Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Part 4

Galang memperhatikan Lula dari belakang. Dia melihat penampilan Lula yang begitu membosankan. Rambutnya yang berminyak membuat Galang risi di buatnya.

"Lula," panggil Galang akhirnya.

"Saya, Pak."

"Kamu suka ke salon?" tanya Galang.

"Belum pernah, Pak," jawab Lula jujur.

"Belum pernah?!" Lula mengangguk. "Kamu ini perempuan jenis apa, Lula? Lihat rambutmu, berminyak dan lepek, kamu keramas dengan minyak goreng merek apa?"

Lula menyentuh rambutnya. "Saya keramas dengan sampo, Pak."

Galang berdecak. "Dan, apa kamu punya model baju yang lain? Kenapa bajumu seperti malaikat maut?"

"Apa Anda pernah melihat malaikat maut, Pak?" tanya Lula.

"Lula, jawab saja pertanyaan saya!” Tegas Galang.

"Semua pakaian saya seperti ini, Pak."

"Sangat kuno," cibir Galang.

"Terima kasih, Pak," ucap Lula. Galang berdecak lagi.

Mobil berhenti di pintu masuk kantor. Lula segera membukakan pintu untuk Galang. Sampai seorang wanita berteriak memanggil nama Galang.

"Galang!" Galang dan Lula menoleh bersamaan. Seorang wanita berlari ke arahnya.

"Lula, selamatkan saya!” perintah Galang.

Dengan refleks, Lula merentangkan tangannya menghadap Galang. Dorongan dari perempuan itu membuat kacamata Lula terjatuh.

"Ih, siapa sih dia? Galang, aku kangen kamu," ucap Wanita itu.

Galang segera memerintahkan security untuk membawa wanita gila itu. "Galang, aku masih sayang kamu! Ih, lepasi, Galang!!" panggil wanita itu.

"Dasar wanita gila." umpat Galang. Galang memperhatikan Lula yang masih berdiri di hadapannya dengan menunduk. "Kenapa kamu?"

"Maaf, Pak, bisa carikan kacamata saya? Saya tidak bisa melihat dengan jelas bila tanpa kacamata itu."

"Kamu menitah saya?" sontak Lula menatap Galang.

Bisa dia lihat dengan jelas wajah Lula tanpa kacamata. Lula memiliki mata Hazel yang teduh. Sehingga siapa pun yang melihatnya ingin berlama-lama menatapnya.

"Bukan, Pak, bukan begitu, saya tidak tahu kacamata saya ada di mana," ujar Lula mencoba menjelaskan.

Galang mengambil kaca mata Lula yang jatuh tepat di bawah kakinya.

"Ini, cepat pakai, jangan sampai orang lain melihatmu seperti itu." setelahnya Galang pergi meninggalkan Lula.

Lula menunduk hormat. Dia menghela nafas panjang saat melihat Galang tidak lagi di hadapannya. Lula segera berlari menyusul Galang.

***

"Jadi Lula, kamu sudah punya pacar?" tanya Galang saat melihat Lula membenarkan kacamatanya.

Lula tersenyum singkat. "Pak, Anda memiliki rapat hari ini pukul satu nanti setelah makan siang di resto One, bersama nona Nadia." Tidak mau menjawab pertanyaan Galang yang menurut Lula sangat privasi. Lula pun mengalihkan pembicaraan.

"Lula saya bertanya," kata Galang. "Oh iya, benar. Mana ada pria yang mau denganmu, kamu sangat membosankan. Lula kamu tidak niat untuk mengganti gayamu?" tanya Galang lagi. Lula berusaha tersenyum walau sebenarnya dia merasa risi dengan pertanyaan Galang.

"Maaf, Pak. Saya sudah nyaman dengan gaya saya." Akhirnya Lula hanya mampu

berkata demikian, walau pun sebenarnya dia merasa kesal. "Kalau tidak ada lagi yang mau di sampaikan, saya pamit dulu. Permisi." Lula menunduk hormat, kemudian dia pergi dari ruangan Galang.

"Huh. Bagaimana bisa dia memiliki hidup yang membosankan kayak gitu. Di mana ayah mendapatkan orang kayak Lula," gumam Galang.

***

Sudah pukul satu siang. Galang bersiap untuk rapat, sedangkan Lula sudah berada dari tadi di ruangan Galang untuk membawakan dokumen penting yang akan di bahas pada meeting kali ini.

Sesekali Lula membenarkan kacamatanya yang kendur karena terjatuh. Galang yang melihat itu berdecak.

"Pulang kerja, pergi ke optikal. Jangan sampai kacamatamu yang kendur mengubah cara kerjamu."

Lula mengangguk. "Iya, Pak," jawabnya singkat.

Galang pun keluar dari ruangannya dengan Lula yang mengekorinya.

Lula membukakan pintu resto One dan mempersilakan Galang masuk. Seorang pelayan menghampiri keduanya. Lula segera maju ke depan.

"Reservasi atas nama ibu Nadia."

