Bab 4
"Kau mau membawaku kemana? Sepertinya jalan ini ke rumah utama. Hey apa kau sudah gila! Aku mau turun di sini saja... berhenti ku bilang!"
Ckit!
Suara bunyi rem mendadak terdengar jelas di telinga mereka. Alan melirik Vale yang ingin keluar dari mobil BMW mewahnya.
"Coba saja kau keluar aku pastikan kita akan melakukannya di sini."
"Apa kau tuli hah! Aku tidak mau ke rumah itu dan berhenti mengancamku, Alan."
"Kita akan tetap ke sana karena itu rumahmu!" tanpa menghiraukan caci maki Vale. Alan tetap membawa Vale ke rumah utama mereka yang dulu pernah mereka tinggali bersama.
Menempuh perjalanan selama 30 menit dengan banyak drama akhirnya sampai di depan pintu mewah pagar hitam sudah ada penjaga yang membukanya menyambut mereka. Alan turun dari mobil tanpa Vale yang masih betah bertahan diam di dalam mobil.
Tanpa memaksa Vale turun Alan bersandar ke tiang kokoh rumahnya dengan menghisap rokok sambil melihat Vale yang masih tetap bertahan di dalam mobilnya. Beberapa pengawal dan pelayan pura-pura tak melihat interaksi mereka karena mereka sudah bersumpah agar tidak mengeluarkan info atau gosip apapun ke orang luar. Karena Alan mempunyai seorang bodyguard yang sangat kejam dan tegas. Abizar akan menghukum siapa pun yang berani membocorkan urusan pribadi bosnya.
Alan melihat ponselnya yang bergetar sejak tadi tanpa ragu pria itu menerima panggilan itu. Hal itu tak luput dari perhatian Vale yang menatap sinis dari dalam mobil.
'Aku tak perduli kalau sekarang aku sudah miskin. Aku tak perduli kalau Ayah sudah menikah lagi di luar sana. Aku juga tidak perduli dengan apa yang sudah ku miliki di rebut orang lain. Tapi aku tak sudi kalau harus kembali lagi bersamanya sudah cukup hati ini tersakiti. Sudah cukup hati ini tak baik-baik saja. Aku tak mau terjebak dengan hubungan toxic,' monolognya.
Melihat ada kesempatan kabur dari Alan yang sedang bicara serius dengan seseorang di telepon membuat Vale diam-diam keluar dari dalam mobil. Alan yang lengah terkejut melihat pintu mobil itu sudah terbuka tak ada Vale di dalam sana langsung berteriak meminta penjaga yang berada di sana mencari Vale. Karena Vale itu tahu letak di mana pintu rahasia untuk keluar dari rumah itu.
"Cepat cari jangan sampai Nyonya kalian pergi karena aku tidak segan-segan akan menghilangkan nyawa kalian!" maki Alan dengan mimik wajah menakutkan.
'Aku tidak akan melepaskanmu kali ini tidak perduli seberapa bencinya kamu kepadaku. Aku akan menghukummu Vale,' ucapnya dalam hati.
Vale berlari tanpa berhenti dengan kencang menuju lorong bawah tanah yang dia tahu akan membawanya keluar dari rumah itu. Dia tidak mau kembali ke rumah utama. Karena rumah utama di mana dia memergoki Alan tidur bersenggama bersama kekasihnya.
Sepanjang jalan air matanya mengalir deras membasahi pipinya. Dari kejauhan dia melihat ada cahaya dan pagar pintu yang di gembok sejak dulu. Setelah berhasil keluar dari lorong itu baru saja dia berhenti mengambil napas tiba-tiba tubuhnya sudah diangkat ke atas bahu oleh seseorang.
"Aaaa!... Turunkan Aku!"
"Diam! Atau aku akan mengurungmu di bawah sana di temani tikus-tikus menjijikan."
"Aku tidak mau kembali ke rumah itu jangan memaksaku!"
"Tempatmu di sini selamanya akan di sini. Kau hanya salah paham aku tidak pernah berhubungan dengan Violet di rumah ini."
"Tidak! Dasar pembohong bajingan masih saja berkelit!" Vale memukuli punggung Alan, menarik rambut Alan dan berontak tak tentu arah sampai mereka jatuh berdua ke halaman berkali-kali. Drama mereka berdua menjadi tontonan gratis para pelayan dan penjaga untuk menggibahinya.
"Tuan Alan memang masih mencintai Nyonya. Aku sering sekali melihatnya menatap foto album pernikahannya di ruang kerja. Diam-diam tuan Alan memerintahkan tuan Abizar untuk memata-matainya."
"Hus! Jangan menggosip cepat kerjakan pesanan Tuan Alan jangan sampai salah," tegur kepala pelayan di rumah itu kepada dua pelayan yang sedang asyik menggosip seketika mereka langsung diam.
Setelah perjuangan yang melelahkan membawa Vale ke dalam kamarnya. Alan meminta Vale mandi dan makan bersamanya.
Vale yang kesal masih bertahan dengan bibir mengatup rapat yang terlihat lucu di mata Alan. Setelah memastikan pintu kamar dan balkonnya tertutup rapat Alan mandi meninggalkan Vale yang masih betah merajuk.
Vale memutari kamar luas itu mencari celah untuk kabur lagi, tapi apesnya tak ada satu pun yang bisa membantunya untuk pergi dari kamar Alan.
Alan yang sudah selesai mandi keluar hanya memakai handuk yang menutupi senjatanya. Tanpa sungkan pria itu membuka handuknya di depan Vale. Membuat Vale semakin murka ingin memukulnya.
"Kenapa? Kau sudah biasa melihatku seperti inikan?"
"Ya... Bahkan setiap wanita selalu ingat bentuk tubuhmu. Hanya aku yang sudah lupa dengan semuanya bahkan sedikit pun tak mau mengingatnya. Jadi jangan repot-repot untuk menggodaku karena Aku tidak minat."
"Wow... Tajam sekali lidahmu itu Nona Vale. Tidak apa-apa aku paham karena sudah lama kita tidak bertemu tentu saja sedikit lupa. Tapi... bagaimana dengan kau yang dulu selalu menginginkannya. Malah aku tak yakin kalau kau kuat dengan godaannya," tantang Alan.
"Cih... Dasar cabul! Aku makin muak saja denganmu. Sebenarnya apa yang kau inginkan dariku, tuan Alan?"
"Huh... Sangat tidak sabar masih seperti dulu," seloroh Alan yang berjalan mendekati Vale yang berdiri waspada melihatnya.
"Aku ingin kau menjadi kekasih gelapku, menuruti apa yang aku inginkan. Aku tidak akan pernah melepaskan Violet karena aku masih menginginkannya. So... Kalau kau menolak aku tetap akan memaksamu, nona Vale. Untuk sekarang aku tidak akan pernah memaksamu melayaniku. Tapi nanti kau sendiri yang akan mendatangiku," urai Alan dengan seringai jahat di wajahnya.
"Mimpi!" ucap Vale yang mendorong keras tubuh Alan kemudian masuk ke dalam kamar mandi sambil menutup pintu dengan kencang. Alan tersenyum menatap punggung Vale yang kesal setelah mereka berdebat panjang.
Karena sudah malam Alan membuka pintu kamar mandi dengan kunci cadangannya. Dia memaksa wanita itu untuk tidur di ranjang bersamanya.
"Tidurlah jangan banyak drama sudah malam jangan berpikir keras untuk kabur dari rumahmu."
"Diamlah jangan banyak bicara kalau tak ingin besok pagi tidak ingin aku pergi sialan! Mmph... "
Alan mencium Vale yang masih saja merajuk tangannya menahan belakang kepala Vale agar tak melawan. Alan tak berhenti sedikit pun menciumnya sampai Vale memukul-mukul dada bidang lebar Alan yang penuh dengan tato.
"Yak! Kau mau buatku mati!"
"Tidurlah sudah hampir pagi, kau pasti lelah jangan membuatku melakukan lebih."
"Kenapa kau melakukan ini kau tahu kita tak lagi bersama. Apa hubunganmu dengannya sedang tak baik-baik saja?"
"Jangan membahas orang lain kalau kita sedang bersama, tidurlah sudah hampir pagi."
Hening
Tak ada jawaban membuat Alan menundukkan kepalanya melihat wajah Vale yang sudah tertidur membuat hati Alan menghangat mengenang moment ini terulang lagi.
"Dasar mata bantal baru sebentar kamu bicara sekarang sudah tertidur," gumamnya sambil memandangi wajah Vale yang tambah dewasa semakin cantik.
"Maaf membuatmu kesal, inilah caraku mendapatkanmu kembali," gumam Alan sambil memeluk erat Vale yang sudah tertidur.
