Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

DEMI REPUTASI KELUARGA

“Lea, mau ke mana kamu?”

Sella mencegah Lea yang baru saja keluar kamar dengan tampilan siap keluar rumah. Seharusnya gadis itu tetap berada di kamar sebelah Bang Etan mengizinkan dirinya untuk bepergian.

“Ini bukan mimpi, Sel. Aku benar-benar menabrak orang dengan mobil itu. Aku harus menyerahkan diri. Aku nggak bisa membiarkan Temon menebus kesalahanku,” jawab Lea tidak bisa lagi menunggu izin dari siapa pun.

“Nggak! Lea, stop!” cekal Sella menghentikan langkah Lea.

“Lepaskan aku, Sel!”

“Tolong jangan ke mana-mana! Biarkan Bang Etan membersihkan semua ini, oke?” bujuk Sella.

“Nggak! Lepaskan aku!”

“Lea!”

Dua sahabat itu sedang berdebat. Lea merasa harus bertanggung jawab atas apa yang sudah ia lakukan malam itu setelah ingatannya kembali. Sementara Sella tidak bisa membiarkan Lea pergi meninggalkan kondominium sesuai dengan perintah dari Bang Etan.

Sedang berdebat, tiba-tiba wanita yang selalu memakai pakaian formal dan menaikkan rambutnya seperti seorang pramugari maskapai penerbangan, datang mengejutkan keduanya.

“Anak manja, mau ke mana kamu!?” bentak Nyonya Karmen Odelia yang tidak lain dan tidak bukan adalah ibu dari Lea Crystal Chuaca.

“Ke kantor polisi. Aku akan menyerahkan diri,” jawab Lea.

“Jangan bodoh!” maki Nyonya Karmen sembari menoyor kepala putrinya.

“Awww!” pekik Lea.

“Kegilaan apa lagi yang akan kamu lakukan, hah!? Untuk apa kamu menyerahkan diri!?”

Wanita itu meneriaki anak gadisnya tepat di wajah. Kesal setengah mati, Karmen tidak tahan lagi terus ditentang oleh Lea.

“Mom!”

“Tahukah kamu bahwa hari ini aku harus membatalkan semua acaraku untuk berlarian ke sana ke mari menyelesaikan masalah yang sudah kamu buat? Sekarang apa kamu ingin membuat lebih banyak masalah lagi?” omel Karmen masih pada putri semata wayangnya itu.

“Aku nggak pernah meminta kamu untuk membantuku!” bantah Lea.

Mengabaikan ibunya. Lea melewati Karmen dan Sella untuk tetap keluar dari unit. Akan tetapi, Sella segera mengejar sebelum gadis itu mencapai pintu.

“Lea! Lea, tunggu! Lea, kamu nggak bisa menyerahkan diri,” cegah Sella.

Gadis yang sebaya dengan Lea itu tahu konsekuensinya jika sampai Lea nekat menyerahkan diri kepada polisi yang dipenjara tidak hanya Lea, tetapi semua orang yang terlibat memanipulasi kronologi kecelakaan yang sebenarnya.

“Biarkan dia pergi, Sel!” seru Karmen, kemudian ia berjalan mendekati putrinya yang sudah di ambang pintu. “Bagus, biarkan dia pergi dan menerima kenyataan. Etan dan Temon akan dipenjara karena telah memberikan pernyataan palsu. Mereka bertiga akan sama-sama membusuk di penjara,” tukas Karmen membuat Lea ciut nyali.

“Mom?”

“Kenapa? Apa nggak cukup hidupmu saja yang berantakan, sampai-sampai kamu harus mengacaukan hidup orang lain juga? Nggak hanya 2 orangmu itu yang akan dipenjara, tapi semua bisnis akan menjadi kacau karena ulahmu itu! Sinetron dan semua pekerjaan kamu, bagaimana kamu membayar semua kontrak itu? Kemudian bagaimana dengan pemberitaan media? Artis papan atas ditangkap polisi dan dipenjara karena membunuh orang? Perusahaan yang mempekerjakan kamu akan mengalami banyak kerugian, apa semua itu sepadan dengan keberanian bodohmu yang hendak menyerahkan diri ini?” cerca Karmen sembari menoyor noyor jidat putrinya berkali-kali.

“Awww!”

“Dengar, Lea! Kamu selalu menyebabkan masalah. Tapi, kamu nggak bisa menyelesaikan masalahmu. Jika kamu nggak ingin itu menjadi lebih buruk dari ini semua, maka diam saja dan mainkan peranmu, jadilah boneka Barbie yang cantik dan patuh, mengerti!?” pungkas Karmen mengeluarkan seluruh kekesalannya pada anak gadisnya.

Semua yang dikatakan oleh mamanya itu seratus persen menyudutkan dirinya lah yang menyebabkan masalah terbesar untuk sang mama. Akan tetapi, Lea tidak menggubris jika seluruh perkataan itu keluar dari mulut wanita yang juga sangat dibencinya. Lea merasa harga dirinya diinjak oleh mamanya sendiri dan kebebasannya direnggut sejak lama juga oleh wanita itu.

“Oh, haruskah aku mengikuti jejakmu? Pencitraan sebagai wanita suci untuk menutupi kebusukan diri sendiri?” balas Lea, menatap jijik pada wanita yang telah melahirkan dirinya 21 tahun yang lalu.

“Lea!” sentak mamanya.

“Wajahku nggak setebal itu!” lanjut Lea masih dengan konteks menghina mamanya.

“Jika wajahmu tipis, maka kembalilah ke luar negeri! Jangan menari-nari untuk mencari nafkah dan tidur dengan pria-pria, itu sangat membuatku malu! Aku akan mendukung kamu jika kamu mau tinggal di luar negeri. Beri tahu aku berapa banyak uang yang kamu inginkan? Aku bisa memberikan segalanya untuk satu-satunya anak yang kupunya,” ujar Karmen berharap Lea berhenti menjadi artis dan sembunyi di luar negeri, menyelesaikan studinya, maka Karmen akan membayar denda seluruh pelanggaran kontrak.

Bagi Karmen, tidak masalah menggelontorkan uang miliaran rupiah asal putrinya itu tidak terlihat olehnya juga suaminya.

“Haha! Kamu sebut ini mendukung? Ini namanya mengusir. Kamu mengusirku ke luar negeri karena kamu ingin berbisnis dengan bandot tua itu. Kamu nggak pernah mencintaiku dan selalu menganggap aku duri di hatimu! Asal kamu tahu, aku sangat membencimu,” balas Lea. Setiap kalimatnya penuh dengan tekanan menahan agar tidak sampai mengumpat.

“Lea, cukup!” sentak Karmen disertai mata yang melotot nyaris keluar dari kelopak matanya.

“Hah!? Karmen Odelia yang dianggap semua orang adalah seorang malaikat aktivis amal dalam masyarakat, sebenarnya adalah seseorang yang lapar uang. Melakukan segalanya untuk uang, mengambilku dari papaku untuk tunjangan 1 triliun, dasar iblis!”

PLAK!

“Tante?”

Satu tamparan keras pada salah satu pipi Lea tak sempat dihentikan oleh Sella yang sedari tadi berada di antara ibu dan anak itu. Sella yang terlambat menghentikan tamparan tersebut pun langsung menarik Karmen mundur satu langkah menjauh dari Lea.

“Tante, tenang, Tante!”

Sella menggamit salah satu lengan Karmen untuk berjaga-jaga agar tidak ada lagi adegan menampar untuk kedua kalinya.

“Bagus! Aku senang kamu tahu semua sejarahku. Maka kamu juga harus tahu, aku nggak akan pernah membiarkan hidupku hancur karena kecerobohan kamu! Paham kau jalang kecil!” umpat Karmen di puncak emosinya.

“Apa yang terjadi bukan karena kecerobohanku. Apa kamu ingin tahu kenapa itu terjadi? Tanya pada suamimu apa yang sudah dia lakukan padaku!” balas Lea.

Mengakhiri perdebatan dengan mamanya. Lea beringsut melebarkan langkah meninggalkan unit kondominium miliknya. Tak menggubris lagi setiap panggilan padanya.

“Lea!” teriak Sella.

“Kejar dia, Sel!” perintah Karmen pada sahabat putrinya.

“Baik.”

Sella segera berlari mengejar Lea. Sebenarnya meski tanpa disuruh Karmen, ia juga punya niat demikian. Pasalnya, gadis itu sudah dari kemarin penasaran terhadap apa yang terjadi sebelum kecelakaan karena Bang Etan ada bilang bahwa Lea dibius makanya terjadilah kecelakaan tersebut.

“Lea, tunggu!”

Sella berhasil menyusul dan menghentikan Lea.

“Lea, apa maksud kamu barusan? Papa tiri kamu ... apa yang dia lakukan padamu?” tanya Sella.

“Aku akan menjelaskannya padamu, Sel. Sekarang aku ingin mengunjungi orang yang aku tabrak. Biarkan aku pergi melihatnya,” jawab Lea.

Setelah dipikir-pikir lagi, Lea tidak akan menyerahkan diri ke kantor polisi, tidak untuk sekarang. Gadis itu masih memikirkan nasib orang-orang yang sudah terlanjur memanipulasi kronologi kecelakaan dengan niat untuk menyelamatkan dirinya meski tanpa persetujuan darinya.

Begitu berada di lobby kondominium, secara kebetulan dua gadis itu berpapasan dengan Nick yang tadinya ingin mengunjungi Lea.

“Lea, kamu mau ke mana?” tanya Nick.

“Aku ingin mengunjungi wanita itu, Nick,” jawab Lea.

Nick sebenarnya tidak ingin menyampaikan berita duka soal Taksis. Akan tetapi, karena Lea bersikukuh ingin menjenguk Taksis, terpaksa dikatakannya juga.

“Lea, kamu nggak perlu menemui Taksis,” ujar Nick.

“Taksis?”

“Wanita yang kamu tabrak adalah Taksis. Dia adalah kerabatku sendiri,” terang Nick yang justru membuat Lea semakin merasa bersalah mengetahui Nick memiliki hubungan kekerabatan dengan wanita yang sudah ia tabrak.

“Aku minta maaf, Nick. Aku benar-benar nggak bermaksud begitu. Di mana dia sekarang, Nick? Aku akan ke sana, bisakah kamu membawaku bertemu dengan dia? Aku mohon padamu!”

“Kamu nggak perlu lagi melakukan hal itu,” cegah Nick.

“Kenapa nggak boleh?”

Lea mengacak rambutnya. Ia tidak mengerti kenapa semua orang selalu mengaturnya ini dan itu tidak boleh.

“Lea, tenanglah,” hibur Sella.

“Aku nggak bisa tenang sebelum aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kalau dia baik-baik saja sekarang. Kenapa semua melarangku melakukan ini juga itu, bahkan menjenguk —”

“Taksis sudah meninggal, Lea!” potong Nick.

Seketika, Lea merasakan jantungnya berhenti berdenyut. Seketika, nyawanya melarikan diri tidak sanggup menerima kenyataan bahwa pada akhirnya ia benar-benar menjadi seorang pembunuh.

“Di — dia ... meninggal ...?”

Luruh ke lantai. Berita kematian wanita yang telah ia tabrak benar-benar membuatnya syok berat. Kakinya lemas tak mampu menopang tubuhnya. Tenggorokannya terasa tercekat berat tak sanggup berkata-kata apa-apa.

“Lea, Lea, Lea kamu nggak apa-apa?”

“Lea!”

“Lea!”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel