Bab 3
"Kau habis dari mana Vale?" tanya Cathy yang sejak tadi menunggunya.
"Maaf... Aku tadi ada urusan sedikit, kenapa belum tidur?"
"Owh, aku belum mengantuk saja. Emm... Vale tadi Ibuku telpon memintaku pergi ke rumah Tante Nana. Tanteku sakit tak ada yang mengurusnya. Bisakah Aku pinjam mobilmu kesana?"
"Kau itu bagaimana pakai saja jangan sungkan. Apa aku boleh ikut?"
"Ah... tidak! Jangan. Aku hanya sebentar saja. Kamu di rumah saja tidak apa-apakan?"
"Ok baiklah, ini kunci mobilnya kamu hati-hati di jalan."
Tanpa curiga kepada Cathy, Vale mengantarnya keluar rumah sampai wanita itu pergi mengendarai mobilnya.
Vale masuk ke dalam rumah dia berjalan menaiki tangga menuju kamar. Sudah tiga hari wanita itu menginap di rumah temannya.
Vale mempunyai harta gono gini dari mantan suaminya tapi dia tidak pernah menghuni rumah mewah yang diberikan mantan suaminya. Beberapa mobil mewah pun berdebu digarasi rumah itu. Dan beberapa aset seperti properti dan restoran tidak pernah dia urus.
Meskipun begitu Alan tidak diam saja. Dia selalu memerintahkan orang kepercayaannya untuk mengawasi semua aset yang sudah dia berikan kepada mantan istrinya. Kekecewaan Vale kepada Alan begitu besar hingga dia sulit untuk memaafkannya.
Tak jauh dari rumah Cathy ada dua mobil yang sedang mengawasinya. Alan yang menunggu kepergian Cathy kini bersiap-siap keluar dari mobil menekan earphone lalu berbicara.
'Kalian berjaga di sini biar aku dan Abizar yang akan masuk ke dalam.'
'Baik Tuan!' ucap dua orang pengawal yang berada di depan kemudi dan satu mobil di belakangnya.
Alan turun bersama temannya tampak suasana di jalan begitu sepi karena memang sudah pukul 22.00 malam di sekitaran komplek itu sudah sangat sepi. Alan meminta Biza membuka pintu rumah yang terkunci dari dalam. Tanpa kesulitan pria itu membukanya. Mereka masuk dengan langkah pelan menelusuri setiap sudut ruangan. Pandangan Alan tertuju ke lantai atas tepatnya di kamar yang pintunya terbuka sedikit.
Wajahnya berpaling ke arah Abizar yang juga mendongakkan kepalanya ke lantai atas. Ditatap seperti itu membuat Abizar terkekeh geli melihat temannya yang melototinya. Abizar pun langsung menepuk bahu Alan kemudian berkata sambil mengejek.
"Kau pastikan di dalam sana mantan istrimu jangan kau ulangi kejadian tiga tahun yang lalu membuatmu menceraikannya," ejek Biza.
"Cih! Urus saja masalah percintaanmu itu yang tidak jelas," ujar Alan kesal melihat temannya yang sok menasihati.
Alan berjalan menaiki tangga ke lantai atas menuju pintu kamar yang sedikit terbuka. Setelah sampai di depan pintu kamar pelan-pelan Alan mendorong pintu tubuhnya masuk ke dalam kamar yang berwarna pink.
Sungguh hatinya sedikit geli ingin tertawa dengan nuansa kamar temannya yang serba pink. Mengingat temannya itu sangat tomboy yang tidak ada manis-manisnya. Cathy manager keuangan di perusahaannya yang dikenal Alan sejak dia bercerai dengan Vale pasca sebulan setelah bercerai. Tanpa sepengatahuan Vale, Alan mempekerjakan Cathy di perusahaannya.
Suara gemericik air terdengar begitu deras. Alan pastikan ada Vale yang belum selesai mandi. Karena dia melihat ada baju yang tadi siang bekas wanita itu pakai tergeletak di atas ranjang.
Alan berdiri di sudut ruangan sambil tangannya bersedekap di dada bidangnya menunggu Vale. Pandangannya tak lepas dari pintu kamar mandi.
Vale yang sudah selesai mandi keluar dengan memakai handuk yang hanya menutupi bagian dada sampai bokongnya saja. Terlihat begitu seksi di mata Alan. Sambil bernyanyi-nyanyi Vale membuka lemari pakaian mencari piyama dan pakaian dalam.
Dia membuka handuk lalu memakai pakaian dalam. Vale yang sibuk membuka kancing piyama dibuat terkejut dengan siulan seseorang di dalam kamar. Seketika dia terkejut histeris melihat Alan yang sedang berdiri tak jauh darinya.
"Aaa! Se... sedang apa kau di sini kenapa bisa masuk ke rumah ini!" ucap Vale yang sangat terkejut dengan sosok pria di dalam kamarnya.
"Mudah bagiku masuk ke sini Vale. Apa kau lupa dulu aku pernah diam-diam masuk ke kamarmu... Hem."
