Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 2: PELATIHAN DAN PERTARUNGAN PERTAMA

Mengendalikan Kekuatan

Roger berdiri di tengah ruangan latihan bawah tanah yang berada di laboratorium Edwar. Cahaya lampu putih menerangi ruangan luas dengan dinding beton yang penuh dengan peralatan latihan dan target bergerak.

Edwar menekan beberapa tombol di layar digital, lalu menatap Roger dengan serius. “Jika kau ingin menghadapi mereka, kau harus bisa mengendalikan kekuatanmu terlebih dahulu.”

Roger mengepalkan tinjunya. Ia tahu betul apa yang harus ia lakukan, tetapi kekhawatiran tetap menghantui pikirannya.

Rachel, yang berdiri di sudut ruangan sambil memegang tablet, menambahkan, “Transformasi lycan-mu bukan hanya soal kekuatan fisik, tetapi juga soal mengendalikan insting. Jika kau kehilangan kendali, kau akan menjadi seperti mereka.”

Roger mengangguk. “Jadi, apa langkah pertama?”

Edwar menekan tombol lain, dan beberapa target mekanik mulai bergerak di sekitar ruangan. “Kau harus belajar mengaktifkan kekuatanmu tanpa kehilangan kendali.”

Roger menarik napas dalam-dalam, mencoba memfokuskan pikirannya. Sejak ia berubah menjadi manusia serigala, transformasinya selalu terjadi secara spontan saat malam tiba. Kali ini, ia harus melakukannya dengan sadar.

Ia memejamkan mata, mencoba mengingat bagaimana rasanya saat tubuhnya berubah. Sensasi panas di dadanya, detak jantung yang semakin cepat, dan kekuatan yang mengalir melalui otot-ototnya.

Saat ia membuka mata lagi, pupilnya mulai berubah menjadi kuning terang. Kukunya memanjang, otot-ototnya membesar, dan bulu mulai tumbuh di kulitnya.

Namun, sesuatu yang berbeda terjadi kali ini. Ia masih bisa merasakan dirinya sendiri.

“Aku… masih sadar,” gumamnya.

Edwar tersenyum tipis. “Bagus. Sekarang coba serang target-target itu.”

Roger melihat ke sekeliling. Target mekanik mulai mendekat dengan kecepatan tinggi. Tanpa berpikir panjang, ia melompat dan menghancurkan salah satunya dengan satu pukulan.

Target lain menyerangnya dari belakang. Refleks Roger meningkat drastis—ia membalikkan badan dengan cepat dan merobek target kedua dengan cakar tajamnya.

Rachel memperhatikan layar tablet dengan kagum. “Responnya luar biasa… Dia bahkan lebih cepat dari eksperimen sebelumnya.”

Roger terus bergerak, menghancurkan setiap target dengan ketepatan dan kecepatan luar biasa. Ia bisa merasakan kekuatan barunya, tetapi yang lebih penting, ia bisa mengendalikannya.

Saat semua target hancur, ia mengambil napas panjang dan perlahan mencoba menenangkan dirinya. Secara bertahap, tubuhnya kembali ke bentuk manusia.

Edwar menepuk bahunya. “Kau baru saja mengambil langkah pertama untuk menjadi senjata utama melawan mereka.”

Roger mengangguk, tetapi pikirannya masih dipenuhi kekhawatiran. Apa yang akan terjadi saat ia harus bertarung dengan makhluk yang lebih buas daripada target mekanik?

---

Ancaman di Kota

Sementara itu, di sisi lain kota, seorang pria berlari terengah-engah di gang gelap. Napasnya tersengal saat ia mencoba kabur dari sesuatu yang mengejarnya.

Di belakangnya, dua makhluk tinggi dengan mata merah menyala berjalan mendekat dengan perlahan.

“Jangan—jangan bunuh aku!” pria itu memohon.

Salah satu makhluk itu, yang memiliki bulu hitam pekat dan tubuh lebih besar dari yang lain, hanya menyeringai. “Terlalu terlambat.”

Dalam satu gerakan cepat, makhluk itu menerkam pria tersebut. Jeritannya menggema di seluruh gang sebelum akhirnya terhenti.

Makhluk satunya, yang lebih ramping dengan bulu abu-abu, menatap rekannya. “Kita harus bergerak lebih cepat. Manusia serigala lain itu sudah mulai mengembangkan kekuatannya.”

Si hitam menyeringai. “Bagus. Aku ingin melihat apakah dia cukup kuat untuk melawan kita.”

---

Pertarungan Pertama

Roger dan Edwar sedang bersiap untuk sesi latihan berikutnya ketika sebuah peringatan berbunyi di laboratorium.

Rachel berlari menuju layar monitor dan mengerutkan kening. “Ada laporan tentang dua makhluk lycan yang terlihat di distrik barat.”

Roger langsung menegang. “Mereka sudah mulai bergerak.”

Edwar menatap Roger dengan serius. “Ini kesempatanmu untuk menguji kekuatanmu di lapangan.”

Roger mengangguk tanpa ragu. “Aku akan menghentikan mereka.”

Beberapa menit kemudian, ia sudah berada di atas atap gedung di distrik barat. Matanya menyapu jalanan yang gelap, mencari tanda-tanda keberadaan musuhnya.

Tiba-tiba, ia mendengar suara langkah kaki di bawahnya. Saat ia menoleh, dua sosok besar muncul dari kegelapan.

Makhluk berbulu hitam itu menyeringai. “Jadi, ini dia manusia serigala yang masih berpikir seperti manusia.”

Roger turun dari atap dan berdiri tegak di hadapan mereka. “Aku tidak akan membiarkan kalian terus membunuh orang tak bersalah.”

Makhluk berbulu abu-abu tertawa. “Kau pikir bisa menghentikan kami?”

Tanpa peringatan, makhluk hitam itu melesat ke arah Roger dengan kecepatan luar biasa. Namun, kali ini Roger siap.

Dengan refleks yang baru ia kuasai, ia menghindar ke samping dan meninju lawannya tepat di rahang.

Makhluk itu mundur beberapa langkah, lalu mengusap rahangnya sambil menyeringai. “Kau lebih kuat dari yang kuduga.”

Roger menyiapkan kuda-kudanya. “Dan aku baru saja mulai.”

Pertarungan sesungguhnya baru akan dimulai.

(Bersambung ke Bab 4…)

Mengendalikan Kekuatan

Roger berdiri di tengah ruangan latihan bawah tanah yang berada di laboratorium Edwar. Cahaya lampu putih menerangi ruangan luas dengan dinding beton yang penuh dengan peralatan latihan dan target bergerak.

Edwar menekan beberapa tombol di layar digital, lalu menatap Roger dengan serius. “Jika kau ingin menghadapi mereka, kau harus bisa mengendalikan kekuatanmu terlebih dahulu.”

Roger mengepalkan tinjunya. Ia tahu betul apa yang harus ia lakukan, tetapi kekhawatiran tetap menghantui pikirannya.

Rachel, yang berdiri di sudut ruangan sambil memegang tablet, menambahkan, “Transformasi lycan-mu bukan hanya soal kekuatan fisik, tetapi juga soal mengendalikan insting. Jika kau kehilangan kendali, kau akan menjadi seperti mereka.”

Roger mengangguk. “Jadi, apa langkah pertama?”

Edwar menekan tombol lain, dan beberapa target mekanik mulai bergerak di sekitar ruangan. “Kau harus belajar mengaktifkan kekuatanmu tanpa kehilangan kendali.”

Roger menarik napas dalam-dalam, mencoba memfokuskan pikirannya. Sejak ia berubah menjadi manusia serigala, transformasinya selalu terjadi secara spontan saat malam tiba. Kali ini, ia harus melakukannya dengan sadar.

Ia memejamkan mata, mencoba mengingat bagaimana rasanya saat tubuhnya berubah. Sensasi panas di dadanya, detak jantung yang semakin cepat, dan kekuatan yang mengalir melalui otot-ototnya.

Saat ia membuka mata lagi, pupilnya mulai berubah menjadi kuning terang. Kukunya memanjang, otot-ototnya membesar, dan bulu mulai tumbuh di kulitnya.

Namun, sesuatu yang berbeda terjadi kali ini. Ia masih bisa merasakan dirinya sendiri.

“Aku… masih sadar,” gumamnya.

Edwar tersenyum tipis. “Bagus. Sekarang coba serang target-target itu.”

Roger melihat ke sekeliling. Target mekanik mulai mendekat dengan kecepatan tinggi. Tanpa berpikir panjang, ia melompat dan menghancurkan salah satunya dengan satu pukulan.

Target lain menyerangnya dari belakang. Refleks Roger meningkat drastis—ia membalikkan badan dengan cepat dan merobek target kedua dengan cakar tajamnya.

Rachel memperhatikan layar tablet dengan kagum. “Responnya luar biasa… Dia bahkan lebih cepat dari eksperimen sebelumnya.”

Roger terus bergerak, menghancurkan setiap target dengan ketepatan dan kecepatan luar biasa. Ia bisa merasakan kekuatan barunya, tetapi yang lebih penting, ia bisa mengendalikannya.

Saat semua target hancur, ia mengambil napas panjang dan perlahan mencoba menenangkan dirinya. Secara bertahap, tubuhnya kembali ke bentuk manusia.

Edwar menepuk bahunya. “Kau baru saja mengambil langkah pertama untuk menjadi senjata utama melawan mereka.”

Roger mengangguk, tetapi pikirannya masih dipenuhi kekhawatiran. Apa yang akan terjadi saat ia harus bertarung dengan makhluk yang lebih buas daripada target mekanik?

---

Ancaman di Kota

Sementara itu, di sisi lain kota, seorang pria berlari terengah-engah di gang gelap. Napasnya tersengal saat ia mencoba kabur dari sesuatu yang mengejarnya.

Di belakangnya, dua makhluk tinggi dengan mata merah menyala berjalan mendekat dengan perlahan.

“Jangan—jangan bunuh aku!” pria itu memohon.

Salah satu makhluk itu, yang memiliki bulu hitam pekat dan tubuh lebih besar dari yang lain, hanya menyeringai. “Terlalu terlambat.”

Dalam satu gerakan cepat, makhluk itu menerkam pria tersebut. Jeritannya menggema di seluruh gang sebelum akhirnya terhenti.

Makhluk satunya, yang lebih ramping dengan bulu abu-abu, menatap rekannya. “Kita harus bergerak lebih cepat. Manusia serigala lain itu sudah mulai mengembangkan kekuatannya.”

Si hitam menyeringai. “Bagus. Aku ingin melihat apakah dia cukup kuat untuk melawan kita.”

---

Pertarungan Pertama

Roger dan Edwar sedang bersiap untuk sesi latihan berikutnya ketika sebuah peringatan berbunyi di laboratorium.

Rachel berlari menuju layar monitor dan mengerutkan kening. “Ada laporan tentang dua makhluk lycan yang terlihat di distrik barat.”

Roger langsung menegang. “Mereka sudah mulai bergerak.”

Edwar menatap Roger dengan serius. “Ini kesempatanmu untuk menguji kekuatanmu di lapangan.”

Roger mengangguk tanpa ragu. “Aku akan menghentikan mereka.”

Beberapa menit kemudian, ia sudah berada di atas atap gedung di distrik barat. Matanya menyapu jalanan yang gelap, mencari tanda-tanda keberadaan musuhnya.

Tiba-tiba, ia mendengar suara langkah kaki di bawahnya. Saat ia menoleh, dua sosok besar muncul dari kegelapan.

Makhluk berbulu hitam itu menyeringai. “Jadi, ini dia manusia serigala yang masih berpikir seperti manusia.”

Roger turun dari atap dan berdiri tegak di hadapan mereka. “Aku tidak akan membiarkan kalian terus membunuh orang tak bersalah.”

Makhluk berbulu abu-abu tertawa. “Kau pikir bisa menghentikan kami?”

Tanpa peringatan, makhluk hitam itu melesat ke arah Roger dengan kecepatan luar biasa. Namun, kali ini Roger siap.

Dengan refleks yang baru ia kuasai, ia menghindar ke samping dan meninju lawannya tepat di rahang.

Makhluk itu mundur beberapa langkah, lalu mengusap rahangnya sambil menyeringai. “Kau lebih kuat dari yang kuduga.”

Roger menyiapkan kuda-kudanya. “Dan aku baru saja mulai.”

Pertarungan sesungguhnya baru akan dimulai.

___

DUA SERIGALA PEMBUNUH

Pertarungan di Tengah Kota

Roger berdiri tegak, berhadapan dengan dua manusia serigala liar yang menatapnya dengan mata merah menyala. Udara malam terasa lebih dingin, seakan menyadari pertarungan besar yang akan terjadi.

Makhluk berbulu hitam, yang tampaknya adalah pemimpin dari dua serigala itu, menggeram. “Kau mungkin bisa berpikir lebih jernih dari kami, tapi itu tidak akan menyelamatkanmu.”

Roger mengepalkan tinjunya. Ia bisa merasakan denyut kekuatan di dalam tubuhnya, menunggu untuk dilepaskan. “Aku tidak perlu menyelamatkan diri. Aku di sini untuk menghentikan kalian.”

Makhluk berbulu abu-abu tertawa sinis. “Coba saja.”

Tanpa peringatan, si hitam melompat dengan kecepatan tinggi, cakarnya terayun ke arah Roger.

BRUGH!

Roger berhasil menangkis serangan itu dengan lengannya yang sudah mulai ditutupi bulu. Namun, dampak pukulannya cukup kuat untuk membuatnya terdorong beberapa langkah ke belakang.

Makhluk abu-abu menyerang dari sisi lain.

Roger berputar cepat dan berhasil menendang lawannya tepat di dada, membuatnya terpental ke belakang dan menghantam tembok bangunan.

Namun, sebelum Roger bisa bernapas lega, si hitam sudah ada di belakangnya.

Cakar tajam melesat ke arah tubuhnya!

Refleks Roger meningkat. Dengan cepat, ia berguling ke samping dan menyerang balik dengan satu pukulan kuat ke perut lawannya.

DUAGH!

Makhluk itu terhuyung ke belakang, tapi tidak terlihat kesakitan. Malah, ia menyeringai.

“Kau cukup cepat,” katanya sambil menyeka darah di mulutnya. “Tapi masih kurang kuat.”

Dalam sekejap, si hitam kembali menyerang, lebih cepat dan lebih ganas.

Roger berusaha menghindar, tetapi lawannya lebih berpengalaman. Sebuah pukulan keras mendarat di dadanya, membuatnya terlempar dan menghantam mobil di belakangnya.

BRAK!

Mobil itu penyok akibat benturan tubuh Roger. Ia meringis, merasakan nyeri di tulangnya.

Makhluk abu-abu berjalan mendekat sambil tertawa. “Kau bukan tandingan kami.”

Roger menggeram pelan. Ia bisa merasakan darah panas di dalam tubuhnya mulai mendidih.

Ini bukan saatnya menahan diri.

---

Mengeluarkan Kekuatan Sejati

Roger perlahan bangkit dari reruntuhan mobil. Napasnya berat, tetapi matanya kini berubah sepenuhnya menjadi kuning bercahaya.

Bulu hitam mulai menyelimuti tubuhnya lebih cepat dari sebelumnya. Otot-ototnya membesar, dan cakar di tangannya kini tampak lebih tajam.

Ia tidak hanya berubah, ia berkembang.

Makhluk berbulu hitam menyipitkan mata. “Menarik…”

Dalam sekejap, Roger menghilang dari pandangan.

“APA?!” seru makhluk abu-abu kaget.

Sebelum mereka bisa bereaksi, Roger sudah ada di depan mereka.

BRUGH!

Pukulan keras mendarat di wajah si hitam, membuatnya terpental jauh dan menabrak dinding bangunan hingga retak.

Makhluk abu-abu mencoba menyerang, tetapi Roger lebih cepat. Ia menghindar dengan gesit dan mencakar dada lawannya, meninggalkan luka dalam.

“ARGHH!!” Makhluk abu-abu menjerit kesakitan dan tersungkur ke tanah.

Roger menatap tangannya sendiri. Ia bisa merasakan kekuatan baru mengalir dalam dirinya.

Ia lebih cepat, lebih kuat, dan lebih tajam.

Namun, sebelum ia bisa melanjutkan serangannya, si hitam bangkit kembali.

Darah mengalir di dahinya, tetapi ia tersenyum. “Akhirnya… kau menunjukkan kekuatan aslimu.”

Roger tidak menjawab. Ia hanya menatap lawannya dengan waspada.

Makhluk itu mengangkat tangannya. “Malam ini kita cukupkan dulu. Tapi aku janji, kita akan bertemu lagi.”

Sebelum Roger bisa mencegahnya, makhluk itu melompat ke atap gedung dan menghilang dalam kegelapan.

Makhluk abu-abu yang terluka parah juga mengikuti pemimpinnya, meskipun dengan tertatih.

Roger menggeram, tetapi ia tahu ini bukan akhir.

Mereka akan kembali.

---

Kembali ke Laboratorium

Roger kembali ke laboratorium dengan tubuh yang masih terasa sakit. Rachel segera mendekatinya. “Kau baik-baik saja?”

Roger mengangguk. “Mereka lebih kuat dari yang kuduga. Tapi aku juga berkembang.”

Edwar menatapnya dengan bangga. “Kau sudah mengambil langkah besar. Tapi ini baru permulaan.”

Roger mengepalkan tinjunya. Ia tahu bahwa pertempuran yang lebih besar menantinya.

Dan kali ini, ia siap.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel