang karena ternyata Dani semenyenangkan itu saat diskusi. Saat tau dia dipasangkan dengan Dani, ia membayangkan betapa beratnya nanti tugas itu. Ia pikir Dani akan acuh tak acuh. Tapi ternyata dia sudah punya rencana bagus supaya tugas mereka bisa diselesaikan dengan baik. Tapi kenapa di kelas dia seperti itu? Seperti dua orang yang berbeda.
Setelah berdiskusi, mereka berdua segera memasuki aula untuk mengikuti pertemuan OSIS dan MPK. Alma duduk di barisan belakang bersama teman-temannya yang berasal dari kelas lain. Di depan ia melihat Bara sedang sibuk berdiskusi dengan guru pembimbing.
Alma memang menaruh rasa terhadap Bara sejak MOS. Dia kagum dengan paras Bara dan sikap ramahnya. Kesalahannya adalah ia menceritakannya pada Safira. Sahabatnya itu malah terus-terusan menggodanya soal Bara. Bara menjabat sebagai ketua Komisi Umum di MPK. Alma berharap bisa masuk di komisi yang sama dengan Bara. Seusai pertemuan ini mereka akan berkumpul masing-masing (OSIS dan MPK tersendiri), untuk mengumumkan di divisi dan komisi mana mereka akan menjabat selama setahun ke depan.
Alma baru ingat ia belum mengabari ibunya jika hari ini pulang terlambat. Ia segera mengeluarkan ponsel dan mengirim pesan ke ibunya. Ibu Alma sangat protektif, jika Alma pulang terlambat ia pasti selalu menelepon. Kalau Alma tidak memeriksa HPnya, kadang telepon dari ibunya tidak terangkat. Maka ibu Alma akan menelepon semua teman-teman Alma yang ia tahu. Untuk memastikan kondisi Alma. Karena itu ibu Alma akan menyalin semua nomor teman teman Alma yang ada di HP Alma.
~~~