"Brengsek! Keluar kau! Dasar gila! Berani-beraninya masuk ke rumah orang lain. Pergi!" usirnya.
"Syuut... Tenang sayang, kau harus ikut bersamaku mulai sekarang jangan menumpang di rumah orang lain. Terima tawaranku atau kita akan melakukan apa yang dulu pernah kita lakukan sejak kita masih menjadi pasangan suami istri."
"No! Never!" sentak Vale yang berusaha kabur dari Alan. Tapi sayang gerakannya sudah terbaca oleh Alan. Pria tampan itu langsung menyeret Vale ke ranjang lalu menindih tubuhnya dan mengunci kedua tangan Vale yang berusaha melawan ke atas kepalanya.
"Ikut denganku atau aku akan meminta kau melayaniku di sini," ancam Alan dengan wajahnya yang begitu dekat dengan wajah Vale.
"Minggir... Kau itu sudah keterlaluan! Hubungan kita sudah berakhir jangan ganggu hidupku lagi!"
"Jangan membuatku bertambah kesal. Apa kau tidak merasa malu dengan tuntutan hutang Ayahmu yang menggunung, Nona Vale. Bahkan tubuhmu saja tak cukup untuk membayarnya."
"Ambil semua apa yang aku miliki tapi tidak dengan tubuhku!"
"Ha ha ha... Lucu sekali kau pikir berapa banyak uang yang kau miliki hah!"
"Aku akan membayarmu tenang saja teman dekatku di London akan membantuku jadi lepaskan aku sialan!"
Mendengar kata teman dekat dari London dari mulut Vale langsung membuat hati Alan panas dan murka. Tanpa diduga Alan menggigit leher putih Vale dan memberikan banyak tanda hickey di lehernya.
"Aaa... Lepas! Jangan!" Vale berusaha berontak dalam cengkraman Alan. Dengan susah payah tangannya menarik rambut Alan sampai pria itu meringis. Tak mau kalah Alan mencium bibir berbentuk love itu dengan buas. Setelah puas mencium Vale pria itu berdiri tegap sambil menatap lapar tubuh Vale tangannya membuka satu persatu kancing kemejanya.
"Stop! Baik! Aku akan ikut tolong jangan lakukan ini. Aku mohon... Please," mohon Vale sambil meneteskan air mata.
'Oh shit!' maki Alan kepada dirinya sendiri. Dari dulu dia begitu lemah dengan air mata mantan istrinya itu. Setelah menenangkan dirinya yang sudah menegang Alan menatap Vale lalu berkata.
"Pakailah pakaianmu ikut Aku. Ku tunggu dibawah kalau sampai kau berniat kabur dariku, ku pastikan kau tidak akan pernah lagi bertemu dengan Ayah dan temanmu itu," ancam Alan yang memutar tubuhnya lalu pergi meninggalkan Vale yang melipat bibir menahan tangisnya.
Alan menuruni tangga berjalan ke arah Abizar dengan kemeja bagian atas masih terbuka yang memperlihatkan tato naga terpampang jelas di dalamnya. Abizar yang menunggunya di sofa sambil menikmati rokok menatapnya remeh.
"Ck... Kenapa sebentar saja apa senjatamu itu sudah tidak berfungsi lagi, payah!"
"Shut up! Jangan membuatku ingin menghajarmu sekarang juga."
"Ha ha ha... Dasar playboy! Di mana dia kenapa belum turun juga, jangan sampai wanita itu berbuat nekat, Alan."
Belum sempat Alan menjawab dari atas tangga sudah terlihat Vale yang sedang menuruni tangga. Walaupun wajah wanita itu terlihat sedih tapi aura kecantikannya tetap memancar. Rambut brown indah bergelombang, alis tebal tanpa sulam, hidung mancung sempurna, wajah oval dengan lesung pipit dipipinya yang merona. Memakai dres jingga selutut membuat wanita berusia 26 tahun itu semakin cantik.
Hebatnya seorang Abiza4 yang tak gampang mengagumi wanita sampai bersiul sempat terpesona melihatnya.
"Jaga matamu kalau tak ingin ku colok," ancam Alan yang hanya dilirik malas oleh Abizar.
"Ku pastikan kali ini kau tak akan melepaskannya. Jangan sampai kau menyesalinya. Dan jangan sampai aku sendiri yang akan mendatangi kekasih manifulatifmu itu. Kau pergilah berdua biar aku pergi bersama pengawalmu," tukas Abizar yang beranjak dari duduknya menatap sekilas Vale tanpa menyapa lalu pergi meninggalkan mereka berdua.
"Kau akan membawaku kemana?" tanya Vale yang sudah berdiri di hadapan Alan.
Alan masih diam tak bergeming melihat Vale yang berdiri di hadapannya. Dengan gaya angkuhnya dia berkata yang terdengar ambigu di telinga Vale.
"Kerumahmu yang sudah begitu lama kau tinggalkan."
