Bab 3 Sebuah Pertaruhan
Bab 3 Sebuah Pertaruhan
“Pucat sekali. Kamu sedang sakit By?” tanya Monic
“Hmm... aku masih mengantuk, Mon. Tadi malam Ben minta laporanya harus segera selesai!”.
“Sabar ya By, ini memang derita yang harus kamu alami” Monic meringis mencoba menggoda sahabatnya
“Monic!!” pekik Ruby cukup keras hingga menyita perhatian beberapa rekan kerjanya.
Ruby tak mampu lagi menyembunyikan rasa kantuk dan lelahnya. Ia pun tertidur di sela-sela rapat redaksi yang belum usai. Cukup lama ia pulas di pundak kekar milik Jack yang sejak tadi duduk di sampingnya. Hingga rapat usai, Ruby masih tetap terpejam berada pada alam bawah sadarnya. Matanya tertutup rapat hingga suara hiruk pikuk kesibukan beberapa karyawan tak mampu membangunkannya lagi. Jack terus saja membiarkan Ruby berada di pundaknya, pundak yang sebenarnya sejak tadi sudah sangat pegal. Masih menjadi sandaran Ruby hingga ia terbangun nanti. Sesekali Jack tersenyum menatap wanita cantik ini. Serta bibirnya mengatup menahan tawa kecilnya. Jack terus saja memandang dengan seksama garis-garis tegas wajah ayu milik asisten bosnya ini. Lucu sekali memang ketika si idealis ini harus tertidur di sembarang tempat seperti begitu saja.
“Huambbhh...” tak sengaja Jack menguap hingga membangunkan Ruby
Perlahan ia membuka matanya yang terpejam. Mengerjap-ngerjapkan pelan dan berusaha menyeka wajah dengan kedua tanganya. Jika ada ungkapan tentang kecantikan wanita akan terlihat ketika ia bangun tidur, mungkin Ruby salah satunya. Ayunya tak hilang meskipun masih ada guratan sisa-sisa lelah di wajahnya. Rambut panjang yang terurai dan berantakan semakin membuatnya begitu seksi dan kembali mengalihkan perhatian Jack untuk tak berhenti menatapnya.
“Jadi kesimpulan rapatnya gimana?” Jack masih mematung cukup lama menyaksikan Ruby yang sibuk mengikat rambut panjangnya
“Jack! Jack!” Ruby masih mencoba menyadarkan Jack
“Hah, iya.”
“Kesimpulan meetingnya bagaimana? Melamunkan apa sih? ” sergah Ruby.
“Semua sudah dihandle Monic dan timnya By jadi tenang aja!” Ruby hanya mengangguk.
Sejak awal Ruby memang tak begitu tertarik dengan acara yang telah jadi tradisi di perusahaan itu. Ia hanya butuh mengistirahatkan otak dan tubuhnya untuk beberapa waktu saja. Dan sedikit mengacuhkan semua tugas-tugasnya yang berkaitan dengan Ben, si monster jahat yang sudah membuat hari – harinya sangat kacau. Ruby pun mengemasi tas dan laptopnya, hari ini ponselnya cukup tenang tanpa pesan dan teror dari Ben. Sepertinya Ben sedang sibuk hingga ia lupa tak mengirim pesan pada Ruby dan tak menanyakan tentang tugas-tugas yang harus di handlenya.
“Mau ke mana?.”
“Pulanglah!” jawab Ruby singkat
“Nggak lihat apa kalau diluar hujan” Ruby menoleh pada sebuah kaca gedung di mana ia sedang berdiri sekarang.
Dan benar saja hujan dengan derasnya terus mengucur di luar sana. Rasanya tidak mungkin sekalipun ia memaksakan diri untuk pulang sekarang. Hari ini ia tak membawa kendaraan pribadinya sementara jarak perusahaan dan apartemen nya juga cukup jauh. Tapi malas saja jika ia harus memesan taxi online untuk mengantarnya pulang ia sudah cukup hafal dengan macetnya kota Jakarta.
**
Ruby menghamburkan tubuhnya pada sebuah sofa, mengotak-atik kembali layar ponsel yang ada di tangannya. Sudut bibirnya mengerucut seolah menandakan ada kekesalan pada hujan yang menghalanginya untuk segera pulang.
“Ben bilang urusannya hampir selesai di Batam, mungkin pas puncak acara party dia sudah di sini”
“Terserah!!” gumamnya
“Hmm, kenapa sih By?”.
“Harusnya kita tidak perlu bahas Ben sekarang, mendengar namanya saja sudah cukup memuaskan. Apalagi berhadapan dengannya yang hanya sekedar pura-pura baik it.” Ruby menampakan kekesalannya pada laki-laki bernama Ben itu.
“Hahaha... tapi Ben tidak sekaku itu By. Memang sih selama ini tidak ada yang bisa bertahan menjadi sekretarisnya lebih dari 1 bulan”.
“Hah, apalagi aku”, Ruby menatap Jack yang duduk tak jauh darinya.
Rahangnya semakin menegang ingin rasanya ia menumpahkan kekesalannya terhadap Ben ketika Jack memulai membahasnya. Tapi untuk apa, bukanya Jack juga orang yang dekat dengan Ben ?. Bisa saja bukan jika ia mengatakan bahwa Ruby terus mengumpatnya selama Ben tak ada di sini. Lagi pula hanya akan sia-sia saja jika ia mencurahkan keluh kesahnya pada Jack tentang beban beratnya selama menjadi sekretaris Ben.
“Dan kesimpulanya?” Jack mendekat ke arah Ruby.
Duduk bersandar pada sebuah meja yang berada di samping sofa
“Resign”.
“HAHAHAHA, resign katamu!” Jack terbahak mendengar sahutan Ruby
“Dengar By, gak mudah resign dari Ben apalagi kamu baru jadi sekretarisnya. Ayolah By... apa sih yang membuatmu menyerah seperti ini”.
“Lalu aku harus apa Jack ?.”
“Kita taruhan, kalau kamu bisa bertahan di sini lebih dari 1 bulan aku akan membantumu resign dari tempat ini.”
“Jangan konyol” Ruby menyela, ada kekesalan dan ketidaksetujuan di matanya.
Jack hanya tersenyum kecil, ia mulai merasa bangga ketika Ruby sudah pasti tak akan sepaham dengannya.
“Apa kamu yakin? Ternyata idealismu itu tak sebanding dengan nyalimu By. Kamu cemen!” cibir Jack padanya
Tak terima rasanya saat Jack mengeluarkan ungkapan cibiran itu. Wajahnya kembali memerah dan kini Jack kembali membuatnya sedikit emosional.
“Ok, aku setuju. Akan aku buktikan kalau aku bisa bertahan disini lebih dari 1, 2, bahkan 3 bulan sekalipun. Tapi setelah itu semua menjadi tugasmu untuk membawaku keluar dari sini!” jelas Ruby
Dan benar saja ia menerima tantangan yang diberikan Jack padanya. Jika ini sebuah kompetisi memancing mungkin Jack yang akan keluar menjadi juaranya. Mudah baginya untuk membuat orang yang ada di hadapannya ini tersulut emosi. Bahkan jelas di wajah Ruby bahwa ia ingin membuktikan pada Jack jika ia mampu menerima tantangan yang diberikan Jack padanya. Ia ingin membuktikan pada Jack bahwa dirinya bisa bertahan lebih lama dibanding dengan sekretaris Ben sebelumnya.
Jack pun tak mengerti kenapa ia bisa memberikan tantangan pada Ruby untuk bertahan di tempat yang sudah membuatnya tak nyaman ini. Ucapan itu keluar begitu saja dari mulutnya Jack. Jack punya alasan tersendiri untuk tak membiarkan Ruby pergi begitu saja. Saat ini Ruby adalah satu-satunya wanita yang diam-diam sudah memunculkan ribuan rasa penasarannya dan pelan-pelan ia telah mencuri hati Jack..
“Jangan cepat berlalu dariku, By. Rasa penasaranku ini cukup kuat untuk segera ingin tahu lebih banyak tentangmu!” bisik Jack dalam hati
Jack masih duduk di sana, dengan tangan yang masih terlipat di dada. Dibiarkannya Ruby yang berlalu tanpa memperdulikannya lagi. Ruby masih sedikit kesal setelah mengiyakan tantangan Jack barusan. Wanita ini terus berjalan menuju sebuah tangga dan menuju lobby kantornya. Rambut merahnya yang terikat seolah ikut menari gerakan punggungnya. Langkah Ruby begitu cepat bahkan ia tak menoleh sedikit pun pada Jack. Padahal dalam hati Jack berharap jika Ruby akan berbalik sebentar saja untuk memandangnya beberapa saat.
**
Jack mengambil sebuah kamera dari dalam tas kerjanya, kembali ia teringat dengan sebuah potret ayu sang asisten bos besar The Azure. Gambar Ruby yang beberapa hari lalu telah ia curinya dengan sengaja. Dinyalakannya benda hitam Canon EOS 7D miliknya itu, kemudian membuka kembali beberapa file foto Ruby yang berhasil diabadikan. Jack memperhatikan beberapa detail gambar Ruby berkali - kali, serta berkali-kali pula memainkan beberapa tombol zoom pada kameranya. Jack pun terfokus pada salah satu foto yang menurutnya sedikit berbeda. Memandang salah satu potret Ruby yang tersenyum lepas, jarang sekali Ruby terlihat seperti ini.
Tangan Jack bergegas cepat memindahkan beberapa file foto itu pada layar laptop yang sejak tadi telah dinyalakan. Mencoba memilah dan memilih beberapa foto yang nantinya bisa dicetak untuk jadi salah satu koleksi pribadi. Ya, diam-diam Jack kini telah jadi pengagum rahasia wanita 28 tahun itu.
“Hal bodoh apa yang kau lakukan Jack. Apa benar diam-diam kau sudah suka pada Ruby!” Jack berdiri di depan sebuah cermin seolah ia sedang berbicara dan bercerita pada dirinya sendiri
“Hah... entahlah!” terus saja ia bergeming sendiri
Kepalanya menggeleng tak jelas disertai senyuman yang masih tertahan di bibirnya
Jack benar-benar terhipnotis oleh gadis rupawan itu. Bahkan ia masih belum bisa melupakan wajah lelah Ruby yang tempo hari sempat bersandar di bahunya. Jelas sekali ada sesuatu yang berbeda di sana. Ruby sangat lain ia begitu berbeda dengan seseorang yang dulu pernah mengisi hatinya, Tara. Jack juga manusia biasa ia pernah merasakan jatuh cinta namun sayang berakhir dengan sebuah kekecewaan.
