Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 Perhatian Kecil

Bab 4 Perhatian Kecil

Besoknya, Alice lagi-lagi dikerubungi oleh teman-teman sekolah untuk meminta pertemanan. Kali ini Alice tidak bisa menolak permintaan teman-teman sekelasnya itu.

“Hai, Alice … namaku Grite, aku dengar jika orang tuamu adalah donatur terbesar di sekolah ini, maukah kamu berteman denganku?” tanya salah satu teman sekelas Alice yang mengajaknya berkenalan lebih dulu.

Sementara Alice yang mendengar itu pun hanya tersenyum dan mengiyakan pertanyaan teman kelasnya itu, karena mata Alice sejak tadi tertuju pada gadis cantik yang duduk tidak jauh darinya.

Saat teman-teman lainnya sedang mengantre untuk berkenalan dengan dirinya, Alice malah berjalan mengahampiri gadis cantik itu yang menurut Alice sangat cantik dan terlihat selevel dengannya.

Alice yang pergi, padahal belum menyelesaikan sesi berkenalan dengan teman-temannya, membuat teman kelasnya yang sejak tadi sudah mengantre merasa kecewa.

“Hai … perkenalkan namaku Alice,” ucap Alice mengajak berkenalan gadis itu.

Gadis yang duduk dengan memakai earphone di telinganya itu pun, melepaskan earphonenya kemudian menoleh kepada Alice.

Gadis itu terlihat bingung dengan mengerutkan keningnya.

“Hai … namaku Alice,” ucap Alice, sembari mengulurkan tangannya kembali untuk berkenalan dengan gadis itu.

“Oh … namaku Meysha,” jawab gadis cantik bernama Meysha sembari membalas uluran tangan Alice.

Alice pun tersenyum senang karena disambut dengan baik oleh Meysha, begitu pula sebaliknya, Meysha juga tersenyum kepada Alice.

“Apakah kamu murid baru itu?” tanya Meysha berbasa-basi dengan Alice.

Alice pun tersenyum mendengar pertanyaan Meysha, sembari menganggukkan kepalanya dengan cepat.

Meysha pun mengangguk paham.

“Mau berkeliling sekolah denganku?” tanya Meysha, menawarkan Alice untuk berkeliling sekolah, karena Meysha tahu jika Alice pasti belum tahu setiap bagian-bagian sekolahnya.

Alice yang mendapat tawaran itu pun, tersenyum sumringah, dan mengangguk dengan penuh antusias. Membuat Meysha ikut tersenyum melihatnya.

Akhirnya Alice berjalan bersama Meysha untuk berkeliling sekolah, agar Alice lebih paham dengan bagian-bagian sekolahnya.

Di koridor sekolah, Alice dan Meysha menjadi pusat perhatian murid lain, karena Alice adalah murid baru yang terkenal dengan kecantikannya, sementara Meysha tidak kalah populer, sebab Meysha juga murid yang terkenal dengan kecantikannya.

“Apa kamu suka pindah ke sekolah ini?” tanya Meysha sembari terus berjalan, membawa Alice berkeliling setiap bagian sekolah.

Alice terdiam sejenak setelah mendapat pertanyaan itu dari Meysha.

“Aku sangat suka, karena banyak teman-teman yang menyukaiku dan mau berkenalan denganku,” jawab Alice, kemudian melontarkan senyuman kepada Meysha.

Meysha yang mendengar jawaban Alice pun mengangguk paham. Karena ia ingat saat hari pertama Alice masuk sekolah, sudah banyak teman kelasnya yang mengantre untuk berkenalan.

Namun, saat itu juga, Meysha teringat dengan kejadian saat Alice memilih untuk duduk dengan Aldan, yang sebenarnya Meysha juga mengagumi dan menyukai sosok Aldan.

“Mengenai hari pertamamu, ada satu pertanyaan yang ingin aku tanyakan kepadamu, apa boleh?” tanya Meysha, sembari memperhatikan wajah mulus Alice.

Sementara Alice yang mendengar yang melihat wajah Meysha tampak serius, membuat dirinya penasaran dengan pertanyaan yang akan diberikan Meysha padanya.

Alice terdiam sejenak, kemudian tersenyum kepada Meysha.

“Tentu saja, boleh … katakan saja kepadaku, apa yang ingin kamu tanyakan kepadaku,” ucap Alice, sambil tersenyum santai kepada Meysha.

Meysha terlihat tersenyum lega, mendengar Alice mengizinkannya untuk bertanya.

“Saat kamu memilih untuk duduk dengan Aldan, apakah kamu memiliki alasan, sehingga memutuskan untuk duduk bersamanya?” tanya Meysha, dengan sedikit ragu-ragu, karena ia takut jika Alice akan merasa tersinggung.

Alice sangat terkejut, saat Meysha ternyata menanyakan hal itu kepadanya, karena Alice berpikir jika Meysha akan bertanya bukan tentang hal itu.

Alice yang bingung harus menjawab pertanyaan Meysha pun, terdiam dan belum bisa memberikan jawaban kepada Meysha.

“Apakah pertanyaanku membuatmu tersinggung?” tanya Meysha, dengan wajah yang terlihat bersalah.

Alice yang mendengar itu pun, segera menyadarkan dirinya dari lamunannya.

“Ah … tentu saja tidak, Meysha … a--aku hanya--” saat Alice akan menjelaskan kepada Meysha, terdengar bunyi lonceng pertanda jam pelajaran selanjutnya akan segera dimulai.

Meysha menghentikan langkahnya saat itu juga, kemudian menatap wajah Alice, sebagai kode bahwa mereka harus kembali ke kelas saat ini juga.

“Sepertinya … kita harus sambung obrolan kita lain waktu,” ucap Meysha.

Alice yang mendengar itu pun, langsung mengembuskan napasnya lega, karena ia bisa terhindar dari pertanyaan Meysha, meskipun nantinya, bisa saja Meysha akan menanyakan lagi pertanyaan yang sama.

Akhirnya Alice dan Meysha pun, memutuskan untuk kembali ke kelas.

Sesampainya di kelas, Alice yang melihat Aldan telah sampai lebih dulu di kelas, membuat Alice dengan cepat menghampiri Aldan, dengan duduk di kursinya.

“Apakah kamu bersenang-senang saat jam istirahat?” tanya Alice, mencoba mengajak bicara Aldan, karena guru yang akan mengajar pelajaran selanjutnya belum sampai di kelas.

Bukannya mendapat jawaban dari Aldan, Alice justru harus berlapang dada mendapat sikap tidak peduli yang Aldan berikan.

Aldan yang malas berbicara dengan Alice pun, menutup wajahnya dengan berpura-pura membaca buku pelajaran, namun tanpa sadar buku yang Aldan baca terbalik, sehingga Alice mengetahui jika Aldan tidak benar-benar sedang membaca buku.

“Kalau mau menghindar … setidaknya bukunya harus dibaca dengan posisi yang benar, agar aku tidak tahu jika kamu hanya sedang berpura-pura membaca buku,” sindir Alice, sembari menahan rasa ingin tertawa, melihat tingkah Aldan.

Aldan yang mendengar sindiran Alice pun, baru menyadari jika buku yang saat ini ia pegang, berada di posisi terbalik, sehingga membuat Aldan segera membenarkan posisi bukunya, dengan perasaan yang sangat malu.

Sementara Alice yang melihat itu pun, menutup mulutnya dengan tangannya, untuk menutupi jika ia sedang menertawakan tingkah aneh Aldan.

“Tidak ada yang lucu!” ucap Aldan, dengan nada seperti tidak terima karena Alice menertawakannya.

Sementara Alice yang berhasil membuat Aldan bicara kepadanya pun, semakin tidak bisa membendung rasa ingin tertawanya.

Aldan yang melihat ekspresi puas Alice, bisa tertawa karenanya, hanya melirik Alice yang sedang tertawa.

Alice yang merasa jika Aldan memperhatikannya pun, langsung mengehentikan tawanya sembari menoleh ke arah Aldan, namun dengan secepat kilat, Aldan mengalihkan matanya ke arah papan tulis, sehingga membuat Alice tersenyum melihat tingkah Aldan.

“Aku tahu, kamu sebenarnya ingin bicara denganku, tapi kamu hanya malu untuk memulainya, ‘kan?” ucap Alice, sembari memperhatikan Aldan yang masih berpura-pura fokus menatap papan tulis yang ada di depan.

Aldan tidak menjawab pertanyaan Alice, sampai guru yang akan mengisi pelajaran masuk ke kelas, Aldan tetap tidak mengatakan apa pun kepada Alice.

Namun Alice tidak merasa kecewa, bahkan dirinya merasa senang hari ini, karena Aldan mau bicara dengannya, meskipun hanya sepatah kata, namun menurut Alice itu adalah peningkatan untuk perkembangan hubungannya dengan Aldan.

Karena nasihat dari bundanya kemarin, membuat Alice merasa tidak putus asa untuk bisa lebih akrab dan dekat dengan Aldan.

Meskipun sebenarnya sulit untuk Alice, namun Alice hanya akan terus berusaha.

“Alice … tolong kerjakan soal nomor satu di papan tulis,” ucap guru Alice.

Namun Alice yang sedang melamun dan menatap ke arah Aldan, tidak sadar jika dirinya dipanggil oleh gurunya. Sehingga membuat Aldan langsung menoleh pada Alice, dan begitu terkejutnya Aldan, karena Alice masih memandangi dirinya.

“Alice….” panggil Aldan, sembari melambaikan tangannya di depan wajah Alice.

Seketika Alice pun tersadar dari lamunannya, sedangkan seisi kelas kini memperhatikannya, karena Alice tidak kunjung maju ke depan untuk mengerjakan apa yang diperintahkan oleh gurunya.

Alice yang tidak mendengar perintah gurunya pun, hanya kikuk karena seisi kelas menatapnya dengan tatapan aneh.

“Kamu diminta untuk mengerjakan soal nomor satu oleh Bu Sena,” ucap Aldan dengan suara lirihnya, agar seisi kelas tidak bisa mendengarnya, kecuali Alice.

Alice yang mendengar itu pun, langsung menoleh ke arah Aldan, kemudian mengarahkan pandangannya menuju gurunya yang sedang berdiri, menunggu Alice maju ke depan.

Alice menarik napas panjang, kemudian mengembuskannya secara perlahan. Alice berdiri dari tempat duduknya, namun saat Alice akan maju ke depan, Aldan memberikan buku catatannya, yang telah ada jawaban pertanyaan dari soal yang guru Alice minta untuk dikerjakan.

Alice yang mendapat perhatian dari Aldan pun, tersenyum. Kemudian melangkahkan kakinya ke depan menuju papan tulis.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel