Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 19 Perhatian Kecil

Bab 19 Perhatian Kecil

Pagi-pagi sekali, Aldan sudah sampai di kelas yang belum terdapat satu pun murid yang datang saat itu. Aldan mendengarkan lagu dengan earphone yang terpasang di telinganya.

Tiba-tiba, datanglah seorang guru yang sedang bertugas piket pada hari itu. Guru wanita itu, tampak mencari-cari sesuatu, dan saat guru itu melihat Aldan, ia langsung masuk ke dalam kelas Aldan, dan mengetuk meja Aldan.

Aldan yang menyandarkan tubuhnya di tempat duduknya, serta memejamkan matanya, karena menikmati suasana di pagi hari itu, tidak mengetahui jika seorang guru sedang memperhatikan gerak-geriknya tepat di hadapannya.

Saat guru Aldan mengetuk meja Aldan, Aldan masih memejamkan matanya, dan tidak mengira jika itu adalah gurunya yang sedang memanggilnya, Aldan mengira jika itu adalah tingkah jahil teman-temannya yang baru saja datang, sehingga ia tidak menghiraukannya.

Namun saat namanya dipanggil dengan intonasi tinggi, Aldan langsung terbangun dari kegiatan santai mendengarkan lagu-lagu kesukaannya.

“Aldan…!” panggil guru Aldan dengan intonasi yang terdengar tinggi, sehingga membuat Aldan gelagapan dan langsung terkesiap.

Saat Aldan membuka matanya, dilihat gurunya sudah berada di hadapannya, sedang memperhatikannya, sehingga membuat dirinya kikuk, dan malu.

“Maaf, ibu … saya tidak tahu jika ibu ada di sini,” ucap Aldan dengan sopan.

Gurunya hanya menggelengkan kepalanya, saat Aldan mengatakan bahwa dirinya tidak tahu jika gurunya sedang memperhatikannya sejak tadi.

“Kalau begitu, kamu bisa membantu ibu, bukan?” tanya guru Aldan, kepada Aldan yang menggaruk tekuknya yang tidak gatal, ia hanya salah tingkah dan malu karena gurunya memperhatikannya.

Aldan dengan cepat menganggukkan kepalanya, agar ia tidak lagi malu kepada gurunya itu.

“Kamu tolong bantu ibu menyiapkan upacara hari ini,” ucap gurunya, sembari melihat keadaan kelas yang masih begitu sepi.

Aldan hanya mengangguk dan tidak menjawab dengan kata-kata.

Saat Aldan dan gurunya hendak keluar kelas menuju kantor guru untuk menyiapkan upacara, tiba-tiba Meysha datang dengan wajah yang terlihat begitu sumringah.

Melihat Meysha yang baru saja datang, membuat gurunya berpikir untuk meminta Meysha ikut membantu Aldan menyiapkan upacara.

“Meysha….” panggil gurunya, sembari memperhatikan Meysha yang tadi melewati gurunya dengan menundukkan kepala dengan sopan.

“Iya, ibu … ada apa?” tanya Meysha, yang bingung, karena gurunya yang tiba-tiba memanggilnya.

Meysha mendekat kepada gurunya, sedangkan Aldan yang berada di samping gurunya hanya terdiam dan tidak mengatakan apapun, bahkan untuk tersenyum pun tidak Aldan lakukan, sehingga membuat Meysha kembali fokus kepada gurunya.

“Kamu bisa bantu ibu untuk menyiapkan upacara?” tanya gurunya, dengan wajah yang memperhatikan gerak-gerik Meysha yang sejak tadi menatap Aldan tanpa henti.

Meysha yang mendengar pertanyaan gurunya pun, seketika mengalihkan pandangannya kepada Aldan sejenak, dan Aldan yang tidak sengaja sedang mengarahkan pandangannya menuju Meysha, membuat pandangan Aldan dan Meysha saling bertemu.

Karena bersama dengan Aldan, membuat Meysha merasa begitu senang, dan tidak akan menolak permintaan gurunya itu. Bahkan Meysha merasa harus berterima kasih kepada gurunya, karena telah memberikan kesempatan untuk dirinya dekat dengan Aldan.

“Bisa bu, dengan senang hati akan saya bantu,” jawab Meysha dengan wajah yang begitu bersemangat.

Membuat gurunya mengerutkan keningnya, karena Meysha begitu senang untuk membantunya.

“Ya sudah, kalau begitu, kalian bisa ikut dengan ibu, untuk menyiapkan upacara,” ucap gurunya, kemudian berjalan lebih dulu menuju kantor.

Akhirnya Aldan dan Meysha pun, mengikuti gurunya menuju kantor, Meysha tidak henti mencuri pandang kepada Aldan, sedangkan Aldan hanya terdiam dan tetap dingin seperti biasanya.

Saat di koridor kelas, mereka bertemu dengan Alvaro yang baru saja datang, dan berjalan menuju kelas.

Alvaro yang melihat Aldan berjalan berlawanan dengannya pun, langsung bertanya kepada Aldan.

“Aldan … mau kemana kamu?” tanya Alvaro, sembari mengerutkan keningnya.

Aldan mengehentikan langkahnya, kemudian memperhatikan Alvaro yang masih menggendong tasnya di punggungnya.

“Aldan … cepat, kita harus menyiapkan upacara sekarang,” ucap guru Aldan, karena melihat Aldan yang mengehentikan langkahnya.

Alvaro langsung mengerutkan keningnya saat mendengar gurunya memerintahkan Aldan untuk menyiapkan upacara.

Saat itu juga, Aldan berjalan meninggalkan Alvaro yang masih tertegun. Namun, dengan sigap Alvaro menahan lengan Aldan, dan lagi-lagi bertanya kepada Aldan.

“Apakah kamu serius akan melakukannya?” tanya Alvaro, yang masih tidak percaya dengan apa yang akan dikerjakan oleh Aldan.

Aldan dengan segera melepaskan pegangan tangan Alvaro dari lengannya, dan menganggukkan kepalanya. Kemudian Aldan berjalan meninggalkan Alvaro yang masih memasang wajah tidak percaya.

“Kenapa ia mau melakukannya, tidak biasanya ia mau untuk melakukan hal seperti itu,” monolog Alvaro, yang masih tertegun di tempat berdirinya tadi.

Kemudian Alvaro berjalan menuju kelasnya, dan membiarkan Aldan melakukan hal yang menurutnya tidak biasa itu.

Sementara Aldan yang kini berada di ruang guru bersama Meysha, tetap diam dan tidak banyak bicara seperti biasanya.

“Aldan dan Meysha … kalian bisa membawa bendera ini menuju lapangan, karena untuk hal lain sudah siap,” ucap gurunya, memerintahkan Aldan dan Meysha.

Kemudian Aldan dan Meysha saling beradu pandang, lalu saat itu juga, Aldan mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Mereka berdua akhirnya menuju lapangan untuk menyiapkan bendera.

“Aldan … apakah kamu menyukai Alice?” tanya Meysha, dengan santainya, saat mereka sudah berada di lapangan, dan sudah banyak murid lain yang sudah sampai di sekolah.

Aldan yang mendengar pertanyaan itu pun, hanya terdiam, dan memperhatikan Meysha yang sebenarnya ia kagumi, namun karena terlalu malu, membuat Aldan langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain, dan tidak menjawab pertanyaan Meysha tadi.

“Sepertinya pertanyaanku terlalu tidak nyaman untukmu, maafkan aku,” ucap Meysha sembari menampilkan deretan gigi putihnya.

Kemudian Alice menghampiri Meysha dan Aldan dengan wajah yang terlihat tidak suka.

***

Alice mengerjapkan matanya, saat mendengar namanya beberapa kali disebut oleh beberapa orang yang terdengar membicarakannya.

Saat itu juga, dokter yang memeriksa Alice di UKS, langsung memeriksa keadaan Alice kembali, dan memastikan keadaan Alice.

“Alice … apakah kamu baik-baik saja?” tanya dokter sekolahnya, dengan wajah yang begitu sopan dan suara yang lembut.

Alice yang baru saja tersadar dari pingsannya, masih belum menjawab pertanyaan dokter sekolah yang sedang memeriksanya itu.

Sementara di luar ruang UKS, terdengar seperti suara yang tidak asing bagi Alice sedang membicarakannya.

Dokter sekolah itu kemudian memberitahu teman-teman Alice yang masih berada di depan UKS, bila Alice telah sadar.

Alvaro yang mendengar itu pun, langsung menghampiri Alice dengan wajah yang begitu khawatir, disusul dengan Aldan dan Meysha yang juga berada di sana.

“Alice … apakah kamu baik-baik saja?” tanya Alvaro dengan perasaan khawatir.

Alice memperhatikan Aldan yang sedang memperhatikannya, sehingga tidak sadar jika Alvaro bertanya kepadanya.

“Apakah kamu yang membawaku ke sini?” tanya Alice, kepada Aldan.

Namun, karena Alvaro mengira jika Alice sedang berbicara dengannya, membuat Alvaro lah yang menjawab pertanyaan Alice.

“Bukan, Alice … Aldan lah yang membawamu kemari,” jawab Alvaro dengan percaya diri, dan mengira bahwa Alice mengajak bicaranya.

Alice tersenyum kepada Aldan yang kini sudah tidak memperhatikannya lagi, karena malu.

“Terima kasih--” belum selesai Alice mengatakan ucapan terima kasihnya untuk Aldan, Alvaro sudah menyela dengan berpikir bahwa Alice sedang berterima kasih kepadanya.

“Iya, Alice … kamu tidak perlu berterima kasih kepadaku,” jawab Alvaro dengan penuh percaya diri dan senyuman yang lebar.

“Aldan,” lanjut Alice, sehingga membuat Alvaro malu sekaligus kecewa mendengarnya.

Namun, Aldan tidak menjawab ucapan terima kasih Alice, ia hanya diam dan tidak bicara sama sekali.

Sementara Meysha yang biasanya banyak bicara, hanya diam dan tidak mengatakan apapun.

Alice yang masih terlihat pucat itu pun, hanya tersenyum dan mengarahkannya kepada Aldan, yang sesekali mengalihkan pandangannya kepada Alice.

Alice merasa bahagia, karena Aldan terlihat memperhatikannya meskipun Aldan tidak menunjukkannya, namun Alice tahu jika Aldan sedang memperhatikannya.

Sedangkan Alvaro, hanya dapat menahan rasa kecewanya, karena Alice terus menatap wajah Aldan, ia sama sekali tidak mengalihkan pandangannya, setelah menatap wajah Aldan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel