Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6 Kikuk

Bab 6 Kikuk

Seperti biasanya, Alice diantar oleh ayahnya dengan mobil berwarna hitam kesayangan ayahnya.

Alice yang sejak tadi hanya terdiam, membuat ayahnya ikut terdiam dan hanya fokus menyetir. Meskipun sebenarnya Alice adalah gadis yang begitu lincah dan banyak bicara, namun saat bersama ayahnya, ia lebih sering diam.

Namun, tiba-tiba Alice bertanya kepada ayahnya.

“Ayah … apakah ayah suka jika aku terkenal di sekolah?” tanya Alice tiba-tiba, membuat ayahnya yang sedang fokus menyetir pun, terkejut.

“Ah … kenapa bertanya begitu?” tanya ayahnya, yang bukan malah menjawab langsung pertanyaan Alice.

Alice pun, menghembuskan napasnya. “Tidak apa-apa, ayah … aku hanya ingin meminta pendapatmu saja,” jawab Alice, yang jujur kepada ayahnya.

Mendengar jawaban itu pun, Ayah Alice terlihat berpikir sejenak dan menarik napasnya untuk menjawab pertanyaan dari puterinya itu.

“Sepertinya … ayah akan suka jika kamu terkenal, karena kamu berprestasi di sekolah,” jawab ayahnya, dengan mengalihkan pandangan menuju Alice sejenak, kemudian kembali fokus untuk menyetir.

Alice pun, mendengus kesal mendapat jawaban yang begitu serius dari ayahnya, ditambah jawaban itu bukan yang Alice inginkan. Ayah Alice yang mendengar Alice mendengus pun, langsung mengerutkan keningnya dan melirik Alice, di sela-sela menyetirnya.

“Apakah ada yang salah dengan jawaban, ayah?” tanya ayahnya, tanpa melihat ke arah Alice.

Alice yang hanya diam setelah jawaban ayahnya terdengar di telinganya, kemudian menoleh ke arah ayahnya yang sedang fokus menyetir.

“Tidak, ayah … sebaiknya ayah fokus menyetir saja,” jawab Alice dengan pasrah.

Ayahnya yang mendengar jawaban Alice pun, hanya menganggukkan kepalanya paham.

Sesampainya di gerbang sekolah, Alice berpamitan dengan ayahnya, dan keluar dari mobil kesayangan ayahnya itu.

Saat Alice sedang menuju kelasnya, di koridor kelas, Alice melihat Meysha yang sedang asik membully gadis tomboy dengan nama Lady itu, membuat Alice yang melihat kejadian itu, hanya terdiam dan berusaha untuk berpura-pura tidak tahu, sehingga ia bisa melewati Meysha begitu saja, dan menuju kelas dengan aman.

Namun, Alice yang selalu menjadi pusat perhatian, membuat Meysha mengetahui kedatangannya. Meysha yang sedang membully Lady, dengan kata-kata mautnya itu pun, langsung menyapa Alice yang sedang berjalan seperti pencuri yang sedang mengendap-endap agar tidak ketahuan.

“Hei … Alice, kamu sudah datang rupanya,” sapa Meysha, dengan tersenyum pada Alice.

Alice yang merasa kegiatan pura-puranya itu sia-sia pun, langsung menoleh ke arah Meysha dan balik tersenyum kepadanya. Dengan senyuman kikuk, Alice memperhatikan Meysha dan Lady secara bergantian.

“Aku … harus ke kelas lebih dulu Meysha … sepertinya PR yang kemarin belum aku kerjakan,” ucap Alice, berusaha tidak ikut campur dengan Meysha.

“Kalau begitu, aku ikut! Aku juga akan ke kelas bersamamu,” ucap Meysha, kemudian melangkahkan kakinya meninggalkan Lady yang sejak tadi hanya terdiam.

Alice yang sadar jika Meysha akan ikut dengannya ke kelas pun, menjadi lega, setidaknya, gadis itu sejenak tidak lagi menjadi korban pembullyan oleh Meysha.

Alice menarik napas, kemudian mengembuskannya dengan lega, sembari berjalan beriringan dengan Meysha. Meysha yang sejak tadi memperhatikan wajah Alice pun, mengerutkan keningnya.

“Kenapa kamu tiba-tiba mengembuskan napas, seperti ada sesuatu yang telah terjadi?” tanya Meysha di perjalanan menuju kelas itu.

Alice yang sedang mengingat pesan dari bundanya pun, tidak mendengar pertanyaan Meysha, karena sedang tidak fokus. Membuat Meysha melambaikan tangannya ke depan wajah Alice. Alice yang sadar Meysha sedang melambaikan tangannya di depan wajahnya pun, langsung menyadarkan dirinya dari lamunannya.

“Ah … maafkan aku, ada apa?” Alice yang baru tersadar pun, kemudian bertanya balik kepada Meysha.

Namun, karena melihat sikap Alice yang terlihat aneh, Meysha mengira jika Alice sedang ada masalah di keluarganya, sehingga membuat Meysha mengurungkan pertanyaan yang sudah ia katakan tadi, meski tidak didengar oleh Alice.

“Apa kamu baik-baik saja?” tanya Meysha, saat mereka sudah mencapai ambang pintu kelas.

Alice yang sedang mencari keberadaan Aldan pun, menjadi kembali tidak fokus saat Meysha memberikan pertanyaan untuknya.

“Alice … apakah kamu sedang mencari sesuatu?” tanya Meysha yang terus memperhatikan gerak-gerik Alice.

Alice yang sadar jika gerak-geriknya dicurigai oleh Meysha pun, langsung mengalihkan perhatiannya menuju Meysha.

“Ah … tidak, aku hanya lupa aku duduk dimana kemarin,” jawab Alice, tidak menjawab yang sebenarnya, dengan wajah yang terlihat kikuk.

Meysha menggelengkan kepalanya, sembari tersenyum kepada Alice.

“Tempat dudukmu ada di barisan paling belakang,” Meysha memberitahu Alice, dengan menunjuk tempat duduk Alice.

“Ah … iya benar sekali, terima kasih,” ucap Alice yang kemudian melangkahkan kakinya dengan berpura-pura antusias, padahal sebenarnya Aldan lah yang ia cari saat ini.

Alice duduk di kursi tempat duduknya, dengan mengembuskan napas pasrah, karena melihat Aldan yang belum ada di kursi sebelahnya.

Alice menatap kursi di sampingnya yang masih kosong, karena belum diduduki oleh pemiliknya.

Entah kenapa, Alice menjadi tidak bersemangat, saat mengetahui Aldan belum ada di kelas, saat dirinya sudah berangkat dengan penuh antusias.

Beberapa teman Alice yang sejak kemarin belum sempat untuk berkenalan secara langsung dengan Alice pun, menghampiri Alice lagi. Alice yang tidak punya pilihan, akhirnya menyalami semua teman yang menghampirinya, dengan senyuman terpaksa, Alice hanya pasrah.

Akhirnya, setelah menyalami satu per satu temannya, Alice yang tidak kunjung melihat kedatangan Aldan pun, hanya menempelkan keningnya pada meja yang ada di hadapannya.

“Apakah dia pindah kelas, karena aku sangat banyak tanya kepadanya?” Alice terus menyatakan pertanyaan untuk dirinya sendiri.

“Tetapi aku hanya ingin akrab dengannya, apakah itu tidak boleh?”

“Kalau pun begitu, dia bisa memberitahuku, tanpa harus pindah kelas,”

Bertubi-tubi Alice memberikan pertanyaan kepada dirinya sendiri.

“Ekhem….” terdengar seseorang berdehem tepat di samping Alice, membuat Alice langsung mendongakkan wajahnya, dan mencari tahu dari mana sumber suara itu berasal.

“Aldan … sejak kapan kamu duduk di sini?” tanya Alice dengan wajah yang begitu terkejut saat Aldan sudah berada di sampingnya.

“Sejak kamu bertanya apakah kamu terlalu banyak bertanya,” jawab Aldan dengan santainya, namun dengan wajah yang masih datar kepada Alice.

Alice yang mendengar jawaban Aldan pun, seketika membelalakkan matanya, kemudian menutup wajahnya dengan kedua tangannya, karena ia merasa malu kepada Aldan, sebab Aldan mendengar semua pertanyaan yang Alice berikan kepadanya.

“Astaga … kenapa aku tidak tahu dia sudah datang,” gumam Alice dengan tetap menutup wajah merahnya dengan kedua tangannya.

Aldan yang melihat tingkah aneh Alice pun, hanya memperhatikan sejenak wajah Alice, kemudian mengalihkan perhatiannya ke depan.

Alice yang benar-benar merasa malu kepada Aldan pun, membuka kedua tangannya yang menutupi wajahnya secara perlahan, dan dilihatnya jika Aldan sedang sibuk membaca buku pelajarannya.

“Apakah kamu benar-benar mendengar semuanya?” tanya Alice dengan berbisik kepada Aldan, karena dirinya begitu malu.

Aldan yang sedang membaca buku itu pun, melirik ke arah Alice, kemudian mengangguk untuk memberi jawaban kepada Alice.

“Astaga … kenapa aku benar-benar tidak tahu jika kamu sudah ada di sini,” gumam Alice yang kecewa dengan dirinya sendiri.

Aldan yang mendengar Alice terus menggumam, menyalahkan dirinya sendiri pun, tanpa sadar menarik kedua ujung bibirnya, dan terlihat Aldan tersenyum kecil karena tingkah Alice.

Sementara Alice, masih memikirkan betapa malu dirinya, karena ia tidak tahu jika Aldan sudah berada di sampingnya. Dan Alice yang biasanya menjahili Aldan dengan segudang pertanyaan pun, kini malah diam karena menahan malu akibat ulahnya sendiri.

Sampai ada guru yang masuk untuk mengisi pelajaran pun, Alice hanya terdiam dan bersikap lebih tenang dari biasanya, sehingga membuat Aldan sedikit merasa lega, karena tidak dicecar oleh pertanyaan-pertanyaan dari Alice.

Sesekali Aldan melirik Alice yang tidak fokus memperhatikan guru yang ada di depan, yang sedang menjelaskan pelajaran, ia malah terus bergumam menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian tadi.

Aldan yang mendengar itu pun, hanya menggelengkan kepalanya, karena Alice benar-benar aneh menurut Aldan.

Tanpa sadar, Meysha yang duduk tidak jauh dari Alice dan Aldan pun, memperhatikan mereka.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel