Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3 Cerita Masa Lalu

Bab 3 Cerita Masa Lalu

Sesampainya di rumah, Alice langsung keluar dari mobilnya, tanpa mengatakan apa pun kepada ayahnya.

Bundanya yang menunggu di teras rumah sambil membaca buku pun, langsung berdiri dan tersenyum menyambut kedatangan suami dan anaknya.

“Hai, sayang … bagaimana sekolah pertamamu?” tanya bunda Alice, sembari tersenyum pada Alice.

Sementara Alice yang masih merasakan kekecewaan karena Aldan tidak menjawab permintaan maafnya, hanya menundukkan wajahnya dan tidak menjawab pertanyaan bundanya.

Bunda Alice yang merasa ada yang aneh dengan puterinya itu pun, langsung megarahkan pandangannya menuju suaminya yang telah menjemputnya pulang dari sekolah, sebagai kode bertanya, ada apa dengan Alice.

Namun Ayah Alice hanya menggelengkan kepala, sebagai jawaban jika ia juga tidak tahu penyebab sikap Alice begitu.

“Sepertinya anak bunda sangat lapar … jadi cepat berganti pakaian dulu, sayang … setelah itu kita makan bersama,” ucap bundanya, mencoba membuat perasaan hati Alice kembali membaik.

Alice langsung menuju kamarnya, untuk berganti pakaian, sesuai yang diperintahkan oleh bundanya.

Saat Alice sudah berganti pakaian, ia menatap dirinya di cermin. Alice mulai memperhatikan dirinya, dan bertanya pada dirinya sendiri pada cermin yang memantulkan bayangannya.

“Apa aku terlalu buruk, sampai dia begitu tidak menyukai aku?” tanya Alice kepada pantulan dirinya di cermin.

“Tidak, Alice … kamu tidak buruk, bahkan kamu sangat cantik, lihat saja teman-temanmu di sekolah saat kamu berjalan di koridor, semua mata tertuju padamu,” sahut bundanya, yang baru saja masuk ke kamar Alice.

Alice yang tidak tahu kapan bundanya masuk ke dalam kamarnya, langsung menoleh ke belakang, dan menemukan bundanya sedang berjalan menghampirinya.

“Bunda … sejak kapan bunda di sini?” tanya Alice, sembari mengerutkan keninngnya kaget.

Bundanya pun tersenyum, melihat Alice yang terlihat kaget dengan kedatangannya.

Kemudian bundanya duduk di tepi ranjang Alice, dan meminta Alice untuk duduk di sampingnya. Alice pun, langsung duduk di samping bundanya.

Bunda Alice langsung mengelus pucuk kepala Alice dengan begitu lembut, membuat Alice mengerutkan keningnya dalam.

“Bunda?” Alice melihat bundanya dengan tatapan aneh, karena tidak biasanya bundanya bersikap begitu.

Bundanya pun tersenyum pada Alice.

“Alice … ada yang ingin kamu ceritakan kepada bunda?” tanya bundanya, sembari tersenyum.

Alice yang mendengar pertanyaan bundanya pun, langsung menundukkan kepalanya, kemudian menghela napasnya gusar.

“Bunda … sebenarnya saat di sekolah, aku duduk bersama teman laki-laki yang baru aku kenal, dan aku mengaguminya, karena dia satu-satunya yang membuatku tertarik,” jelas Alice, yang mulai mencerintakan saat dirinya di sekolah tadi.

Bundanya yang mendengar cerita Alice pun, terkejut dan tersenyum.

“Lalu?” tanya bundanya, meminta Alice untuk melanjutkan ceritanya.

“Dia seperti tidak menyukai aku bunda … bahkan untuk berbicara kepadaku pun dia tidak mau jika itu tidak penting menurutnya,” lanjut Alice.

“Bahkan saat aku ajak dia untuk berkenalan, ia tidak membalas uluran tanganku bunda,” tambah Alice dengan wajah kecewa.

Sementara Bunda Alice malah tersenyum mendengar cerita Alice, karena bundanya teringat dengan ceritanya saat sekolah dan bertemu dengan sosok Ayah Alice yang sebenarnya sangat memberikan kesan untuk Bundanya.

Alice yang melihat bundanya menanggapi ceritanya dengan tersenyum pun, makin mengerucutkan bibirnya, merasa kesal dengan bundanya.

“Kenapa bunda malah tersenyum?” tanya Alice dengan wajah kesalnya.

Bunda Alice langsung tersadar dari kenangan masa lalunya saat itu juga.

“Kamu sangat mirip dengan ayahmu,” tutur bundanya, dengan menampilkan senyum malu-malunya kepada Alice.

Alice yang belum paham, dengan apa yang dimaksud oleh bundanya pun, hanya mengerutkan keningnya bingung.

“Maksud bunda?” tanya Alice penasaran.

“Dulu … saat ayah dan bunda masih bersekolah, ayahmu sangat terobsesi kepada bunda, sampai kemana pun bunda pergi ayahmu akan mengikuti bunda,” jelas bundanya, sembari mengingat-ingat kenangan masa lalunya.

“Apa bunda tidak merasa risih?” tanya Alice, dengan wajah yang begitu penasaran.

Bundanya langsung mengulum senyum.

“Pada awalnya bunda merasa risih kepada ayahmu, namun … setelah bunda sadari, ayahmu yang sejak awal selalu ada untuk bunda, dan selalu baik kepada bunda, membuat bunda sadar, jika sebenarnya ayah tidak mau kehilangan bundamu ini,” jelas bundanya.

Alice mengangguk paham mendengar cerita bundanya.

“Lalu setelah itu kisah cinta ayah dan bunda berjalan baik?” tanya Alice.

Bundanya segera menggelengkan kepala sembari tersenyum kepada Alice. Sehingga membuat Alice menjadi bingung dengan anggukkan bundanya itu.

“Ayahmu sempat marah kepada bundamu selama beberapa waktu, sampai bunda tidak tahu harus melakukan apa,” jawab bundanya.

“Lalu, apa yang bunda lakukan akhirnya?” tanya Alice dengan rasa penasarannya yang begitu besar.

“Bunda terus meminta maaf kepada ayahmu, sampai akhirnya bunda mengalami kecelakaan saat bunda mengejar ayahmu untuk minta maaf saat pulang sekolah,” jawab Alice.

Alice terlihat membelalakkan matanya, karena melihat perjuangan bundanya yang begitu besar menurut Alice.

“Lalu … apa ayah menolong bunda?” tanya Alice.

Bundanya mengangguk sambil tersenyum menjawab pertanyaan Alice.

“Bahkan penyakit traumanya ayahmu sempat kambuh karena Kakek Rudolf tidak membawanya ikut mengantarkan bunda ke rumah sakit,” bundanya kembali tersenyum mengingat semua kenangan itu.

“Dan akhirnya bunda terpisah dengan ayahmu, karena ayahmu pindah ke kota ini, sehingga bunda harus menjalani hubungan jarak jauh dengan ayahmu, tetapi setelah beberapa tahun, ayahmu datang ke rumah untuk melamar bunda,” tambah bundanya, menyelesaikan cerita kenangan masa lalunya bersama Ayah Alice.

Alice mengembuskan napasnya, saat bundanya selesai bercerita.

“Tapi bunda … apakah aku terlihat sangat buruk, sehingga membuat Aldan tidak mau bicara denganku?” tanya Alice, meminta pendapat kepada bundanya.

“Tidak, sayang … kamu sangat cantik, mungkin sikap temanmu Aldan memang begitu, ia memang dingin dan tidak mudah bergaul dengan orang lain,” jelas bundanya.

“Tapi bunda … dia sama sekali tidak mau berbicara denganku,” Alice terus berpikiran jika Aldan tidak menyukai Alice karena Alice terlalu buruk untuknya.

“Sekarang begini saja, besok kamu coba ajak bicara Aldan lagi, jika Aldan masih bersikap seperti itu kepadamu, itu berarti memang sifatnya yang benar-benar seperti itu,” Bunda Alice, mencoba memberi saran untuk Alice, sehingga Alice dapat merasa lebih tenang.

Alice terlihat berpikir sejenak, setelah mendengar saran dari bundanya. Ia masih bingung karena Aldan sama sekali tidak mau berbicara dengannya.

Bundanya yang melihat wajah Alice masih terlihat ragu pun, kini merangkul pundak Alice, sembari tersenyum untuk meyakinkan Alice.

Alice pun balik tersenyum kepada bundanya, serta menganggukkan kepalanya untuk memberitahu bundanya, jika kini ia sudah sedikit lebih yakin dan perasaannya jauh lebih baik dari sebelumnya.

“Kalau begitu, mari kita makan bersama, kasihan ayahmu sudah menunggu sejak tadi,” ajak bundanya.

Alice pun tersenyum, dan beranjak dari kasurnya untuk menuju meja makan bersama bundanya.

Sejak kecil, Alice memang lebih dekat dengan bundanya, itu karena ayahnya lebih sering berada di luar, untuk urusan bisnisnya. Sehingga membuat Alice lebih dekat dengan bundanya.

Ditambah lagi, ayahnya yang memang tidak banyak bicara, alias lebih pendiam. Jadi untuk bercerita tentang hal apa pun, Alice lebih sering menceritakannya kepada bundanya.

Meskipun begitu, ayahnya akan tahu semua tentang Alice, karena ayahnya rajin bertanya kepada bundanya mengenai perkembangan Alice setiap waktu.

Alice juga sangat menyayangi ayahnya meski ayahnya jarang sekali menemani di saat momen-momen penting Alice karena kesibukan bisnisnya, namun Alice sangat menyayangi ayahnya.

Alice memahami, jika ayahnya melakukan itu untuk kebaikan dirinya dan bundanya, agara kebutuhan mereka selalu tercukupi dan dapat hidup dengan baik.

Sejak kecil, bundanya selalu mengatakan untuk menjadi wanita yang mandiri, meskipun Alice sangat berkecukupan soal materi, bundanya selalu mengajarkan untuk selalu bersikap rendah hati, meski dirinya lebih dalam soal harta.

Sehingga membuat Alice yang kini sudah tumbuh dewasa, terbiasa dengan sifat mandiri yang selalu diajarkan oleh bundanya.

Bahkan Ayah Alice selalu mengajaknya untuk datang ke acara amal, jika perusahaan ayahnya sedang mengadakan acara amal, agar Alice selalu ingat dengan orang-orang yang membutuhkan bantuannya.

Alice sangat beruntung berada di tengah keluarga yang kedua orang tuanya sangat baik dan mengerti perasaannya, sehingga membuat Alice tumbuh dengan baik.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel