Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2 Tidak Dihiraukan

Bab 2 Tidak Dihiraukan

“Aldan,” jawab murid laki-laki itu, tanpa menjabat tangan Alice.

Aldan sosok murid laki-laki yang membuat Alice tidak bisa berhenti memperhatikannya. Aldan bersikap sangat dingin kepada Alice, meskipun Alice berusaha mencoba untuk akrab dengan Aldan, namun sikap Aldan tetap sama.

Aldan memang terkenal dengan sikap dinginnya kepada teman-teman lainnya. Namun, karena wajah tampan milik Aldan, mampu membuat para kaum hawa tetap mengagumi Aldan.

Sementara itu karena uluran tangan Alice tidak dibalas oleh Aldan, membuat Alice sedikit kecewa, namun ia tidak gentar untuk bisa akrab dengan Aldan.

Saat guru sedang menjelaskan pelajaran, Alice terus saja mencari perhatian Aldan, dengan caranya, sampai membuat Aldan sedikit kesal dibuatnya.

“Aldan … bisakah kamu berbagi buku denganku,” ucap Alice, yang memang masih berstatus anak baru di sekolah itu, sehingga membuatnya belum mendapat buku paket.

Aldan hanya menggeser bukunya tanpa menoleh sedikit pun kepada Alice. Sementara Alice yang merasa belum mendapat perhatian Aldan, tetap tidak putus asa dan mencari cara lain untuk mencari perhatian Aldan.

“Aldan … apakah kamu punya pena lebih?” tanya Alice dengan berbisik, karena guru sedang menjelaskan pelajaran.

Aldan yang kini merasa terganggu dengan Alice, hanya mengembuskan napasnya. Karena alasan Aldan duduk sendiri di barisan paling belakang, itu karena ia tidak menyukai jika ia diganggu oleh teman sekelasnya, sehingga ia lebih memilih untuk duduk sendiri.

Kali ini Alice berhasil membuat Aldan menoleh ke arahnya, meskipun dengan wajah yang terlihat kesal, namun Alice sangat menyukainya. Sehingga membuat Alice menampilkan deretan gigi putihnya kepada Aldan.

“Maafkan aku, aku lupa untuk membawa pena,” bisik Alice, dengan lebih mendekat ke telinga Aldan, sehingga membuat Aldan sedikit menjauhkan badannya dari Alice.

Alice yang melihat sikap Aldan kepadanya yang masih dingin dan tidak mau menanggapinya, hanya mengerucutkan bibirnya, dengan mencoba menahan perasaan kesalnya.

“Apa--” belum selesai Alice menyelesaikan ucapannya, Aldan sudah memotong lebih dulu ucapan Alice.

“Tidak bisakah kamu diam sejenak?” tanya Aldan dengan begitu dingin.

Alice yang mendengar pertanyaan Aldan pun, hanya terdiam dan mengurungkan untuk mengatakan pertanyaannya kepada Aldan.

Setelah itu, Alice hanya terdiam dan tidak bertanya atau mengatakan apa pun kepada Aldan. Alice hanya terdiam, sampai jam pelajaran usai.

Alice tersenyum sumringah, saat tahu jika jam pelajaran telah usai, dan tiba saatnya untuk istirahat. Alice berniat untuk mengajak Aldan untuk ke kantin bersama.

“Aldan … maukah kamu ke kantin bersamaku, aku belum tahu letak kantin di sini,” Alice mencoba mengajak Aldan untuk ke kantin bersama.

“Hai … Alice,” sapa teman-teman sekelas Alice yang lain, berniat untuk berkenalan dengannya.

Aldan yang melihat itu pun, segera memanfaatkan kesempatan itu untuk pergi keluar kelas, meninggalkan Alice yang kini sedang digerumbuli oleh teman kelas yang lain.

Alice yang melihat kepergian Aldan pun, menjadi bingung, karena sebenarnya ia tidak bisa akrab dengan orang yang memang tidak ia sukai, seperti Aldan.

“Emm … maafkan aku teman-teman, tetapi sepertinya aku harus pergi sekarang, kita bisa berkenalan nanti,” ucap Alice, sembari meninggalkan teman-teman kelasnya yang mengajak berkenalan.

Setelah Alice berhasil keluar dari kelas, Alice mengedarkan pandangannya mencari kemana perginya Aldan. dan tidak butuh waktu lama, Alice berhasil menemukan punggung Aldan dengan mata jelinya.

Aldan terlihat berjalan menyusuri koridor kelas, sehingga membuat Alice langsung mengejar Aldan, dengan berlari, sehingga membuat dirinya menjadi perhatian murid lain yang sedang berlalu lalang di koridor kelas.

“Aldan….” teriak Alice, berharap Aldan akan berhenti melangkahkan kakinya untuk menunggunya.

Namun, yang Alice lihat, Aldan malah terlihat mempercepat langkahnya, sehingga membuat Alice juga mempercepat langkahnya, dengan berlari melewati murid lain yang berlalu lalang.

Hingga akhirnya, Alice berhasil menyamakan langkahnya dengan Aldan. Dengan napas yang terengah-engah, Alice berjalan di samping Aldan, sembari kembali mengatur napasnya.

“Hai … apakah kamu ingin ke kantin?” tanya Alice dengan wajah yang terlihat sumringah, namun suaranya massih terengah-engah.

Namun, Aldan tidak menjawab pertanyaan Alice, sehingga membuat Alice mengerucutkan bibirnya, namun tetap mengikuti kemana perginya kaki Aldan.

Karena langkah Aldan yang begitu cepat, membuat Alice sedikit tertinggal. Alice berusaha mempercepat langkahnya untuk menyamakan langkahnya dengan Aldan.

Saat sudah sampai di kantin, Aldan dengan cepat memesan makanan, Alice yang masih terus mengikutinya tepat di belakangnya, hanya terdiam.

Namun saat Alice ingin bergantian memesan makanan, ia tidak melihat jika di depannya ada tumpahan air, sehingga membuatnya terpleset ke arah depan, dan saat itu juga tubuh Alice terhuyung ke depan, menabrak Aldan yang sedang membawa makanan yang telah dipesannya.

Alice terjatuh dengan memeluk Aldan, sehingga membuat makanan Aldan menjadi terjatuh, seketika semua orang kini memperhatikan Alice dan Aldan.

Alice menutup mulutnya dengan kedua tangannya, saat dirinya tahu makanan Aldan terjatuh karenanya. Wajah Alice seketika berubah menjadi wajah yang terlihat begitu bersalah.

“Aldan … maafkan aku, aku tidak tahu jika ada tumpahan air di lantai,” ucap Alice dengan perasaan bersalah.

Aldan yang tidak suka jika dirinya menjadi pusat perhatian pun, langsung meninggalkan kantin, tanpa marah sedikit pun dan juga tidak menjawab ucapan Alice.

Alice yang melihat Aldan pergi begitu saja, tanpa mengatakan apa pun kepadanya, beranggapan bahwa Aldan marah kepadanya.

“Aldan….” panggil Alice yang masih tertegun melihat kepergian Aldan.

Sementara Aldan pergi ke taman belakang untuk duduk di tempat biasanya ia menghabiskan waktu istirahatnya.

Alice yang tidak tahu kemana perginya Aldan, hanya kembali ke kelas dan menundukkan kepalanya dengan perasaan bersalah.

Saat jam pelajaran dimulai, Aldan tidak kembali ke kelas, sehingga membuat Alice semakin merasa bersalah kepada Aldan, ia ingin sekali meminta maaf kepada Aldan, namun ia tidak tahu keberadaan Aldan saat ini.

Sehingga Alice hanya dapat pasrah, sembari memikirkan keberadaan Aldan di saat jam pelajaran sedang berlangsung.

Saat jam pelajaran telah selesai, Aldan tetap belum kembali ke kelas, namun saat guru telah keluar dari kelas, terlihat Aldan yang baru saja datang, kemudian berjalan menuju tempat duduknya, dan langsung meraih tasnya, sembari melangkah keluar kelas.

Alice yang tidak sempat mengatakan maaf, membuatnya mengejar Aldan yang sudah lebih dulu keluar kelas.

“Aldan … apakah kamu sangat marah denganku?” tanya Alice sembari mengejar Aldan yang tidak begitu jauh darinya.

Sementara Aldan tidak menggubris Alice sama sekali, ia terus melangkahkan kakinya menuju gerbang sekolah.

Sesampainya di gerbang sekolah, terlihat mobil Ayah Alice terparkir tidak jauh dari gerbang sekolah, dan tidak lupa Ayah Alice yang menunggu di luar mobil melambaikan tangannya kepada Alice.

Namun Alice tidak membalas lambaian tangan ayahnya, ia malah terus mencoba meminta maaf kepada Aldan.

“Aldan, maafkan aku … aku benar-benar tidak sengaja, aku tidak tahu jika di lantai ada tumpahan air,” ucap Alice dengan perasaan bersalah.

Namun Aldan tidak menghiraukan semua yang Alice katakan, ia hanya terus berjalan.

Sehingga membuat Alice yang sudah ditunggu oleh ayahnya, hanya dapat memanyunkan bibirnya dengan oenuh kekecewaan.

Kini, Aldan sudah berada sangat jauh dari Alice, sehingga membuat Alice terpaksa harus kembali ke mobil, dimana ayahnya sudah menjemputnya dan menunggunya sejak tadi.

Alice berjalan dengan menundukkan kepalanya, dan wajahnya begitu terlihat kusut. Sehingga membuat ayahnya mengerutkan keningnya.

“Alice … kenapa wajahmu nampak seperti itu? Apakah terjadi sesuatu kepadamu? dan siapa orang yang kamu kejar tadi?” bertubi-tubi pertanyaan yang terlontar dari ayah Alice.

Namun, Alice yang sedang tidak ingin bicara karena masih kecewa dengan sikap Aldan kepadanya, hanya masuk ke mobil dan tidak menjawab pertanyaan ayahnya sama sekali.

Sementara Ayah Alice semakin mengerutkan keningnya lebih dalam, karena tidak berhasil mendapat jawaban dari puteri kesayangannya itu.

Kemudian Ayah Alice masuk ke mobil. Alice yang sudah masuk ke mobil lebih dulu hanya terdiam, dan mengarahkan wajahnya ke jendela mobil. Ayah Alice yang tidak tahu apa yang terjadi kepada puterinya itu pun, hanya menahan semua pertanyaannya di dalam benaknya, karena Ayah Alice tidak mau membuat perasaan Alice semakin buruk.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel