Bab 18 Cemburu
Bab 18 Cemburu
Hari itu, Alice dengan perasaan yang senang, menyusuri koridor kelas, dengan sebagian siswa lain yang tengah berbincang-bincang di depan kelasnya masing-masing, membuat pemandangan sekolah itu nampak begitu ramai.
Alice yang datang sedikit lebih siang dari pada biasanya, merasakan jika sekolahnya memiliki begitu banyak murid.
Sesampainya di kelas, Alice tidak melihat keberadaan Aldan, sehingga membuat dirinya merasa kecewa, karena tidak dapat melihat wajah Aldan.
Namun, tiba-tiba Alvaro dengan sikap akrabnya, menyapa Alice yang baru saja datang, dan membuat Alice merasa tidak nyaman.
“Hai, Alice … apakah kamu baru sampai?” tanya Alvaro, dengan senyum manis di bibirnya.
Meskipun sebenarnya Alvaro tampan, namun Alice merasa tidak tertarik dengan Alvaro, ia malah tertarik pada Aldan yang selalu mengacuhkannya, sedangkan Alvaro selalu bersikap manis kepadanya.
Dengan senyum yang terpaksa ia sunggingkan, Alice membalas sapaan Alvaro.
“Hai, Alvaro … iya, aku baru saja datang,” jawab Alice.
Alvaro pun mengangguk paham, mendengar jawaban Alice. Saat Alvaro hendak bertanya dengan Alice, Alice buru-buru bertanya balik pada Alvaro, karena jika tidak, Alvaro akan bertanya hal-hal yang tidak nyaman untuk Alice jawab.
“Alvaro….” panggil Alice, sembari memperhatikan seisi kelas, karena mencari keberadaan Aldan.
Alvaro tersenyum dan menaikkan alisnya. “Iya, Alice … ada apa?” tanya Alvaro, dengan sikap yang begitu lembut pada Alice.
“Emm … apa kamu … tahu, kemana Aldan? Aku tidak melihatnya sejak tadi,” tanya Alice, tanpa memperhatikan wajah Alvaro yang nampak kecewa karena Alice menanyakan Aldan.
Karena tidak kunjung dijawab oleh Alvaro, membuat Alice menoleh pada Alvaro untuk memastikan jawaban dari pertanyaannya.
“Alvaro?” panggil Alice, memastikan Alvaro baik-baik saja.
“Ah … iya, Alice … Aldan sedang diminta oleh guru membantu menyiapkan upacara bersama dengan Meysha,” jawab Alvaro, dengan perasaan yang kecewa.
Alice membelalakkan matanya, saat Alvaro memberitahu jawabannya kepadanya.
“Bersama, Meysha?” tanya Alice, dengan ekspresi wajah yang terkejut, membuat Alvaro ikut terkejut, karena Alice bertanya dengan suara yang mengejutkan.
Alvaro hanya menganggukkan kepalanya, untuk menjawab pertanyaan Alice. Sementara Alice, sudah mengubah wajahnya menjadi wajah yang terlihat akan marah, setelah Alvaro menjawab pertanyaannya.
“Kenapa Aldan bersama Meysha?” tanya Alice, kepada Alvaro.
Alvaro menghela napasnya, saat Alice lagi-lagi bertanya mengenai Aldan.
“Karena … saat salah satu guru piket ke kelas ini, baru ada Aldan dan Meysha yang ada di kelas ini, sedangkan aku baru saja datang, saat guru datang ke kelas ini,” jelas Alvaro.
Alice mengerucutkan bibirnya saat itu juga, sehingga membuat Alvaro bingung harus bersikap bagaimana kepada Alice.
“Kalau begitu, aku harus ke lapangan sekarang juga!” ucap Alice, disertai dengan nada yang terlihat tidak terima.
Alvaro yang melihat itu pun, langsung mengikuti Alice yang berjalan dengan penuh amarah, seperti macan ingin menyergap mangsanya.
Saat Alice sampai di lapangan, ia melihat Aldan dan Meysha sedang bersama, dan terlihat Meysha sedang mengajak Aldan berbincang, sehingga membuat Alice mengepalkan tangannya.
“Kenapa Meysha terlihat begitu bahagia dekat dengan Aldan,” gumam Alice, sembari memperhatikan Aldan dan Meysha.
Sementara Alvaro yang berada di belakang Alice, hanya ikut memandang Aldan dan Meysha dari kejauhan. Namun, saat itu juga Alice berjalan menuju Aldan dan Meysha, sehingga membuat Alvaro bertanya langsung kepada Alice.
“Alice … mau kemana kamu?” tanya Alvaro, dengan sedikit berteriak.
Karena sudah banyak siswa lain yang berkumpul di lapangan, untuk berbaris dan melaksanakan upacara, membuat Alvaro merasa malu, jika harus mengikuti Alice yang kini sedang dihantui dengan rasa cemburu.
Sehingga tinggal Alice lah yang kini berjalan menuju Aldan dan Meysha.
Setelah sampai di tempat berdirinya Aldan dan Meysha, Alice kemudian terdiam sejenak, untuk mengetahui apa yang sebenarnya Aldan dan Meysha bicarakan.
Sementara Aldan dan Meysha yang melihat kedatangan Alice pun, hanya terdiam dan memperhatikan Alice yang juga terdiam memperhatikan mereka berdua, sehingga membuat mereka bertiga saling beradu pandang satu sama lain.
“Alice … ada yang bisa aku bantu?” tanya Meysha, berusaha mencairkan suasana.
Alice masih terdiam, karena masih kesal melihat Aldan dan Meysha yang dengan begitu asik dapat berbincang bersama.
Namun, tiba-tiba suara lonceng berbunyi, sehingga membuat mereka harus berbaris menurut kelas masing-masing, saat Aldan ingin menuju barisan kelasnya, tiba-tiba Meysha mengatakan sesuatu, yang membuat Aldan menghentikan langkah kakinya.
“Astaga … aku lupa untuk membawa topi,” ucap Meysha, dengan menepuk keningnya.
Aldan yang hendak menuju ke barisan kelasnya pun, menghentikan langkah kakinya saat itu juga, dan berbalik badan untuk memastikan Meysha yang tidak membawa topi sekolahnya.
“Sepertinya aku akan dihukum,” ucap Meysha, dengan nada yang terlihat ketakutan, karena melihat siswa lain sudah berbaris dengan rapih sesuai kelasnya masing-masing.
Aldan yang mendengar itu pun, merasa tidak tega dan berniat untuk meminjamkan topi untuk Meysha, namun, saat itu juga Alice berusaha untuk mengehentikannya, saat Aldan hendak melepas topi dari kepalanya.
“Aku juga tidak membawa topi, Meysha … jika kamu dihukum, aku juga pasti akan dihukum,” sahut Alice, dengan wajah yang begitu menunjukkan kecemburuan.
Meysha yang mendengar itu pun, langsung memperhatikan Alice, dan melihat jika Alice membawa topi di tangannya.
“Tapi, Alice … kamu membawa topi di tanganmu,” ucap Meysha, sembari memperhatikan tangan Alice yang menggenggam topi.
Alice langsung tersadar, saat ia sebenarnya membawa topi, dan membuatnya berpikir untuk mencari jawaban lain.
“Ah … ini? Ini bukan milikku, tapi milik Alvaro, biar aku kembalikan kepadanya, dan kita harus berbaris di barisan tidak disiplin karena sama-sama tidak membawa topi,” jawab Alice, kemudian berjalan menuju Alvaro yang tidak jauh dari tempat berdirinya saat ini.
Alice kemudian memberikan topinya kepada Alvaro, meskipun Alvaro sudah mengenakan topi di kepalanya, sehingga membuat Alvaro mengerutkan keningnya bingung, melihat sikap Alice.
“Alice, kenapa kamu memberikannya kepadaku?” tanya Alvaro, dengan ekspresi wajah yang bingung.
Aldan yang sudah berada di barisan dan berdiri di belakang Alvaro pun, hanya terdiam dan memperhatikan Alice yang memasang wajah menakutkan itu.
“Aku sedang tidak membutuhkannya,” jawab Alice, kemudian melangkahkan kakinya menuju Meysha, yang sudah lebih dulu berbaris di barisan tidak disiplin.
Saat Alice sampai di barisan, Meysha menoleh ke arah Alice, untuk memastikan Alice baik-baik saja.
“Kenapa kamu melakukan ini, Alice?” tanya Meysha dengan berbisik, karena upacara sudah dimulai.
Alice yang masih merasa kesal kepada Meysha, hanya terdiam dan tidak menjawab pertanyaan Meysha.
Saat upacara sudah akan berakhir, Alice merasa pusing, dan pandangannya menjadi berkunang-kunang, Alice memegangi kepalanya, dan tiba-tiba Alice terjatuh pingsan.
Brukkk!!!
Meysha yang melihat Alice sudah tergeletak dan tidak sadarkan diri pun, langsung panik, dan meminta pertolongan kepada siswa lain untuk membantu Alice, agar dibawa menuju ruang UKS.
Karena bingung, Meysha terpaksa meminta Aldan untuk membawa Alice ke ruang UKS, karena ia tidak bisa ikut ke UKS, dikarenakan ia harus mendapat sanksi terlebih dahulu.
Akhirnya, Aldan menggendong Alice, menuju UKS, dengan perasaan yang panik, karena lagi-lagi ia harus menggendong Alice dalam keadaan pingsan seperti ini.
Sesampainya di UKS, Aldan langsung merebahkan Alice, di ranjang perawatan ruang UKS. Karena ada dokter sekolah yang menangani Alice, membuat Aldan berniat untuk kembali menuju barisan upacara, namun saat dirinya akan pergi, Alvaro datang menghampirinya.
“Bagaimana keadaan, Alice? Apakah dia baik-baik saja?” pertanyaan yang bertubi-tubi Alvaro lemparkan dengan wajah yang terlihat begitu khawatir, sehingga membuat Aldan merasa aneh dengan sikap Alvaro.
“Aldan … kenapa kamu diam saja?” tanya Alvaro, yang terus menunjukkan kekhawatirannya.
“Tidak,” jawab Aldan singkat.
Mendengar jawaban Aldan, membuat Alvaro mengerutkan keningnya bingung dan tidak paham apa yang dimaksud oleh Aldan.
“Maksudmu?” tanya Alvaro, yang tidak paham dengan jawaban Aldan yang begitu ambigu.
“Tidah tahu,” jawab Aldan, dengan sikap acuhnya.
Membuat Alvaro yang mendengar jawaban Aldan merasa ingin marah kepada Aldan, namun ia tidak bisa marah kepada sahabatnya itu.
“Kenapa kamu membuatku kesal, saat aku sedang khawatir begini,” ucap Alvaro, dengan wajah kesal.
Aldan hanya terdiam dan tidak menjawab ucapan Alvaro, karena ia memang tidak tahu keadaan Alice yang saat ini sedang diperiksa oleh dokter sekolah.
