KABAR DUKA
Sebuah televisi di kantor pengacara muda Lionel Richie Lim tengah menayangkan berita para artis. Tampak sebuah siaran ulang wawancara tadi malam oleh para wartawan infotainment kepada model sekaligus artis papan atas, Violin Xiu Djokosoetopo.
“Sebenarnya aku nggak ada hubungan dengan ini, tapi kalian bertanya padaku, baiklah apa boleh buat? Aku akan bicara sesuai dengan apa yang aku lihat malam itu. Aku melihat sendiri Lea menyetir mobil itu setelah meninggalkan pesta. Tapi itu hanya di area Pasifik Palace, setelahnya aku nggak jamin bagaimana bagaimananya, oke? Kalian pikirkan saja sendiri, sekarang netizen merangkap sebagai detektif, bukan?” ucapnya diakhiri dengan senyuman sebelum meninggalkan kerumunan wartawan.
Leo tanpa sadar meremas kertas dokumen di atas mejanya. Pria itu adalah orang pertama yang tidak percaya jika pengemudi Mazda penabrak Taksis bukanlah sang artis, melainkan supir sang artis.
Sementara itu, di rumah sakit tempat Taksis saat ini dirawat. Ney baru saja kembali dari membeli kopi. Pria itu berjaga di luar ruangan ICU sepanjang siang dan malam menunggu istrinya kembali sadar pasca operasi.
Bu Sherly juga baru saja pulang untuk mengurus Yuka. Seharusnya saat ini ia akan sendirian. Akan tetapi, Ney agak terkejut melihat sosok Violin di sana, di kursi tunggu yang sebelumnya ia duduki.
Ternyata, putri Presdir Xanders Djokosoetopo itu sudah tahu jika korban penabrakan yang baru-baru ini viral adalah Taksis.
“Ney!” panggil Violin.
“Violin?”
“Halo, Ney!”
Neymar tersenyum kecil. Sayangnya di tangannya hanya membawa satu gelas kopi, sehingga tidak bisa menawari Violin.
“Bagaimana keadaan Taksis sekarang, Ney? Aku baru saja melihat ada perawat yang masuk ruang ICU.” Tanya Violin diikuti dengan informasi.
“Dia masih belum sadar. Kata dokter kami harus menunggu dan melihat kondisinya,” jawab Neymar.
“Semangat lah, Ney! Taksis adalah orang baik, Tuhan nggak akan diam saja melihat ini. Oiya, papaku bilang kamu bisa menunda pertemuan investor sampai kamu siap. Bagaimana pun, kami semua tahu kalau kamu sangat sedih sekarang,” ujar Violin sekaligus menyampaikan pesan papanya kepada Neymar.
“Terima kasih banyak.”
Tak lama, seorang perawat yang tadi dikatakan oleh Violin tiba-tiba keluar dalam keadaan panik.
“Nama pasien Taksis ... tekananya menurun sangat rendah. Emergency call!”
Lorong yang tadinya tenang tiba-tiba digetarkan oleh langkah kaki dokter dan para nakes. Melihat suasana yang berubah tidak tenang itu, Neymar dan Violin ikut panik.
“Ney, apa yang terjadi?” tanya Violin, tetapi tidak mendapatkan jawaban dari Neymar.
Kembali tenang, saat dokter dan para nakes masuk semua ke dalam ruangan ICU, semua menjadi hening. Serasa menghitung mundur, Neymar menyatukan kedua telapak tangannya berdoa agar istrinya baik-baik saja.
Tak lama, pintu ruang ICU dibuka. Seorang pria dengan stetoskop mengalung, keluar dari ruangan itu sembari membuka masker.
“Dokter, bagaimana keadaan istri saya, Dok?” tanya Neymar.
“Saya minta maaf.”
Deg!
Seketika dunia pria itu runtuh. Lidahnya menjadi kelu dan tenggorokannya terasa tercekat. Dua netranya berembun sebelum sepersekian detik kemudian meneteskan air matanya.
“Ya, Tuhan. Taksis?” gumam Violin, membekap mulut dengan kedua telapak tangannya sendiri.
Sudah selesai. Semua harapan untuk hidup bersama pupus hari ini juga. Sukma sudah meninggalkan raga, tinggal lah air mata orang-orang yang merasa ditinggalkan sebagai pengiring kepergian Taksis.
Violin yang tampak lebih ketimbang Neymar, gegas menghubungi orang yang bisa ia hubungi untuk mengabarkan berita duka ini. Leo, Katrina, dan Tante Monica. Semua ia telepon satu per satu. Sementara Neymar, pria itu dengan langkah kaki terseok-seok masuk ke dalam ruang ICU untuk bertemu dengan jasad sang istri.
Berita kematian Taksis menyebar dengan cepat. Katrina segera memperingati suaminya.
“Halo, Nick! Di mana kamu?” tanya Katrina.
“Kenapa?” Nick balik bertanya.
“Kalau kamu lagi sama artismu, beri tahu managernya untuk mengadakan konferensi pers yang tepat. Karena jika dia mengacaukannya, artismu itu akan dipenjara karena telah membunuh orang,” jawab Katrina masih berteka-teki pada lawan bicaranya.
“Maksud kamu apa?”
“Taksis meninggal, Nick.”
“Apa!?”
Seolah mendapatkan firasat. Pelaku penabrakan terhadap Taksis, siang ini kembali tersentak dari tidurnya. Sudah berkali-kali, gadis itu dihantui oleh mimpi buruk yang sama.
“Nggak!”
Lea merasa lega mendapati dirinya sedang berada di kamar dan bukan di ruang ICU seperti di mimpinya.
“Kenapa aku mimpi itu lagi, ya Lord ....”
Jam dinding analog di kamarnya menunjukkan pukul 13.35 waktu Indonesia bagian barat. Ia sudah merasa berbaring sepanjang hari, tetapi waktu seolah berhenti berputar.
Diraihnya sebuah remote televisi di atas nakas. Lea hendak mengusir rasa bosannya dengan melihat acara televisi siang ini. Namun, baru saja akan menekan tombol power, sahabatnya muncul untuk menghentikannya.
“Lea! Stop! Jangan nyalakan TV!” teriak Sella kemudian buru-buru lari untuk merebut remote TV dari tangan Lea.
“Kenapa?” tanya Lea.
“Teknisi bilang hari ini sinyal channel TV bermasalah. Jadi, kamu nggak bisa nonton TV untuk sementara, oke?” bohong Sella. Aslinya agar Lea tidak melihat berita di TV mengenai dirinya dan kecelakaan itu.
“HP ku mana?” tanya Lea mencari iPhone miliknya.
“Ada. Kamu lapar nggak? Aku buatkan bubur, ya?” Sella mengalihkan topik pembicaraan.
Gadis itu mengangguk ingin bubur. Sella membawa remote bersamanya dan tidak lupa diam-diam mencabut kabel TV.
Ditinggal oleh Sella yang sedang sibuk membuat bubur untuk dirinya di dapur. Lea teringat masih memiliki tab di laci nakas. Dinyalakannya benda mirip layar laptop itu. Membuka sosial media berlogo huruf F sebuah fanpage milik Congor Turah memposting ulang wawancara kepada Bang Etan.
“Aku mau berterima kasih kepada semua orang yang datang untuk mendengar kebenaran ini. Jadi, semua orang telah mendengar rumor bahwa Lea Crystal terlibat dalam kecelakaan mobil yang menabrak seorang wanita. Aku konfirmasi dan katakan sekali lagi dan untuk terakhir kalinya, Lea Crystal sama sekali tidak terlibat dalam kecelakaan itu. Karena malam itu, Lea Crystal pulang bersamaku,” ucap Bang Etan pada konferensi pers pagi ini.
“Kenapa Violin mengatakan dia melihat Lea Crystal keluar Pasifik Palace?” tanya salah seorang pers.
“Aku juga nggak tahu. Anda harusnya bertanya kepada Violin apakah dia melihat itu sebelum atau sesudah kejadian?”
“Bang Etan, maksud Anda apakah Violin berbohong?”
“Bohong tidak itu hanya yang ngomong yang bisa mengakuinya.”
“Ada saksi yang mengatakan dia mendengar suara wanita di lokasi kejadian dan bukan Temon supir pribadi Lea Crystal, bagaimana Anda menjelaskannya?”
“Aku yakin sekali Lea Crystal tidak memiliki keterlibatan dalam kecelakaan itu. Suara yang didengar oleh saksi tersebut kemungkinan besar adalah warga yang datang untuk menolong.”
PRAKKK!
Benda pipih mirip dengan layar laptop itu seketika jatuh ke lantai keramik setelah terlepas dari tangan Lea. Gadis itu benar-benar gemetar sekarang. Siluet-siluet malam itu menjadi sangat jelas.
Pesta itu, serangan di tempat parkir oleh ayah tirinya, dan kecelakaan itu. Semua berputar dengan runut dan sangat nyata di kepalanya.
“Apa? A—aku menabrak se—seorang?
Aku menabrak seseorang?”
Lalu, mimpi buruk itu seketika menjadi kenyataan. Lea syok melihat kenyataan sebenarnya dialah pelaku penabrakan terhadap wanita itu, bukan supirnya.
“Aku pembunuh? Nggak ... aku membunuh wanita itu ... NGGAAAAAAKKKK!”
Di sudut kamar, Lea menangis sejadi-jadinya menyesali kejadian malam itu. Ia meski belum tahu pasti kondisi korbannya saat ini, tetapi rasa bersalahnya sudah lebih dulu datang untuk mencekiknya.
“Neymar!” seru Taksis. “Aku kangen kamu. Aku cinta sama kamu! Apa kamu mendengar aku, ha!?”
“Tapi, tapi aku ingin menjadi istrinya. Aku ingin menjadi istrinya. Aku ingin menjadi istrimu, Ney ... huwaaaa!”
“Kenapa kamu selalu ingin pergi dariku? Bukankah kamu sangat mencintaiku? Bukankah kamu sangat ingin menjadi istriku?Apa kamu lelah terus mencintaiku, Sis? Kenapa kamu menyerah sekarang? Ayo kita merawat Yuka dan bayi kita bersama, bukalah matamu dan lihat aku, Sis! Aku sudah kembali dan membeli banyak manisan jambu untukmu. Taksis ... kumohon lihat aku ....”