"Silakan lewat sini." pelayan tersebut menunjukkan jalan menuju lantai dua, di mana ada Meeting Room di sana. "Silakan," ujarnya sembari membuka pintu. Lula mengangguk dengan tersenyum sopan. Kemudian dia mempersilakan Galang untuk masuk terlebih dahulu.

Galang masuk dengan Lula yang berada di belakangnya. Seorang wanita muda telah menunggu kedatangan mereka.

Bibir merah meronanya merekah saat melihat kedatangan Galang. Dia segera berdiri dan menyambut Galang, mencium pipi kanan dan pipi kiri Galang, kemudian memeluknya erat. Sepertinya hanya Galang yang dia tunggu.

"Tolong jangan begini," ujar Galang sembari mendorong Nadia pelan. Nadia merengut kesal.

"Kenapa?" tanyanya sembari mencebikkan bibirnya.

"Itu-" Nadia melirik Lula yang berdiri menunduk di belakang Galang.

"Dia siapa?" tanya Nadia. Galang ikut menoleh pada Lula.

Sedetik kemudian, Galang memiliki ide gila untuk menghindar dari wanita gatal seperti Nadia. Galang pun menarik Lula dan merangkulnya agar berdiri di sampingnya.

"Calon tunanganku," kata Galang.

Lula dan Nadia sama-sama membulatkan matanya. Tentu saja Lula terkejut mendengar pernyataan Galang yang bohong itu.

"Apa?!" Nadia berseru kencang. "Calon tunangan?" Galang mengangguk singkat. "Dia? Calon tunanganmu? Ya ampun, apa saat ini dia sedang menyamar menjadi wanita buruk rupa?" pertanyaan Nadia membuat Galang mengerutkan dahinya.

"Buruk rupa? Apa dia terlihat begitu buruk rupa?" Nadia mengangguk cepat masih dengan keterkejutannya. Galang menatap Lula dari atas sampai bawah. Yang di tatap tetap dengan ekspresi datarnya, rasa terkejutnya sudah menghilang setelah mendengar ucapan Nadia yang begitu tajam.

Buruk rupa. Kenapa terkesan menusuk di telinga Lula? Padahal dia bergaya seperti ini juga sudah lumayan baginya. Lula masih menggunakan pakaian lengkap, tidak seperti Nadia yang memakai pakaian setengah bahan atau kekurangan bahan.

"Di cantik bagiku," kata Galang, percayalah hatinya berkata sebaliknya.

Hanya saja Galang ingin menghindar dari Nadia yang begitu tergila-gila padanya. Siapa pun akan merasa risi kalau menjadi obsesi orang lain bukan? Ya, tidak beda jauh dengan Galang. Sudah hampir 10 tahun, Galang menjadi target pria yang Nadia sukai.

Tapi sayangnya Galang tidak pernah bisa menghindar dari Nadia, karena perusahaannya bekerja sama dengan perusahaan milik ayah Nadia, yang kini di olah dengan Nadia.

Tapi, tolong. Jangan sepenuhnya menyalahkan Nadia, karena Nadia pun tidak akan tergila-gila dengan Galang, kalau pria playboy itu pernah memberi harapan padanya dulu. Ya, dulu, sangat lama sekali, di mana Galang memiliki hobi mempermainkan wanita. Tapi tidak sejak bertemu dengan Kikan, Galang berubah menjadi pria yang setia. Tapi sayangnya Kikan lah yang mempermainkan hatinya. Karma is Real.

Dengan wajah datarnya, Lula memperhatikan wajah wanita di hadapannya yang kini telah memasang ekspresi antagonisnya.

"Astaga, matamu harus di operasi, Galang."

"Jadi, Nadia, masalah apa yang perlu kita bahas?" tanya Galang.

"Aku cuma mau bertemu denganmu, aku rindu denganmu. Tapi kenapa pertemuan kita harus di ganggu dengan wanita berkostum aneh ini."

"Kalau enggak ada hal penting, sebaiknya aku pulang. Jangan mengganggu lagi, aku sibuk." setelah mengatakan hal itu Galang keluar dari ruangan meeting itu.

Lula di tinggal begitu saja? Ya. Galang tidak pandai berakting ternyata. Lula menunduk sopan pada Nadia.

Kemudian dia pergi dari sana dengan terburu-buru, sebelum Nadia menyemprotnya layaknya air bah di sungai.

Galang berjalan cepat menuju mobilnya, dia mengendurkan dasinya yang seakan menjerat kencang lehernya. Lula setengah berlari, saat di depan Galang, dia mencoba menegakkan tubuhnya, seperti semula.

"Lain kali tolak pertemuanku dengan Nadia, terkecuali, sudah jelas apa yang ingin di bahasnya."

"Baik, Pak."

"Dan..." Galang menoleh pada Lula. Dia berdecak. "Ubah penampilanmu, jangan buat saya malu," katanya setengah berteriak. Lula menunduk hormat.

"Baik, Pak, saya akan mengubah penampilan saya." Galang menghela nafas panjang setelah mendengar jawaban Lula.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel