Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

DIBIUS

Melenggang meninggalkan dua pria yang setiap hari bekerja untuknya, langkahnya sejenak berhenti ketika salah seorang dari mereka memanggilnya.

“Lea!” panggil Bang Etan.

“Apa lagi?” keluh Lea.

“Kamu bilang lelah, biar Temon aja yang nyetir,” pinta Bang Etan khawatir.

“Aku lelah bukan mabok, Bye!”

Ngeyel, si keras kepala itu tidak mengindahkan permintaan manajernya. Kaki jenjangnya menapaki lantai mengkilap menuju lift, lalu pergi ke parkiran.

“Mau ke mana kamu, cantikku?”

Tidak disangka, ternyata Lea sudah diikuti dan ditunggu oleh Presdir John yang langsung mencekal pergelangan tangannya.

“Jangan sentuh aku!” berang Lea yang sejak dulu jijik pada suami kedua ibunya itu.

“Hey, kita ini jarang bertemu. Jadi, bisakah kamu bicara baik-baik padaku? Aku menunggumu sepanjang malam, loh!” goda Presdir John dengan tidak tahu malu mengelus lengan mulus putri sambungnya.

“Menunggu apa!? Enyahlah sana!” hardik Lea.

Semakin melawan semakin bergairah. Presdir John menarik dan merapatkan tubuh ramping Lea padanya.

“Lepaskan aku!” berontak Lea. Sementara di sana hanya ada mereka berdua dan 4 pria yang bekerja untuk Presdir John.

“Jangan membangkang padaku! Aku sudah cukup bersabar padamu!” balas Presdir John mulai tak sabar dan meninggikan suaranya.

“Anjeng! Lepaskan!”

“Sok jual mahal! Aku sudah sering mendengar kamu pergi dengan banyak pria berbeda setiap hari. Hari ini bisakah kamu berikan giliranku, ha!?” Presdir John benar-benar mengira gadis itu adalah cewek liar.

“Bangsat!”

DUG!

Lea menginjakan high heels miliknya pada kaki Presdir John, lalu memberikan satu benturan kepala pada hidung sang Presdir. Berhasil lepas, gadis itu mundur beberapa langkah dan mengeluarkan senjata api yang membuat semua orang di sana terkejut. Bagaimana bisa seorang artis memiliki pistol di dalam tasnya?

“Jangan ada yang mendekat!” Lea mengacungkan sebuah pistol pada Presdir John dan bergeser-geser ke arah 4 orang lainnya sebagai gertakan.

“Jangan bodoh, Lea! Kamu punya reputasi yang baik di dunia entertaint. Letakkan benda itu atau kamu akan menjadi berita di mana-mana.” Presdir John meski khawatir, tapi ia sangat yakin jika putri tirinya itu tidak akan berani untuk menembak. Pria itu perlahan-lahan melangkah maju mendekati gadis dengan pistol di tangan itu. “Ayolah, Lea! Kamu sudah menunjukkan tubuhmu pada banyak pria, bukan? Sekarang tunjukkan padaku juga,” pinta Presdir John dengan senyuman mesum.

“Dasar tua bangka! Suami ibuku ternyata pria iblis, pergi dari sini atau aku ledakkan kepalamu!” gertak Lea.

Gadis itu meski dengan tangan gemetar bersiap siap menarik pelatuk, membuat Presdir John waspada.

“Oke, oke! Aku akan pergi,” ujar Presdir John mengangkat kedua tangannya.

Fokus Lea pada Presdir John, membuat gadis itu lengah pada situasi di belakangnya. Salah seorang bodyguard secara mengejutkan menyergapnya dan mengunci gerakan tangannya.

“Dasar licik! Lepaskan aku!” Lea meronta ketika tiga bodyguard lainnya ikut menyergap memeganginya.

“Bius dia!” perintah Presdir John.

“Apa!?”

Bak sedang menangkap singa buas. Salah seorang bodyguard mengeluarkan sebuah suntikan dan memasukkan cairan obat bius pada suntikan tersebut.

“Obat ini akan membuatmu tidak sadarkan diri. Aku akan membuat kamu bersenang-senang denganku tanpa kamu menyadarinya,” ujar Presdir John dengan segala kelicikannya.

“Aaaaaa!”

Lea berteriak ketika ujung jarum suntik itu menembus jaringan kulit lengannya. Belum selesai memasukkan seluruh cairan obat bius ke dalamnya, Lea dengan sigap menendang kemaluan Presdir John, menggigit salah seorang bodyguard. Seketika keadaan menjadi sangat kacau dan Lea benar-benar telah terlepas, lalu berlari masuk ke dalam mobilnya.

“Presdir!” Para bodyguard itu menghampiri Presdir John yang berguling-guling kesakitan.

“Tinggalkan aku! Ikuti dia!” perintah Presdir John.

“Baik!”

Memacu laju mobilnya, Lea masih belum sepenuhnya bisa melarikan diri. Orang-orang Presdir John mengikutinya. Gadis itu dengan kemampuan balapannya menginjak gas tanpa perasaan, mengecoh lawannya, dan menerobos lampu merah meski dimaki-maki oleh pengguna jalan lainnya. Akan tetapi, hal itu lah yang membuatnya berhasil lolos dari kejaran orang suruhan Presdir John. Mereka saat ini sedang tertahan di persimpangan lampu merah. Sementara Lea lolos dan hilang dari pandangan.

“Halo, Taksis!”

“Ya, Leo!”

“Aku mau antar Yuka. Tapi, pintunya dikunci, apa kalian belum kembali? Ini sudah hampir tengah malam,” tanya Leo yang saat ini sudah berada di kondominium. Akan tetapi, karena unit Neymar terkunci, ia dan Yuka berada di unit Bu Sherly.

“Bentar lagi, Leo. Ney lagi beli manisan jambu ke WTB,” jawab Taksis.

“Ke WTB? Emang kamu di mana?” Leo mulai tidak tenang.

“Aku di Greenland dekat sekolah. Aku nunggu di sini,” jawab Taksis mengatakan posisinya sekarang sedang tidak bersama dengan Neymar.

“Kenapa dia meninggalkan kamu sendirian!?” berang Leo tidak terima abangnya meninggalkan Taksis sendirian di tempat yang terbilang sangat sepi jika malam hari.

“Leo ...,” sebut Taksis bernada mengingatkan.

Pria itu meski telah merestui hubungan Taksis dengan Neymar, tetapi setiap saat masih saja peduli terhadap sahabatnya itu.

“Aduh, gerimis. Aku cari tempat teduh dulu,” ujar Taksis saat air dari langit mulai menetes secara tiba-tiba.

“Taksis! Jangan matikan teleponnya biar aku temani kamu,” perintah Leo pada Taksis.

“Ada halte di sana, aku akan teduh di halte itu,” tunjuk Taksis pada sebuah halte meski Leo tidak langsung melihatnya, tetapi sebagai warga Batam yang sering melintasi area itu, pasti paham dan bisa membayangkan memang ada sebuah halte di depan sekolah Yos Sudarso.

Situasi jalanan lengang pada jam hampir tengah malam. Sebuah Mazda dengan kecepatan tinggi menjadi satu-satunya kendaraan yang melintas membelah gerimis yang semakin menjadi.

“Halo! Bang Etan! Aku dibius, aku udah nggak kuat. Susul aku! Sekarang aku akan melewati Greenland. Tolong, cepatlah!”

Lea merasakan kepalanya seperti melayang dan pendengarannya sangat keras seperti di ruang hampa yang menggaung. Ia hanya mendapatkan setengah dari kesadarannya. Cara gadis itu mengemudi sudah melencong ke sana ke sini tidak karuan.

“Ya Tuhan, tolong aku,” gumamnya saat ia berangsur-angsur nyaris tidak bisa melihat dengan baik.

Gas dan gas. Kaki kanannya masih menginjak gas. Sampai ia tiba-tiba mendapatkan sedikit kesadaran, terlihat seorang wanita melintas pada jalurnya. Lea berusaha menginjak rem, tetapi ....

“Aaaaaaa!”

Mazda itu berhenti mendadak setelah menabrak seorang wanita, hingga terpental melewati kap mesin, membentur kaca dan akhirnya menggelinding ke aspal.

“Taksis!? Taksis!? Ada apa!? Apa yang terjadi!? Taksis!? Halo! Taksis! Taksis!” Leo terus berteriak dengan iPhone menempel di telinga dan pipinya.

Sementara itu di TKP. Gadis yang masih setengah sadar keluar dari mobil untuk melihat wanita yang ditabraknya. Seluruh tubuhnya gemetar, lamat-lamat terlihat darah merah hitam kental merembes dari kepala wanita itu menjadi genangan di atas aspal.

“Kak, Kakak bangunlah! Tolong bangunlah! Maafkan aku, kamu harus baik-baik saja. Kak .... Kumohon jangan seperti ini! Kamu harus baik-baik saja, kumohon. Tolooooog!”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel