CEMBURU BUTA
Katrina Punjabi baru saja tersenyum puas karena telah melakukan rapat tertutup tanpa melibatkan suaminya juga papanya. Putri pemilik industri perfilman tersebut menghasut para kru untuk berada di pihaknya, menolak keras perpanjangan sinetron yang menghadirkan Lea Crystal sebagai bintang utamanya.
Hasilnya, meski penuh tekanan, para kru terpaksa mendukung dirinya.
TING!
Dentingan ponsel melenyapkan senyumannya ketika melihat pesan dari Violin berupa foto dengan caption memicu emosi.
“Hai, Kate! Aku nggak sengaja melihatnya dan kayaknya kamu juga pengen melihatnya.”
Isi pesan dari Violin, satu foto menampilkan gambar buket bunga berukuran besar, dan satu foto lainnya berupa kartu ucapan yang sangat manis dari Nick untuk Lea.
“Semoga ini adalah hari keberuntungan kamu untuk mendapatkan peluang bagus yang kamu inginkan, Lea ....” From: Nick.
Kesal bukan main. Sejatinya Katrina adalah wanita yang sangat sangat posesif dan Violin memanfaatkan itu. Keduanya bersekutu untuk menghancurkan artis pendatang baru, Lea Crystal.
“Lea sialan!”
Guyuran gerimis di kota teh obeng agaknya meski tidak deras, tetapi cukup merata di setiap tempat. Neymar baru saja kembali ke tempat di mana terakhir ia menurunkan istrinya.
Namun, situasi sudah sama sekali berbeda dengan setidaknya 40 menit yang lalu. Jalanan yang semula lengang, kini begitu berjubel orang memadati tempat tersebut. Perasaan Neymar mulai tidak enak. Ia segera turun dari mobil untuk memastikan semua di luar apa yang dikhawatirkan olehnya.
“Apa yang terjadi di sini?” tanya Neymar pada salah seorang pria berseragam yang masih di sana.
“Barusan ada kecelakaan, Pak.”
“Kecelakaan?” ulang Neymar.
Semakin tidak karuan sekarang perasaannya. Apa lagi, sedari tadi tidak ia jumpai sosok istrinya yang seharusnya masih menunggu ia kembali.
“Pak, kecelakaan yang tadi terjadi. Apa ada yang terluka? Dan, dan bagaimana ciri-ciri mereka?” tanya Neymar.
“Menurut pengemudi Mazda itu, wanita itu berjalan menyeberang secara tiba-tiba, jadi pengemudinya terkejut. Korbannya wanita, badannya kurus, pakai baju warna toska,” jawab petugas itu menyebutkan ciri-ciri fisik dan baju korban terdengar sama persis dengan Taksis.
“Pakai baju warna toska!? Di mana dia sekarang?” Neymar merasa mungkin itu adalah istrinya meski dalam hatinya ia berharap tebakannya adalah salah.
“Dia sudah dilarikan ke rumah sakit.”
Neymar menelepon kontak Taksis berkali-kali, tetapi nomor tersebut di luar jangkauan. Pikiran pria itu berkecamuk tidak karuan. Apa benar korban kecelakaan yang dibawa ke rumah sakit adalah istrinya?
Tidak tahu lagi bagaimana menemukan Taksis. Neymar melajukan Tesla dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit sesuai dengan informasi yang didapatkannya dari TKP kecelakaan.
Sesampainya di rumah sakit.
BUGH!
Satu tinju melayang, menghantam wajah Neymar. Adiknya itu benar-benar sangat marah kepadanya.
“Bajingan! Beraninya kamu meninggalkan Taksis sendirian!” maki Leo usai membuat hidung Neymar mengucurkan darah.
“Leo! Sudah, Leo!”
Bu Sherly segera memegangi Leo agar tidak terjadi peninjuan kedua kalinya terhadap menantunya itu. Namun, si tempramen itu masih saja hendak menyerang Neymar, untungnya dokter keluar dari UGD, sehingga semua fokus untuk mengetahui keadaan Taksis sekarang.
“Dokter, bagaimana keadaan putri saya?” tanya Bu Sherly.
“Pasien mengalami kecelakaan yang fatal, kepalanya terluka parah dan ada pendarahan di otaknya,” jawab dokter yang menangani Taksis.
“Dokter, tolong bantu putri saya, Dok!” mohon Bu Sherly yang sudah banjir air mata.
“Kita harus segera membawanya ke ruang operasi, permisi!”
Lemas. Begitu dokter itu pergi, wanita setengah abad tersebut langsung pingsan.
“Bu Sherly!”
Sigap. Leo langsung menopang tubuh Bu Sherly dan membawanya ke kursi tunggu, tempat yang sama sang cucu tengah tertidur pulas.
Malam itu juga, operasi dilakukan. Supir keluarga Richie Lim datang untuk menjemput Yuka dan membawa bocah perempuan itu untuk dijaga sementara oleh Tante Monica. Kemudian di luar ruangan operasi, dengan perasaan takut, cemas, khawatir tiga orang yang mencintai Taksis sedang menunggu operasi selesai.
Sekian jam menunggu, akhirnya sosok dokter keluar dari ruangan tersebut dan langsung dihadang oleh ketiga orang yang merupakan keluarga pasien.
“Dokter, bagaimana keadaan istri saya?” tanya Neymar.
“Operasi selesai, tetapi kita masih harus menunggu dan melihat kondisinya di ruang ICU.”
“Terima kasih banyak, Dokter,” ucap Neymar diakhiri dengan helaan nafas.
“Permisi!”
Operasi meski telah selesai dilakukan, tetapi Taksis masih belum melewati masa kritis. Baik Neymar, Leo, maupun Bu Sherly belum bisa bernapas lega. Kemungkinan terburuk bisa terjadi setiap saat.
“Jangan ke mana-mana kau, Bang! Aku belum selesai denganmu!” ujar Leo dengan tatapan nyalang, menunjuk pada abangnya.
“Leo, sudah, Leo! Kita semua di sini merasakan kesedihan yang sama,” lerai Bu Sherly tidak ingin ada perkelahian lagi.
“Bu, tetaplah di sini. Aku ada urusan,” ucap Leo hendak undur diri.
“Leo, kamu mau ke mana?”
Leo tidak menjawab pertanyaan dari Bu Sherly. Pria itu dengan dadanya yang bergemuruh, ingin membunuh dengan tangannya sendiri, si pengemudi mobil yang menabrak Taksis.
“Halo, Atom! Gimana hasilnya?” tanya Leo kepada sahabatnya melalui sambungan telepon.
“Pergilah ke kantor polisi, Bondan sudah mengurusnya!” pinta Atom mengarahkan Leo agar ke kantor polisi menemui abangnya yang berprofesi sebagai polisi.
“Oke!”
Tidak menunda, pria yang sedang dikuasai oleh emosi tinggi itu melajukan Rubicon hitam dop miliknya menuju kantor polisi. Langkahnya mantap seperti tidak takut mati. Hari ini juga, Leo harus bertemu dengan orang yang menyebabkan Taksis terbaring kritis di rumah sakit.
“Leo, aku baru saja akan menghubungi kamu,” sambut Bondan pada sahabat adiknya.
“Di mana orang yang menabrak Taksis?” tanya Leo.
“Leo, tenangkan dirimu!” Bondan memegang pundak Leo, tetapi dengan keras ditepis.
“Minggir!”
“Leo, tolonglah!”
“Bagaimana kalau kerabatmu, orang yang kamu sayangi, sekarang berada dalam kondisi kritis di rumah sakit? Apa kamu masih bisa tenang? Bisakah, ha!?” sentak Leo pada pria berseragam keamanan negara tersebut.
“Iya, tunggu!”
Bondan masih terus menghalangi Leo agar tidak masuk ke ruangan penyidik. Saat ini di ruangan tersebut sedang berlangsung tanya jawab antara polisi dengan orang yang mengaku sebagai pengemudi Mazda penabrak Taksis.
“Oke, aku datang sebagai pengacara Taksis. Aku ingin bicara dengan pengemudi itu!” Leo mengubah kalimatnya agar Bondan mengizinkan dirinya masuk.
“Tetap saja jangan! Kamu nggak akan mendapatkan keuntungan apa pun jika berbicara dalam tempramen seperti ini. Tenanglah dulu! Setidaknya pengemudi itu nggak akan kabur ke mana-mana. Dia aman dalam pantauan polisi. Pria itu akan bertanggung jawab penuh,” bujuk Bondan panjang lebar.
“Apa?! Pria?” kejut Leo.
“Iya. Pria yang menabrak Taksis,” ulang Bondan.
“Orang yang menabrak Taksis adalah seorang pria? Bukan perempuan?” tanya Leo terheran heran.
Sementara itu, di dalam ruangan penyidik. Seorang pria sedang menjawab pertanyaan yang diajukan kepada dirinya. Semua pertanyaan dijawab dengan baik dan tidak berbelit-belit membuat kerja polisi berjalan lancar.
“Saya pengemudi yang baik, Pak. Saya punya surat izin mengemudi dan pekerjaan saya memang driver. Malam itu hujan turun nggak begitu deras. Saya melajukan mobil dengan kecepatan standar, kemudian ada mobil di depan yang berbelok ke kanan, jadi saya berbelok ke kiri, kemudian wanita itu melintas secara tiba-tiba, kemudian saya mengerem. Tapi karena jarak kami terlalu dekat saya tidak sengaja menabraknya,” jelas pria yang mengaku sebagai pengemudi Mazda penabrak Taksis.
Tiba-tiba, Leo menerobos masuk setelah berhasil melewati Bondan.
“Mana pengemudi yang menabrak Taksis!?”
Semua orang di sana melihat ke arah Leo. Termasuk pria yang sedari tadi sedang diinterogasi. Terkejut bukan main, pria itu saat melihat Leo. Pun dengan Leo yang juga sama terkejutnya.
“Permisi, Koh. Saya supir Lea Crystal pemilik mobil ini. Saya akan mengurus semuanya,” ucap pria itu beberapa waktu yang lalu saat mengambil alih insiden.
Ingatan keduanya masih segar bagaimana mereka berdua bertemu untuk menyelesaikan kasus yang nyaris serupa, yaitu kecelakaan lalu lintas.
“Bukan kah kamu adalah supir artis itu? Artis bernama Lea. Tapi, kamu bukan yang membawa mobil itu, bukan?” tukas Leo tidak percaya jika pria tersebut lah yang menabrak Taksis.
