Bab 5 Bullying
Bab 5 Bullying
Saat jam pulang sekolah, Alice yang sedang mengemasi buku-bukunya ke dalam tasnya, tiba-tiba dihampiri oleh Meysha.
“Hai….” sapa Meysha dengan senyuman manis, sementara Aldan yang melihat senyuman manis Meysha pun meliriknya sejenak kemudian meninggalkan Alice dan Meysha.
Alice yang melihat Aldan pergi dengan terburu-buru membuatnya tidak sempat untuk mengucapkan terima kasih atas bantuannya, saat Alice harus maju ke depan tadi.
“Hai….” balas Alice, namun dengan pandangan yang terus mengarah ke punggung Aldan yang mulai hilang dari pandangannya.
“Apa kamu dijemput?” tanya Meysha.
Alice kemudian mengalihkan pandangannya menuju Meysha yang menunggunya dengan berdiri sejak tadi.
“Ah … iya, aku dijemput, apa kamu juga dijemput?” tanya Alice kepada Meysha.
Meysha pun tersenyum kemudian menganggukkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan Alice.
“Apa aku boleh bersamamu menuju gerbang sekolah?” tanya Meysha.
Tanpa pikir panjang, Alice langsung tersenyum sumringah.
“Tentu! Kenapa tidak?” Alice beranjak dari tempat duduknya, kemudian tersenyum kepada Meysha.
Akhirnya Alice dan Meysha menuju ke gerbang sekolah, dengan berjalan kaki bersama, sehingga membuat mereka kembali menjadi pusat perhatian murid lain.
Alice yang belum beradaptasi pun merasa sedikit terganggu dengan pandangan murid lain dan bisikan mengenai dirinya.
“Jangan terlalu dipikirkan, di sini memang sering begitu, apa lagi kamu murid baru dan cantik, jadi tidak heran jika mereka memperhatikanmu,” ucap Meysha, yang peka jika Alice sedikit terganggu dengan perhatian murid lain yang sedikit berlebihan terhadapnya.
Alice yang mendengar ucapan Meysha pun, langsung tersenyum dengan kikuk, karena Alice tidak menyangka jika Meysha menyadari jika dirinya tidak merasa nyaman.
“Aku sudah biasa seperti ini, menjadi pusat perhatian, tetapi aku tidak terlalu memikirkannya,” tambah Meysha.
Alice pun menganggukkan kepala mendengar penjelasan Meysha.
‘Apa--” belum selesai Alice mengatakan kalimatnya, Meysha lebih dulu memotong pembicaraan Alice.
“Lady,” ucap Meysha, dengan wajah yang terlihat tidak suka.
Alice yang mendengar nama asing di telinganya pun, langsung menoleh kepada Meysha, dan terlihat Meysha tidak berhenti memandang ke depan, sehingga membuat Alice langsung ikut mengarahkan pandangannya, menuju arah mata Meysha.
Terlihat seorang gadis dengan seragam sekolah yang tidak rapih, baju yang dikeluarkan, dan gelang hitam yang berderet di pergelangan tangan, serta rambut yang dipotong sebahu, semakin membuat gadis itu terlihat tomboy.
Alice mengerutkan keningnya bingung, karena ia baru pernah melihat gadis itu di sekolah, semenjak ia pindah ke sekolah ini.
“Siapa dia?” tanya Alice dengan rasa penasaran kepada Meysha yang melihat gadis itu dengan tatapan tajam, seperti akan menerkamnya.
Alice yang melihat ekspresi wajah Meysha pun, meneguk salivanya. Ia melihat wajah Meysha terlihat sangat tidak suka dengan gadis itu.
Tanpa menjawab pertanyaan Alice, Meysha langsung berjalan menghampiri gadis yang juga tertegun melihat Meysha yang nampak terlihat seram itu.
Alice semakin bingung dengan keadaan saat ini, karena ia benar-benar tidak mengenali gadis yang saat ini dihampiri oleh Meysha.
Sementara Meysha yang sudah berada tepat di hadapan gadis tersebut pun, tersenyum menyeringai.
“Hai … Lady, apa kabar? Sudah lama aku tidak memberimu nasihat,” ucap Meysha, sembari memainkan rambut Lady, gadi tomboy yang terkenal tidak memiliki teman.
Mendengar ucapan Meysha, semakin membuat Alice semakin bingung.
“Lady … aku sangat menyukai jika bertemu denganmu, ingin tahu karena apa? Karena kamu hanya diam, meski aku melakukan apa pun kepadamu,” ucap Alice dengan tersenyum jahat.
Sementara gadis tomboy dengan penampilan terlihat tidak rapih itu pun, hanya diam dan tidak menjawab ucapan Meysha sama sekali, sehingga membuat Alice menyadari jika Meysha sedang membully gadi tomboy itu.
Namun Alice masih menyimpan rasa penasarannya, karena ia belum tahu, alasan Meysha membully gadis itu.
“Besok, jangan lupa bawakan aku sandwich tanpa saus tomat ke kelasku,” ucap Meysha, sambil menangkupkan kedua tangannya pada wajah gadis yang bernama Lady itu.
Setelah mengatakan itu, Meysha langsung meninggalkan gadis itu, dan kembali menghampiri Alice yang masih tertegun melihat kejadian tadi.
Meysha yang melihat ekspresi Alice terlihat bingung, membuat Meysha tersenyum kepada Alice.
Alice yang masih terkejut dengan kejadian tadi pun, tidak membalas senyuman Meysha.
“Maaf … aku harus membereskan tikus got yang tidak tahu malu,” ucap Meysha, santai tanpa perasaan bersalah sedikit pun.
Membuat Alice tercengang mendengar ucapan Meysha.
“Ayo!” ajak Meysha, sembari menepuk pundak Alice.
Namun Alice yang masih terkejut dengan sikap Meysha, masih tertegun di tempatnya berdiri.
Meysha yang menyadari jika Alice belum berjalan bersamanya, langsung menoleh ke belakang, dan ia dapati Alice masih terdiam di tempatnya berdiri.
“Alice … hei!” teriak Meysha yang sudah cukup jauh dari Alice.
Alice yang saat itu masih melamun karena memikirkan sikap Meysha tadi pun, langsung tersadar saat namanya dipanggil oleh Meysha.
“Ah … iya,” jawab Alice, sembari melangkahkan kakinya perlahan menuju Meysha yang menunggunya.
Akhirnya Alice berjalan bersama Meysha menuju gerbang sekolah, dengan perasaan yang penuh tanda tanya. Namun, Alice tidak berani untuk menyampaikannya kepada Meysha, sehingga membuat Alice menyimpan semua pertanyaannya, ketimbang harus menanyakan langsung kepada Meysha, karena Alice tidak mau membuat kesalahan, sebab ia baru saja berteman dengan Meysha.
Sesampainya di mobil, Alice hanya terdiam dan tidak mengatakan apa pun kepada ayahnya.
Sehingga Ayah Alice yang merasa ada yang aneh dengan Alice pun, mengerutkan keningnya bingung.
“Ada apa, Alice? Nampaknya kamu terlihat tidak baik-baik saja,” tanya ayahnya, di sela-sela kegiatan menyetirnya.
“Tidak ada apa-apa ayah … Alice hanya lelah,” jawab Alice, dengan tidak berterus terang.
Ayah Alice yang mendapat jawaban seperti dari puterinya pun hanya pasrah dan lebih memilih untuk kembali fokus menyetir.
Dan saat sampai di rumah, Alice langsung berlari mencari bundanya yang sedang ada di dapur sedang menyiapkan makan siang.
“Bunda….” panggil Alice dengan memanjangkan nada bicaranya.
Bundanya yang mendengar suara Alice langsung menghentikan kegiatan memasaknya.
Melihat puterinya dengan wajah yang terlihat tidak baik-baik saja pun, langsung mengerutkan keningnya.
Bundanya langsung menangkupkan kedua tangannya pada wajah Alice.
“Alice … ada apa?” tanya bundanya, yang nampak khawatir dengan puterinya itu.
Alice yang mendengar pertanyaan bundanya pun langsung menatap mata bundanya.
“Bunda … apa pandangan bunda terhadap pembullyan?” tanya Alice, kepada bundanya.
“Astaga … apakah kamu dibully di sekolah barumu sayang? Siapa yang melakukannya?” bertubi-tubi pertanyaan langsung terlontar dari bundanya, membuat Alice hanya menghela napasnya.
“Bunda … bukan aku yang dibully,” jawab Alice.
Mendengar jawaban Alice pun, membuat bundanya merasa sedikit lega.
“Lalu kenapa kamu menanyakan soal pembullyan, Alice?” tanya bundanya.
Alice terlihat mengambil napas sejenak, untuk menceritakan semuanya kepada bundanya.
Akhirnya Alice menceritakan kejadiannya di sekolah saat Meysha sedang melakukan pembullyan di hadapannya.
Alice menceritakan semuanya, bagaimana Meysha melakukan pembullyan itu, tidak kalah penting, Alice juga mengatakan kepada bundanya, jika ia tidak tahu alasan Meysha melakukan pembullyan terhadap gadis itu.
Setelah menceritakan semuanya, Bunda Alice langsung menghela napasnya gusar, karena saat bunda Alice masih duduk di bangku sekolah, bunda Alice pernah merasakan pembullyan, sehingga membuat Bunda Alice terlihat kesal dengan cerita Alice.
“Alice … mau apa pun itu alasannya, pembullyan tetap tidak boleh dilakukan, karena menurut bunda itu adalah perbuatan tercela, jadi … bunda mohon kepadamu, jangan ikuti temanmu yang suka membully murid lain, dengan atau tanpa alasan,” ucap Bunda Alice, dengan memperhatikan wajah Alice lekat-lekat.
Alice yang mendengar pendapat dan saran bundanya pun, langsung mengembuskan napas lega, karena ia tidak tahu harus bagaimana.
“Terima kasih, bunda … aku akan mendengarkan nasihat bunda,” ucap Alice, kemudian memeluk bundanya dengan erat.
Bundanya pun tersenyu, kemudian membalas pelukan Alice dengan penuh kasih sayang. Ayah Alice yang ternyata juga mendengarkan dari kejauhan pun, ikut menghampiri bunda dan Alice yang sedang berpelukan, dan ikut memeluk isteri dan puterinya tersebut.
Sehingga saat itu juga, keluarga itu terlihat begitu sangat hangat, dengan kasih sayang yang tulus, mereka dapat menciptakan momen di tengah masalah.
