Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 10 Kemarahan Aro

Bab 10 Kemarahan Aro

Aro masih tergeletak di tepi sungai. Telinganya bergerak-gerak, menangkap suara teriakan Luna di dalam hutan. Dirakannya tanah yang dingin dan basah serta dedaunan yang bercampur dengan lumpur. Perlahan dia mengangkat wajah dan membuka mata.

Matanya memindai sekeliling dan mendapati dirinya dekat dengan air. Dia berusaha mengingat apa yang telah terjadi. Rasa haus yang membakar membuatnya mendekati sungai. Dan segala kebingungan yang tidak dimengertinya, berputar-putar di kepalanya. Tak pernah selama hidupnya dia sama sekali tidak mengerti seperti ini.

Selama ini, dia selalu punya penjelasan ilmiah untuk apa yang terjadi pada dirinya. Mary yang membimbingnya, tentang penyakitnya setiap purnama. Dan penyakit ini telah sampai pada puncaknya.

Tiba-tiba rasa nyeri di pundak kanannya menghebat. Aro menoleh dan mendapati pundaknya yang kotor berlumpur, ada luka menganga yang berdarah, merah pekat. Aro meraih lengan kanan dengan tangan kirinya. Dia merasakan kesakitan yang amat sangat di pundaknya.

Apa yang terjadi? Seingatnya, dia bertarung dengan beruang yang menyerangnya.

Sebuah tembakan. Ya, kini dia mengingat suara itu, dan membuat pundaknya nyeri serasa hendak patah. Dan sejurus kemudian dia terjatuh, lalu ramai-ramai orang menendangnya. Orang-orang yang membawa senapan. Mereka pasti orang yang telah menembaknya.

Siapa mereka? Kenapa mereka begitu membencinya?

“Lepaskan dia!” teriak seorang wanita dari dalam hutan, membuat Aro menoleh. Hanya deretan pepohonan rapat.

Lalu terdengar teriakan histeris, perempuan yang lain. Dan tawa senang beberapa lelaki. Aro mengepal tanah. Teriakan meminta untuk dilepaskan itu terdengar lagi. Samar-samar, Aro mengenali suara itu. Suara Luna.

Aro mengeram marah. Luna dalam bahaya, dia sedang dilukai. Kalau tidak, mana mungkin dia berteriak-teriak seperti itu. Perlahan Aro berjongkok dan menunduk. Sesuatu memicu kemarahan, sensasi itu kembali dirasakannya. Ada sesuatu yang mendesak keluar dari sekujur badannya. Aro tidak tahu, apa?

Dilihatnya, kuku-kukunya kembali memanjang. Dan bulu-bulu keluar dengan cepat dari sekujur tubuhnya dan suara napasnya berubah menjadi geraman, yang menggeman hingga ke dalam hutan.

Aro membungkuk, dirasakannya badannya semakin membesar. Sesuatu yang mendesak keluar dari dalam tubuhnya, telah membuatnya menjadi liar dan buas.

Krosak! Krosak!

Aro menoleh. Sepasang mata merahnya bertatapan dengan sesosok makhluk yang tadi pagi bertarung dengannya. Beruang itu kembali. Rupanya, ada yang belum dituntaskannya di lokasi ini. Benar saja, ketika mendapati Aro yang sudah berubah menjadi makhluk berbulu dan bertaring, beruang itu langsung menerkam Aro.

Aro yang sudah bersiaga sejak tadi, bukanlah lawan yang sama dengan sebelumnya. Sekali tebas dengan kuku panjangnya, beruang itu langsung roboh. Lehernya nyaris putus dan darahnya menciprati muka dan badan Aro. Aro mendekat. Bau daging segar membuatnya semakin lapar. Dia mencabik tubuh beruang yang sudah tak bernyawa itu, dan bersiap menikmati hasil buruannya.

Tiba-tiba terdengar lagi teriakan Luna. Dalam kondisi yang bukan lagi menjadi Aro, Aro sontak menghentikan aktivitas, menikmati hasil buruannya. Dia berjalan menuju hutan. Baru saja dia hendak menyibak semak-semak, tiba-tiba dua pemburu datang membawa senapan.

Sama-sama terkejut, sontak pemburu itu menembak Aro.

***

Luna yang sedang berada di atas angin, menyuruh keempat pemburu itu melepas ikatan Ansel dan Mary.

Saat itu terdengar raungan dari arah sungai. Seperti sebuah pertarungan antar hewan liar dan buas.

Si Jangkung menoleh ke ketiga anak buahnya. “Beruan itu kembali!” serunya, dan hendak berlari menuju sungai diikuti ketiga anak buahnya.

“Hei! Kembali!” teriak Luna, tidak mengira kepatuhan mereka berubah dengan cepat hanya karena mendengar suara binatang buruan. Dia masih belum bisa memastikan posisinya terhadap keempat pemburu itu. Semula hendak memperkosanya, lalu tiba-tiba tunduk padanya, kemudian berubah akan meninggalkannya.

Sontak keempat pemburu itu kembali dan duduk bersimpuh di depan Luna, kembali menurut.

“Mau ke mana kalian?” bentak Luna, membuat Ansel dan Mary mengangguk setuju. Luna dengan cepat menguasai keadaan, meski tidak memahami kenapa dia menjadi orang yang ditakuti oleh keempat pemburu itu.

Si jangkung angkat bicara sembari mengangkat senapan, “Caro, beruang yang tadi masih hidup. Kami harus melindungi Caro, jadi kami harus memburunya.”

Luna melirik ke arah Mary. Mary mengangguk perlahan.

“Dua saja. Yang dua, lepaskan ikatan mereka!”

Si jangkung memberi komando pada ketiga anak buahnya. Dua orang tinggal untuk membuka ikatan Mary dan Ansel. Yang dua orang berlari menuju sungai, sembari mengokang senapan. Bagitu si Jangkung dan anak buahnya menghilang di pepohonan, Luna langsung tersandar lemas di batang pohon. Sungguh, barusan dia mati-matian berusaha tampak garang. Padahal dia ketakutan. Takut keempat pemburu tadi tahu-tahu melanjutkan itikad awalnya, dan dia sudah pasti tak bisa melawan keempatnya—dengan Ansel dan Mary yang terikat di pohon.

Luna mengawasi dua pemburu yang melepas ikatan Ansel dan Mary. Saat melepaskan ikatan, terdengar suara tembakan di arah sungai. Bertubi-tubi. Lalu terdengar jeritan histeris dan raungan panjang.

Semua mata menatap ke arah sungai, namun hanya mendapati pepohonan yang tidak bergerak.

“Kalian, susul mereka!” perintah Luna.

Ikatan Ansel dan Mary sudah longgar, Luna melanjutkan melepas ikatan. Sementara dua permburu itu menyusul dua temannya ke sungai.

***

Si jangkung dan anak buahnya menembak Aro, manusia berwujud separuh serigala. Tembakan mereka mengenai perut Aro, dan hal itu membuat Aro semakin marah. Dia melompat ke si Jangkung dan langsung menebas badannya dengan cakar tajamnya.

Lengking kesakitan terdengar begitu memilukan. Satu temannya menembak Aro, dan dia pun bernasib sama. Sekali tebas dengan cakarnya, anak buah si Jangkung langsung terkapar. Aro menyeret mereka berdua ke tepi sungai.

Melihat darah berceceran dan bau anyir daging, membuat nafsu binatang Aro bangkit. Dia mencabik-cabik dua pemburu yang sudah tewas di depannya.

Aro melolong puas. Dia berpindah ke pemburu satunya, dan memperlakukannnya sama.

Tiba-tiba, terdengar suara tembakan lagi. Dua pemburu yang menyusul temannya, sudah sampai di tepi sungai. Demi melihat apa yang sudah dilakukan Aro pada dua temannya, mereka pun menembaki Aro membabi buta.

Aro kembali marah. Dia langsung melompat dan menyerang dua pemburu yang menembakinya. Sekali tebas dengan cakarnya, satu pemburu terlempar ke sungai. Satunya berlari menjauhi Aro, tapi Aro berhasil mencakar punggungnya, lalu melemparnya ke sungai.

Aro mengejar dua pemburu yang berada di sungai. Darah sontak memerahkan air di sekelilingnya. Dan aliran sungai perlahan menghanyutkan dua orang itu—entah dalam kondisi hidup atau mati.

Aro kembali mendekati mayat di jangkung dan temannya yang sudah dicabik-cabiknya.

Dia ingat, lelaki yang sudah menjadi mayat itu adalah lelaki yang menendang-nendang tubuhnya. Bersama dengan ketiga temannya. Entah apa salahnya sehingga dia ditembak, lalu ditendangi serempak.

Bau anyir darah kembali membuatnya mengendus-endus keduanya. Kemarahan karena telah ditendangi oleh manusia di hadapannya, membuatnya mengankat tangan bercakarnya ke udara. Sekali cabik, Aro berhasil mengeluarkan organ tubuh si Jangkung, semuanya langsung tercerabut begitu saja. Aro menggigit dan menariknya, hingga seluruh organ dalam tubuh terlepas dari tubuh si Jangkung.

Setelas melempar organ itu ke samping, kemarahan Aro mereda. Perlahan napasnya mulai tenang, geraman itu tidak lagi terdengar. Perlahan kesadarannya mulai kembali. Dilihatnya bekas kekacauan yang telah diperbuatnya pada dua pemburu yang sudah dicabik-cabiknya. Perlahan dia menarik kepala si Jangkung dan sekali lempar, di jangkung terhanyut di sungai.

Demikian juga untuk pemburu satunya. Aro melemparnya ke sungai, dan keempat pemburu itu, terbawa aliran sungai..

Aro yang perlahan-lahan kembali ke wujudnya semula, mendekati bangkai beruang yang tergeletak tidak jauh dari tempatnya. Dia menekuk lutut, dan tubuhnya limbung—tepat di sebelah bangkai beruang.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel