2
Areum duduk diam di bangku halte bus, tubuhnya terasa semakin dingin di bawah hembusan angin malam yang menusuk. Pikirannya masih saja bergulat dengan masalah uang kontrakan yang belum ia lunasi, membebani dirinya seperti awan gelap yang menutupi langit malam. Beberapa minggu lagi tenggat waktu itu tiba, tetapi gajinya yang belum sepenuhnya diterima membuatnya merasa semakin terhimpit. Ia menghela napas panjang, mencoba mengalihkan rasa cemas dengan memandang jalanan yang sepi, berharap bus akan segera tiba.
Namun, tanpa disadarinya, seseorang telah duduk di sebelahnya. Areum sedikit tersentak ketika suara tenang namun jelas memecah keheningan. "Kamu tahu, kamu sudah melewatkan bus terakhir tadi," ucap gadis berhoodie dari kedai kopi tadi.
Areum memutar kepala dengan cepat, matanya membulat karena terkejut. Bagaimana mungkin gadis ini tiba-tiba ada di sini tanpa ia sadari? "Serius?" tanyanya sambil buru-buru memeriksa arloji di pergelangan tangannya. Ekspresi keterkejutannya berubah menjadi lelah ketika ia melihat jamnya. Benar saja, bus terakhir telah lewat sekitar sepuluh menit yang lalu.
Areum menghela napas berat, wajahnya mencerminkan kekesalan pada dirinya sendiri. Lagi-lagi, ia melamun terlalu dalam hingga melupakan segalanya. Sekarang, ia harus merogoh kocek lebih dalam untuk naik taksi. Pikiran itu semakin membuatnya kesal.
Gadis berhoodie itu tersenyum simpul, lalu tanpa banyak bicara, menyodorkan sekaleng soda dingin ke arah Areum. "Kalau kamu butuh tumpangan, aku bisa mengantarmu," katanya dengan nada santai, seperti menawarkan sesuatu yang sepele.
Areum memandang soda itu sejenak sebelum menerimanya. "Tidak perlu, aku bisa naik taksi nanti," jawabnya sopan, meski di dalam hatinya ia merasa sedikit lega atas tawaran itu. Ia membuka kaleng soda itu dan menyeruputnya perlahan untuk mengurangi rasa gugup.
"Baiklah," jawab gadis itu singkat, tanpa memaksa.
Keheningan kembali meliputi mereka. Udara malam semakin dingin, tetapi kedua gadis itu hanya duduk di sana tanpa berbicara, seperti tenggelam dalam pikiran masing-masing. Areum merasakan kegelisahan yang aneh. Ia tidak terbiasa dengan situasi seperti ini. Akhirnya, ia mencoba memecah kebekuan.
"Kamu bisa pergi lebih dulu, kalau mau," ucap Areum dengan nada sedikit canggung, melirik gadis di sebelahnya. Ia merasa gadis itu mungkin masih duduk di sini karena menunggunya.
Namun, gadis itu terkekeh pelan, sebuah suara yang terdengar ringan namun menenangkan. "Aku sedang menunggu seseorang. Harusnya aku yang berkata seperti itu, bukan? Kamu malah melewatkan taksi berkali-kali tadi," balasnya dengan nada menggoda, membuat Areum merasa semakin malu.
Wajah Areum memanas, dan ia hanya bisa tertawa canggung. "Ah, aku terlalu banyak melamun, sepertinya," gumamnya pelan, mencoba menyembunyikan rasa malunya. Gadis itu tidak memberikan komentar lebih lanjut, hanya tersenyum kecil sambil menatap jalanan yang sepi.
Setelah beberapa saat, Areum memberanikan diri untuk bertanya, rasa penasarannya tidak bisa ia tahan lagi. "Apa aku boleh bertanya? Kenapa kamu selalu datang ke kedai kopi itu?" tanyanya dengan nada hati-hati.
Gadis itu menunduk sedikit, senyumnya berubah tipis. "Aku hanya sedang kerja," jawabnya singkat.
Areum mengernyit, merasa bingung dengan jawaban itu. "Kerja? Kerja macam apa yang hanya duduk diam sambil minum kopi?" pikirnya.
"Kerja?" tanyanya memastikan, nada skeptis terlihat dalam suaranya.
"Hmm, aku bisa dibilang seperti seorang bodyguard? Mungkin," jawab gadis itu sambil tersenyum kecil.
Jawaban itu membuat Areum sedikit tertegun. Jadi, itu alasannya gadis ini sering terlihat mengawasi seseorang.
"Apa gadis tadi yang sedang kamu jaga?" tanyanya lagi, kini lebih penasaran.
Gadis berhoodie itu terkekeh pelan, kali ini mengangkat wajahnya untuk menatap Areum. Tatapannya tajam namun tidak menyeramkan, dan untuk pertama kalinya, Areum bisa melihat matanya dengan jelas. Mata itu terlihat hangat, tetapi ada sesuatu yang tersembunyi di baliknya, sesuatu yang sulit ditebak.
"Kamu mungkin benar," jawabnya sambil menatap lurus ke mata Areum. "Tolong jangan katakan padanya kalau aku mengawasinya," pintanya dengan nada serius namun tetap lembut.
Areum mengangguk, meski tidak sepenuhnya mengerti situasinya. Jika memang gadis ini seorang bodyguard, bukankah itu hal yang baik? Ia mencoba menyembunyikan kebingungannya. "Tentu," jawabnya singkat.
Setelah beberapa saat, Areum bertanya lagi, rasa ingin tahunya terus menggelitik. "Ngomong-ngomong, siapa namamu?" tanyanya. Ini tidak seperti dirinya yang biasanya enggan berinteraksi dengan orang asing. Namun, gadis ini membuatnya ingin tahu lebih banyak.
Gadis itu terdiam sejenak, tampak berpikir sebelum menjawab. Ia menatap Areum lagi, sebuah senyum kecil menghiasi wajahnya. "Namaku-"
Namun, sebelum ia sempat menyelesaikan ucapannya, suara seseorang memanggil dengan keras dari sebuah mobil yang berhenti di depan mereka. "YAAK! Byul, aku sudah berteriak memanggilmu berkali-kali, bodoh!" suara itu terdengar kesal namun juga familier bagi gadis itu.
Gadis berhoodie itu-Byul, berdiri dengan cepat, senyum meminta maaf menghiasi wajahnya. "Maaf, aku harus pergi. Senang berbicara denganmu," ucapnya sambil melambaikan tangan kecil pada Areum.
Areum hanya mengangguk pelan, memperhatikan Byul yang berjalan menuju mobil dengan santai, sebelum menghilang di dalamnya bersama orang yang memanggilnya tadi. Tatapan Areum tetap terpaku pada mobil yang menjauh.
~
Suasana pagi di kedai kopi hari ini terasa sedikit berbeda. Areum, yang biasanya fokus pada pekerjaannya, kali ini tidak bisa berhenti memikirkan pertemuannya dengan Byul tadi malam. Apalagi, hari ini Byul tidak datang seperti biasanya. Itu cukup aneh, karena selama ini gadis berhoodie itu selalu hadir, seakan menjadi bagian rutin dari hari-hari Areum di kedai kopi.
Areum menghela napas, mencoba mengabaikan pikirannya. Namun, entah mengapa ada perasaan ganjil yang terus menghantui, seperti ada sesuatu yang membuatnya ingin lebih dekat dengan gadis itu. Ia melirik pintu masuk sesekali, berharap melihat sosok Byul muncul, tetapi tidak ada tanda-tanda kehadirannya.
"Hey, jangan melamun. Itu ada pelanggan," suara rekan kerjanya membuyarkan lamunannya. Areum segera tersadar, buru-buru membungkukkan badan kepada pelanggan yang sudah berdiri di depannya.
"Maaf, Nona. Anda ingin memesan apa?" tanyanya dengan nada ramah, meski pikirannya masih sedikit kacau.
Wanita di depannya hanya menatapnya datar, tanpa ekspresi yang jelas. "Ice Americano, satu," ucapnya singkat.
Areum sedikit tertegun, menyadari bahwa pelanggan itu adalah gadis yang kemarin diawasi oleh Byul. Ingatan malam tadi segera kembali, membuat Areum bertanya-tanya, apa gadis ini menyadari bahwa dirinya diawasi dan kenapa dia harus diawasi? Apa dia orang penting? Ia menepis pikirannya, lalu dengan cekatan menyiapkan pesanan dan menyerahkannya.
"Ini Ice Americanomu, Nona," ucap Areum sambil tersenyum sopan.
Gadis itu menerima gelasnya tanpa berkata apa-apa, langkahnya sudah hampir meninggalkan meja kasir ketika tiba-tiba ia berhenti.
Areum menegang saat gadis itu berbalik dan menatapnya dengan tajam. "Jika kamu merasa tidak enak badan, lebih baik istirahat, bukan?" ucapnya tiba-tiba, suaranya dingin namun tegas.
Kata-kata itu membuat Areum terkejut. Ia tidak menyangka gadis itu akan memperhatikannya sedetail itu. "Maaf?" tanyanya, memastikan ia tidak salah dengar. Namun, gadis itu tidak mengulanginya. Ia hanya menatap Areum sekilas sebelum berlalu pergi, meninggalkan Areum dengan berbagai pikiran yang berputar di kepalanya.
Areum berdiri mematung, mencoba mencerna ucapan tadi. Gadis itu-apa ia benar-benar memperhatikan kondisinya? Dan bagaimana ia bisa tahu bahwa Areum merasa tidak sepenuhnya baik pagi ini?
~
Petang hari ini, Areum sedang bersiap untuk pulang setelah menyelesaikan pekerjaannya. Namun, suara lonceng pintu kedai kopi yang berbunyi mengalihkan perhatiannya. Ia sedikit melirik dan melihat gadis berhoodie yang ia kenal, datang ke kedai kopi itu. Hari ini, ada yang terasa berbeda. Gadis itu mengenakan masker, seakan berusaha menutupi wajahnya sepenuhnya. Areum tidak terlalu bisa melihat wajahnya dengan jelas sebelumnya, tapi hari ini, ada sesuatu yang terasa aneh-entah itu cara gadis itu menyembunyikan diri, atau sesuatu yang tidak bisa ia pahami.
Byul langsung menuju kasir, dan Areum yang melihatnya segera bersikap profesional. "Ice Americano?" tanyanya dengan suara lembut, sedikit bertanya-tanya mengapa gadis itu tampak begitu tertutup hari ini.
Byul hanya mengangguk sedikit, menurunkan topinya lebih dalam, seolah berusaha menghindari perhatian. Areum segera menyiapkan pesanan itu dengan cekatan, meskipun hatinya masih dipenuhi rasa penasaran tentang perubahan sikap Byul. Setelah menyiapkan pesanan, Areum menyerahkan Ice Americano itu kepada Byul, namun matanya tidak bisa menghindari melihat tangan gadis itu yang terlihat terluka saat ia memberikan uang tadi.
"Apa dia pagi tadi kemari?" tanya Byul, suaranya lebih pelan dari biasanya, seolah sedang mencoba berbicara tanpa banyak perhatian.
Areum mengangguk, namun ia tidak bisa menyembunyikan rasa penasaran dalam dirinya. "Ya, dia tadi pagi sempat datang," jawab Areum sembari memberikan kembaliannya dengan hati-hati, merasa ada yang tidak biasa dengan percakapan ini.
Byul hanya mengangguk singkat, tanpa menambah banyak kata. "Baiklah," ujarnya pelan, seolah berbicara pada dirinya sendiri.
Tapi Areum tidak bisa menahan rasa khawatir yang muncul saat melihat tangan Byul. Ia tidak bisa berpura-pura tidak peduli, meskipun gadis itu tampaknya berusaha menutupinya. "Apa kamu baik-baik saja? Tanganmu terluka," tanya Areum, sedikit khawatir.
Byul terdiam sejenak, seolah baru sadar dengan kondisinya. Ia segera mengeluarkan tangannya dari saku hoodie dan melihat lukanya, seakan baru menyadari betapa parahnya.
"Ah, aku tidak sadar. Terima kasih sudah memberitahuku," jawab Byul dengan nada sedikit canggung, seolah mencoba untuk tidak terlalu mempermasalahkan luka itu. Namun, ada yang berbeda dalam cara dia berbicara-terdengar seperti ada sesuatu yang ia sembunyikan.
Areum hanya diam sejenak, merasa cemas namun tidak tahu harus berbuat apa. "Kamu harus hati-hati," ujarnya akhirnya, dengan nada lebih lembut.
Byul hanya tersenyum tipis, tidak memberikan komentar lebih lanjut, dan dengan cepat berbalik pergi dari kedai kopi, meskipun ada sesuatu dalam langkahnya yang membuat Areum semakin merasa ada yang tidak beres.
-To be Continued-
