Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9 Genggaman Tangan Pertama

Bab 9 Genggaman Tangan Pertama

Aldan terlihat langsung memejamkan matanya saat sudah duduk di kursi bis yang ia naiki bersama Alice. Alice yang melihat itu pun, mencoba membangunkan Aldan dengan cara menyentuh lengan Aldan dengan jari telunjuknya.

Aldan yang merasakan jika sesuatu menyentuh lengannya, langsung membuka matanya, kemudian melihat apa yang ada di lengannya itu. Namun, saat Aldan telah membuka matanya, ternyata jari Alice yang begitu mungil yang sedang menyentuh lengannya.

Kini ia berganti mengarahkan pandangannya menuju wajah Alice, dan terlihat Alice sedang tersenyum dengan menampilkan deretan gigi putihnya. Sehingga membuat Aldan hanya mengembuskan napas pasrah.

“Bisakah kamu tidak tidur, Aldan?” tanya Alice, yang terlihat takut karena baru pertama kali naik angkutan umum.

Selain baru pertama kali, Alice juga duduk di bagian dekat dengan jalan orang-orang yang akan keluar masuk bis tersebut, sehingga membuatnya membangunkan Aldan.

Melihat ekspresi Alice yang terlihat ketakutan, membuat Aldan merasa kasihan kepada Alice, sehingga Aldan mengurungkan niatnya untuk tidur selama perjalanan.

Karena berhasil membuat Aldan tidak tidur, membuat Alice menjadi sumringah, karena Alice setidaknya bisa mengobrol dengan Aldan selama perjalan, meskipun kecil kemungkinan Aldan akan membalas semua ucapan Alice.

“Maafkan aku, aku baru pertama kali naik angkutan umum,” ucap Alice, yang menjelaskan jika dirinya baru pertama kali naik angkutan umum kepada Aldan.

Namun Aldan tidak menjawab permintaan maaf Alice, sehingga membuat Alice sedikit merasa kecewa, namun Alice tidak merasa putus asa, sehingga membuatnya berkecil hati, ia terus memberikan pertanyaan dan bercerita mengenai dirinya setelah Aldan mengabaikannya.

“Apakah kamu selalu naik angkutan umum selama sekolah?” tanya Alice, memulai kegiatan menginterogasinya, meskipun ia tahu jika Aldan tidak akan menjawabnya.

“Hmm … apakah kamu asli orang sini?” tanya Alice lagi.

Karena lagi-lagi tidak dijawab oleh Aldan, membuat Alice hanya memperhatikan wajah Aldan yang terus mengarah ke luar jendela. Alice berusaha mencari cara untuk membuat perhatian Aldan beralih pada dirinya.

“Aku … sebelumnya tinggal di Kanada, jadi sebelumnya aku juga bersekolah di sana, karena ayahku harus mengembangkan bisnisnya di sini, membuat aku dan bundaku harus ikut pindah dengannya, tadinya aku mengira jika aku tidak bisa nyaman tinggal di sini,” Alice mulai menceritakan beberapa hal mengenainya, kepada Aldan yang sejak tadi diam, dan tidak menanggapi Alice yang terus mengajaknya berbicara.

“Saat aku baru sampai di kota ini, aku begitu terkesima, karena lampu-lampu di malam hari di sepanjang jalan dari gedung-gedung dan rumah warga begitu warna-warni dan membuatku terkesima,” Alice kembali melanjutkan ceritanya.

Meski tidak digubris sama sekali dengan Aldan, tidak membuatnya berkecil hati, Alice malah terus melanjutkan kegiatan berceritanya.

“Yang paling aku senangi adalah, saat aku datang untuk sekolah hari pertama, aku bisa duduk denganmu,” ucap Alice, kemudian memperhatikan Aldan yang belum mengalihkan perhatiannya kepada Alice, namun Alice hanya tersenyum dan melanjutkan ceritanya.

“Aku merasa jika kamu akan baik kepadaku, jadi … aku meminta wali kelas agar aku bisa duduk denganmu,” tambah Alice.

“Sampai,” ucap Aldan yang menyadari jika bis telah sampai di halte yang tidak begitu jauh dari rumah Alice.

Karena tidak menyadari jika bis telah sampai di halte dekat rumahnya, membuat Alice malah melanjutkan ucapan Aldan.

“Sampai aku tahu jika kamu sebenarnya sangat cuek, dan membuatku harus bercerita kepada bundaku,” Alice melanjutkan ucapan Aldan yang sebenarnya memberitahu jika mereka sudah sampai di halte bis dekat rumah Alice.

Karena Alice malah melanjutkan ucapan Aldan, membuat Aldan menoleh kepada Alice dan memperhatikan wajah Alice, tanpa mengatakan apapun.

“Kenapa? Apa kamu merasa keberatan karena aku menceritakan kamu kepada bundaku?” tanya Alice, yang bingung dengan tatapan Aldan.

“Halte rumahmu,” ucap Aldan, sembari menunjuk ke arah luar jendela, untuk memberitahukan jika mereka telah sampai di halte rumah Alice.

Alice mengalihkan pandangannya menuju arah yang ditunjuk oleh Aldan, saat itu juga Alice melihat halte yang sering ia lewati jika ia diantar oleh ayahnya untuk berangkat ke sekolah.

“Ah … maafkan aku, aku tidak menyadari jika sudah sampai,” ucap Alice, mencoba menyembunyikan wajah malunya.

Namun bukannya langsung berdiri dari kursi bisnya dan segera turun, Alice malah masih memperhatikan halte yang ada di luar sana.

“Ekhem….” Aldan berpura-pura batuk, sembari berdiri dari tempat duduknya, agar Alice juga segera melakukannya.

Alice yang melihat Aldan berdiri dari tempat duduknya pun, langsung refleks berdiri kemudian berjalan untuk turun bis. Sementara Aldan juga turun dari bis tersebut.

Jarak halte ke rumah Alice tidak terlalu jauh, kurang lebih hanya lima puluh meter, sehingga sebenarnya Alice bisa melanjutkan perjalananya sendiri dengan berjalan kaki sendiri, namun karena Alice nampak bingung untuk menyebrang, membuat Aldan terpaksa harus mengantarkan Alice sampai di rumahnya.

Aldan berjalan lebih dulu untuk menyebrang ke sebrang jalan, namun Alice hanya terdiam dan malah tidak ikut menyebrang bersama Aldan, Aldan yang menyadari jika Alice tidak ikut menyebrang pun, menoleh ke belakang, dan mendapati Alice hanya tertegun melihat ke arah jalan yang cukup ramai kala itu.

Aldan berbalik kepada Alice yang masih tertegun di belakangnya. Kemudian Aldan langsung meraih tangan Alice dan mengajak Alice menyebrang bersama.

Alice yang sejak tadi sedang memikirkan bagaimana caranya ia akan menyebrang, hanya diam dan memasang wajah bingungnya saat dirinya ditarik oleh Aldan untuk menyebrang bersama.

Aldan memegang tangan Alice dengan tangan kanannya, sementara tangan kiri Aldan, ia gunakan untuk memberi kode kepada pengendara yang melintas agar memberikan kesempatan mereka menyebrang.

Sesampainya di sebrang jalan, Alice masih memasang wajah lugunya, dengan menatap Aldan dengan mengedipkan matanya beberapa kali, dan saat Aldan sudah merasa tidak nyaman, ia langsung bertanya kepada Alice.

“Dimana rumahmu? Biar aku antar sampai di depan rumahmu,” tanya Aldan, kepada Alice yang masih terdiam karena gugup, diajak menyebrang oleh Aldan.

“Ah … di sana,” jawab Alice, sembari menunjuk ke arah rumahnya, namun tetap memperhatikan wajah Aldan yang tampan.

Aldan segera melangkahkan kakinya menuju arah yang ditunjuk Alice, dengan mendahului Alice yang masih diam di tempatnya berdiri.

Namun saat itu juga, Alice segera menyusul Aldan yang lebih dulu berjalan menuju rumahnya.

“Aldan … tunggu aku!” teriak Alice, tanpa menghiraukan orang yang berlalu lalang dan sedang memperhatikannya.

Alice mencoba berlari untuk mengejar Aldan yang langkah kakinya begitu besar.

“Aldan … tunggu aku!” Alice terus meneriaki Aldan.

Sementara Aldan sama sekali tidak menghiraukan Alice.

Sesampainya di depan rumah Alice, Aldan berhenti dan memperhatikan Alice yang berjalan ke arahnya.

“Kenapa langkah kakimu begitu besar, aku sangat sulit untuk mengejarmu,” ucap Alice yang terengah-engah.

Namun Aldan tidak menanggapinya, Aldan hanya memperhatikan rumah Alice yang terlihat mewah.

“Masuk,” ucap Aldan memerintahkan Alice untuk masuk ke dalam rumah.

Alice yang mendengar itu pun, merasa ssedih karena harus berpisah dengan Aldan saat itu juga.

“Apakah kamu tidak mau masuk dulu?” tanya Alice, menawarkan Aldan untuk mampir ke rumahnya.

Aldan hanya menggelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan Alice. Sementara Alice hanya pasrah, karena Aldan tidak mau berkunjung ke rumahnya terlebih dahulu.

“Kalau begitu … terima kasih sudah mengantarku sampai di rumah,” ucap Alice dengan wajah yang terlihat bersedih.

“Hmm….” Aldan hanya berdehem untuk menjawab ucapan terima kasih dari Alice.

Setelah itu, Alice melangkahkan kakinya perlahan masuk ke dalam rumahnya, sementara Aldan menunggu Alice untuk memastikan Alice benar-benar masuk ke rumahnya dan tidak mengikutinya lagi.

Sesekali Alice menoleh lagi ke belakang untuk melihat Aldan yang masih belum pergi dari depan rumahnya.

Setelah melihat Alice mencapai depan pintu rumah, Aldan langsung beerjalan meninggalkan rumah Alice, menuju halte tadi, untuk pulang ke rumahnya dengan mengendarai bis lagi.

Aldan berjalan menuju halte dengan santai, setelah sampai di halte, beberapa menit kemudian bis yang menuju arah rumahnya pun tiba, sehingga membuat Aldan langsung naik ke bis untuk pulang.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel