Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4

Dirga merasa hidupnya tenang karena selama ini ia berpikir bahwa masa lalunya telah hilang tak berbekas dihatinya walau sakit itu masih saja terasa. Membunuh darah dagingnya sendiri bukanlah hal yang termaafkan setidaknya untuk pria dengan tinggi 180 cm tersebut.

Wajah tampannya mengeras mengingat perlakuan istri pertama yang belum pernah diceraikannya itu. Dalam hati ia masih sangat mencintai Anya, namun perbuatan Anya membuat Dirga menutup buku hubungan keduanya. Mengambangkan pernikahannya dengan Anya adalah pilihannya. Dirga menginginkan bahwa suatu saat wanita itu kembali dan berkata menyesal telah membunuh anak mereka. Hanya itu, tidak lebih!

Tapi, sebulan, dua bulan, sepuluh bulan setahun bahkan di tahun berikutnya Anya tak pernah datang. Wanita itu menghilang bagai debu yang di bawa angin. Hingga akhirnya, Dirga menyerah. Menyerah untuk dirinya dan hubungannya hingga ia bertemu dengan wanita cantik bak model bernama Shela Tyasari. Wanita yang membuat hati Dirga selalu menghangat karena keceriaannya hingga keduanya menjalin hubungan sampai sekarang.

Di tengah kehangatannya. Dirga memutuskan melamar Shela, mengabaikan pernikahannya yang sudah dianggap mati. Bahkan, tak ada perceraian antara keduanya, lagipula itu hanyalah nikah siri yang hanya beberapa saja orang yang tahu. Shela menerima lamaran Dirga, sosok pria yang menjadi idamannya. Hangat, ramah, serta wajahnya yang selalu membuat kaum hawa menoleh dua kali.

Keduanya memutuskan akan menikah dalam beberapa bulan dan melaksanakan pertunangan bulan depan. Namun, lagi-lagi waktu seolah mempermainkan Dirga. Siang itu, tidak sama sekali dirinya sangka bahwa ia akan bertemu dengan cinta pertamanya, Anya. Mendorong troli berisi anak kecil bersama temannya. Saat itu pula, Dirga membeku tahu bahwa wanita yang hendak dinikahinya adalah Kakak dari Anya, cintanya.

Empat tahun mereka berpisah dan selama itu pula bayang-bayang Anya selalu dalam mimpinya. Kini, wanita itu jauh lebih cantik dengan penampilan sederhananya. Wajah lembutnya tidak sama sekali membuat Dirga mengalihkan pandangan hingga Shela menyuruh keduanya berkenalan seakan mereka orang asing.

Dalam hati, Dirga tersenyum kecut. Anya mampu menipu Kakaknya sendiri dengan aktingnya yang bagus.

Pandangan Dirga beralih pada anak kecil yang dibilang anak dari teman Anya. Seandainya saja, anak mereka hidup mungkin umurnya sekitar anak ini. Dalam hati rasa sakit itu kembali muncul membuat wajah terpananya menjadi dingin. Tangannya mengepal erat.

Mereka kembali berpisah. Selama itu, Dirga mencari tahu dimana Anya tinggal, bekerja apa, dan sebagainya. Disinilah ia sekarang, menjadi seorang penguntit dari istrinya. Memilih di mutasi ke rumah sakit cabang karena tahu Anya bekerja di departemen saraf disana. Dirga tersenyum miris, apa yang ia harapkan dari ini semua? Balas dendam? Ya. Mungkin itu yang ingin Dirga lakukan. Melihat Anya sakit hati saat melihatnya bermesraan dengan sang Kakak.

Senyuman sinis muncul di sudut bibirnya. Wanita itu berhak merasakan apa yang Dirga rasakan dulu. Merasa mati selama dua tahun hingga Shela hadir dalam hidupnya. Membuat hatinya kembali terselamatkan dari dalamnya jurang kematian. Kehadiran Shela sedikit demi sedikit mengikis rasa takut dari dalam diri Dirga. Dirga memang telah menceritakan semuanya pada Shela, tapi dia sama sekali tidak bercerita siapa wanita itu. Biarlah itu menjadi rahasianya.

Menghela napas pelan, Dirga beranjak keluar dari mobil sport miliknya. Masuk ke dalam rumah sakit ke bagian departemen mereka. Saat sampai di depan IGD, langkahnya terpaku melihat Anya tampak begitu elegan walau penampilannya sederhana. Wajahnya terlihat sendu sambil memperhatikan anak kecil yang terbaring lelap. Sedikit banyaknya Dirga mendengar percakapan mereka.

"Dia tidak akan sembuh. Neurofibromatosis tidak dapat disembuhkan. Kita hanya bisa memantau dan merawatnya agar hasilnya membaik."

Suara Anya terdengar lelah sekaligus sedih.

"Tapi, dok-" Suara dokter baru yang Dirga ketahui bernama Sandra menyela, namun Anya lebih dulu memutuskan.

"Kamu bisa menanyakannya pada ahli jika kamu tidak percaya sama saya." Anya kembali melirik gadis kecil tersebut. "Evaluasi perkembangan dan perubahan skeletal padanya. Panggilkan orang tuanya dan suruh orang tuanya untuk menemui saya."

"Baik, dok." Dokter baru itu mengangguk cepat. Hendak keluar dari ruangan IGD dan Dirga dengan segera bersembunyi. Saat dilihat punggung Sandra menjauh, Dirga masuk ke dalam IGD. Kedua tangannya berada dalam celana bahannya.

Dapat dilihatnya mata Anya melebar karena terkejut, namun Dirga memilih mengabaikannya dan menatap anak kecil tersebut. "Sekarang... Kamu menyelamatkan orang?" sinisnya.

Anya kembali merasa jantungnya ditikam. Ia hendak beranjak keluar, namun Dirga lebih cepat, mencekal lengan Anya lalu mendorong wanita itu ke dinding. Menahan tubuh Anya dengan pinggul dan badannya yang besar dibanding badan wanita itu sendiri.

"Kabur, Nya?" bisik Dirga pelan. Helaan napasnya menyapu telinga Anya membuat wanita itu merinding seketika. "Sampai kapan kamu memilih kabur dari aku, hm?"

"Lepas!" Anya berusaha melepaskan diri, namun Dirga tidak membiarkannya sama sekali. Ia menatap nyalang pada pria yang kini menatapnya sinis.

"Setelah membunuh anak kita, kamu milih untuk menyelamatkan hidup orang lain?" Cengkraman di kedua lengan Anya semakin kuat.

"Lepasin aku!"

"Tidak, sebelum kamu menjawab pertanyaanku!"

Anya menatap Dirga sengit. Keduanya saling menatap tajam.

"Jelaskan, Anya! Jelasin kenapa kamu membunuh dia?!" teriak Dirga dengan mata menyipit benci. "Kamu membunuh calon bayi kita. Kenapa, hah?!"

Mata Anya mulai berkaca-kaca. Lagi-lagi ia melihat raut sakit itu dimata suaminya. "Dirga."

Dirga menggeleng tegas. "Nggak. Jangan panggil aku seperti itu! Kita bukan siapa-siapa lagi semenjak empat tahun lalu," desisnya geram tanpa peduli bahwa air mata Anya menetes deras. "Sekarang katakan, kenapa kamu membunuhnya?! Membunuh calon anakku!"

Anya menunduk. Menggigit bibir bawahnya menahan isakan. "Karena~ dia tidak diinginkan." oleh keluargamu... Sambung Anya dalam hati. Tidak ingin bahwa Dirga tahu bahwa Sasa memang sama sekali tidak diinginkan oleh keluarga pria itu. Sehingga Anya memilih meninggalkan Dirga dan kabur membawa Sasa agar terhindar dari ancaman keluarganya yang ingin melenyapkan Sasa.

Dirga melepaskan Anya dan tertawa sumbang. Ia memukul dinding di samping Anya membuat tubuh Anya tersentak. "Hebat! Sekarang aku percaya, kalau kamu benar-benar pembunuh! Dan seorang pembunuh, tidak seharusnya bekerja sebagai dokter. Bukan berarti dia tidak akan membunuh yang lainnya," gumam Dirga dingin lalu beranjak pergi tanpa memperdulikan lengannya yang lecet akibat tinjunya sebelumnya.

Anya lagi-lagi berkubang dalam penyesalan. "Maafkan aku... Maafkan aku...," gumamnya seakan rasa sakit itu memang tidak pernah hilang walau seberusaha apapun ia mencoba. Tetap saja rasa sakit itu masih begitu melekat karena ia telah membohongi pria yang begitu dicintainya dan itu adalah demi mereka berdua.

Lagipula, bukankah Tuhan sudah menunjukkan jalannya? Jika dia dan Dirga tidak akan pernah bisa bersama? Llau, kenapa mereka harus dipertemukan kembali dengan cara seperti ini?

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel