Bab 10 Canggung
Bab 10 Canggung
Keesokan harinya, Alice berjalan dengan begitu sumringah di koridor kelas, Alice berjalan dengan wajah yang tersenyum lebar, karena kemarin Aldan mengantarnya pulang.
Sesampainya di kelas, Aldan sudah ada di tempat duduknya, namun kursi di samping Aldan diduduki oleh teman laki-laki yang sedang mengajak bicara Aldan, meskipun Aldan terlihat tidak menanggapi teman laki-lakinya itu.
Alice berjalan menghampiri Aldan, dan teman Aldan yang duduk di kursi milik Alice langsung terpesona melihat Alice yang baru ia lihat.
“Hai … Aldan,” sapa Alice, sambil melambaikan tangannya, dengan senyuman yang terpasang di wajahnya.
Aldan tidak menjawab sapaan Alice. Kemudian teman Aldan yang malah menyapa balik Alice.
“Hai … apa kamu anak baru yang banyak jadi perbincangan?” tanya teman Aldan, yang belum Alice kenali.
Alice tersenyum tipis, karena tidak mengenali siapa yang mengajaknya bicara.
“Iya … aku anak baru,” jawab Alice, sembari menyunggingkan senyuman terpaksanya.
Aldan yang melihat itu pun, hanya terdiam dan tidak menanggapi Alice dan temannya itu.
“Perkenalkan, namaku Alvaro … aku juga sekelas denganmu dan Aldan,” ucap teman Aldan memperkenalkan namanya kepada Alice.
“Ah … iya, tetapi kenapa aku baru melihatmu sekarang?” tanya Alice.
“Ah … benar sekali, kemarin aku harus ikut ke luar negeri bersama keluarga besarku, sehingga kamu baru pertama kali melihatku,” jawab Alvaro menjelaskan kepada Alice.
Alice hanya menganggukkan kepalanya setelah mendengar penjelasan Alvaro.
“Jadi … siapa namamu?” tanya Alvaro, yang terlihat menunjukkan ketertarikannya dengan Alice.
Aldan yang melihat sikap Alvaro yang terlihat seperti menyukai Alice pun, sesekali melirik mereka, tanpa diketahui.
“Ah … iya, namaku Alice, tapi … bisakah aku duduk di kursiku?” Alice yang sejak datang hanya berdiri di samping Alvaro karena itu memanglah kursinya, yang kini sedang diduduki oleh Alvaro.
“Ini? Kursimu?” tanya Alvaro yang terkejut mendengar pernyataan Alice.
Alice yang melihat ekspresi kebingungan yang Alvaro berikan hanya menganggukkan kepalanya dengan polos.
“Al … saat kamu tidak berangkat kemarin, Alice duduk di sini, jadi … kamu bisa pindah ke kursi kosong yang lain,” Aldan menjelaskan kepada Alvaro, saat Alice hendak membuka mulutnya untuk menjawab Alvaro.
Karena pertanyaan Alvaro sudah dijawab oleh Aldan, membuat Alice tidak perlu menjelaskan kembali kepada Alvaro.
“Kenapa tidak kamu saja yang pindah dari tempat dudukmu Aldan, aku akan duduk dengan Alice, kamu lebih suka duduk sendiri bukan?” ucap Alvaro kepada Aldan yang sejak tadi hanya terdiam.
Aldan langsung menatap wajah Alvaro dengan tatapan tidak suka, sehingga membuat Alvaro mengetahui jika Aldan tidak mau pindah dari tempat duduknya.
“Aku hanya bercanda, aku akan cari tempat duduk kosong yang lain, dan kamu Alice … kamu boleh duduk di sini,” ucap Alvaro, yang sebenarnya merasa kecewa karena tidak bisa duduk dengan Alice.
Alice yang melihat itu pun, hanya tersenyum dengan perasaan tidak enak baik kepada Aldan mapun Alvaro.
Kemudian Alvaro beranjak dari tempat duduknya, dengan menepuk pundak Aldan sebelum meninggalkan tempat duduk itu.
“Silakan duduk Alice,” Aldan tersenyum, sembari mengarahkan Alice untuk duduk di kursinya tadi, kemudian mencari kursi kosong lain.
Alice kemudian duduk di kursinya seperti biasa, setelah Alvaro meninggalkan tempat duduknya.
Kemudian setelah duduk, Alice masih memperhatikan Alvaro yang sedang mencari tempat duduk kosong.
“Apakah dia sahabatmu?” tanya Alice, tanpa melihat ke arah Aldan.
Aldan melihat ke arah Alice yang sedang memperhatikan Alvaro. Namun saat Alice mengalihkan pandangannya menuju Aldan, Aldan langsung mengalihkan perhatiannya ke arah lain.
“Tidak mau menjawabku lagi?” tanya Alice, dengan memicingkan matanya, berpura-pura marah kepada Aldan.
“Oke, baiklah … aku tidak akan memaksamu untuk menjawabku,” ucap Alice, sembari tersenyum tanpa merasa kecewa dengan sikap Aldan.
Aldan yang mendengar itu pun, masih tidak menghiraukan ucapan Alice, sehingga membuat Alice mulai terbiasa dengan sikap Aldan yang dingin kepadanya itu.
Lonceng pertanda jam pelajaran pertama akan dimulai terdengar di telinga mereka, sehingga mereka fokus kepada guru yang sedang menjelaskan dan menerangkan pelajaran di depan.
Tetapi tidak dengan Alice, meski ia juga memperhatikan guru yang sedang ada di depan, ia juga terus bertanya kepada Aldan, yang sebenarnya tidak menanggapi semua pertanyaannya.
“Apakah kamu kemarin pulang dengan aman?” tanya Alice, dengan sesekali melirik Aldan yang sejak tadi berusaha menyibukkan dirinya dengan menulis apa yang guru tulis di papan tulis.
Karena tidak ditanggapi oleh Aldan, Alice hanya tersenyum, karena bisa melihat wajah Aldan dari dekat.
Setelah beberapa jam, akhirnya pelajaran pun telah selesai, kini saatnya mereka menikmati jam istirahat dengan kegiatan masing-masing.
“Apakah kalian mau ke kantin?” tanya Alvaro yang menghampiri Alice dan Aldan.
Alice yang mendengar pertanyaan Alvaro pun, langsung menoleh ke Aldan, untuk memastikan jawaban Aldan.
Karena tidak mendapat jawaban dari Alice maupun Aldan, Alvaro kemudian tersenyum dan kembali bertanya kepada Alice.
“Apakah kamu tidak akan ke kantin, Alice?” tanya Alvaro, sembari tersenyum kepada Alice.
Alice yang merasa canggung dengan Alvaro yang baru ia kenal pun, hanya tersenyum kemudian menoleh lagi ke arah Aldan yang juga tidak memberikan jawaban.
Aldan kemudian beranjak dari tempat duduknya tanpa menjawab pertanyaan Alvaro. Alice yang melihat Aldan pergi begitu saja pun, langsung mengikuti kemana Aldan pergi.
Alvaro yang juga tidak mau ketinggalan pun, juga mengikuti Alice dan Aldan.
Setelah jalan mereka sejajar, dengan posisi Aldan berada di tengah-tengah antara Alice dan Alvaro. Mereka berjalan menyusuri koridor menuju kantin.
Sepanjang koridor, Alvaro terus mengajak Alice dan Aldan berbincang, Alice yang tidak bisa akrab dengan orang yang baru di kenalnya pun, hanya menjawab seadanya pertanyaan Alvaro.
Sesampainya di meja kantin, mereka duduk satu meja, dengan kursi yang berjumlah empat, membuat Alice duduk sendiri dan berhadapan dengan Aldan dan Alvaro.
“Kalian mau makan apa? Biar aku yang pesankan,” tanya Alvaro.
“Spageti….” jawab Alice dan Aldan secara bersamaan.
Alvaro yang mendengar itu pun langsung tertawa, sementara Alice dan Aldan saling beradu pandang karena mengatakan makanan yang sama.
“Sungguh kalian benar-benar, aku jadi iri,” ucap Alvaro yang merasa iri dengan Aldan.
Karena tidak ada tanggapan baik dari Alice maupun Aldan, membuat Alvaro pamit untuk memesankan makanan untuk mereka.
“Kalau begitu, aku akan pesan makanan terlebih dulu,” ucap Alvaro, kemudian beranjak dari kursinya untuk memesan makanan.
Setelah Alvaro pergi untuk memesan makanan, terjadi canggung antara Alice dan Aldan, sehingga mereka hanya diam sampai Alvaro kembali ke meja membawa pesanan untuk mereka.
“Ini untukmu,” ucap Alvaro, sembari meletakkan makanan Aldan di meja depan Aldan.
“Dan ini … untuk Alice,” ucap Alvaro sembari tersenyum begitu manisnya dengan Alice.
“Dan ini juga untukmu, Alice,” ucap Alvaro lagi sembari memberikan segelas jus apel kepada Alice.
Karena merasa tidak memesan jus apel itu, Alice mengerutkan keningnya bingung kepada Alvaro.
“Maaf, Al … tapi aku tidak memesan jus apel,” ucap Alice memberitahu Alvaro.
Alvaro tersenyum mendengar ucapan Alice.
“Itu sebagai tanda perkenalan kita tadi pagi,” jawab Alvaro sembari tersenyum sangat manis, sampai membuat Alice merasa tidak nyaman.
Sementara Aldan yang melihat sikap berlebihan Alvaro, hanya sejenak melirik kemudian tidak menghiraukannya, dan langsung menyantap makanannya.
“Te--terima kasih, tetapi sebenarnya kamu tidak perlu melakukannya,” ucap Alice yang merasa tidak nyaman dengan sikap Alvaro.
“Tidak apa-apa Alice … aku sengaja membelikannya untukmu,” ucap Alvaro.
Setelah itu, Alice tidak menjawab ucapan Alvaro lagi, ia hanya memakan spagetinya dengan perasaan yang aneh.
Selama mereka makan Alvaro terus bertanya banyak pertanyaan kepada Alice, sehingga membuat Alice menjadi perhatian seseorang yang tengah duduk tidak jauh dari meja mereka.
Alvaro yang terlalu menunjukkan ketertarikannya kepada Alice, membuat Alice merasa tidak nyaman dengannya.
“Aldan … apakah kamu sudah mengerjakan PR kemarin?’ tanya Alice kepada Aldan, mencoba mengalihkan topik pembicaraan, karena Alvaro terus bertanya kepada Alice, membuat Alice merasa tidak nyaman.
Namun, tanpa sadar sebenarnya Alice sedang dalam bahaya, akibat sikap Alvaro.
