Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 20 Sandwich dan Cegukan

Bab 20 Sandwich dan Cegukan

Saat semua orang sedang sibuk untuk pergi ke kantin, dengan tujuan mengisi perut mereka yang kosong setelah jam pelajaran yang telah mereka lalui.

Namun, Alice hanya terdiam di tempat duduknya, sembari melihat teman-teman kelasnya yang pergi meninggalkan kelas untuk pergi ke kantin.

Alice hanya memanyunkan bibirnya, karena kejadian pingsannya kemarin, membuat ayah dan bundanya begitu khawatir, dan membuat bundanya sampai membawakan bekal makanan untuknya, karena bundanya tidak mau jika Alice sampai telat makan dan kembali pingsan atau sakit.

Alice segera mengambil kotak nasinya, dengan wajah yang tidak bersemangat, selain karena tubuhnya yang belum begitu membaik, ia juga merasa kesepian karena tidak ada orang di dalam kelasnya kecuali dirinya.

Setelah mengambil kotak bekalnya, Alice menaruh kotak bekalnya ke atas meja, tepat di hadapannya, kemudian ia memandang kotak bekalnya itu, yang telah disiapkan oleh bundanya dengan sepenuh hati.

Alice menoleh ke kanan dan kiri, melihat keadaan kelas yang sepi tidak berpenghuni kecuali dirinya sendiri, ia juga tertinggal oleh Aldan yang tidak tahu kemana perginya, Alice tidak bisa mengikuti Aldan dengan leluasa karena dirinya masih merasa lemas saat ini.

Karena merasa jenuh di dalam kelas, membuat Alice terpikir oleh suatu tempat yang akan sangat nyaman, jika dirinya memakan bekal yang dibuatkan oleh bundanya di tempat itu.

Alice segera membawa kotak bekal di tangannya, kemudian beranjak dari tempat duduknya, dan berjalan menyusuri koridor kelas yang sangat ramai dengan siswa lain yang bersenda gurau di koridor kelas.

Alice hanya tersenyum terpaksa, saat beberapa siswa tidak dikenalnya menyapa dirinya di depan kelas mereka.

Namun, saat Alice telah sampai di tempat yang Alice maksud, begitu terkejut dan senangnya Alice, karena ia melihat seseorang yang begitu membuatnya senang saat itu juga.

Aldan berjalan dengan penuh semangat menghampiri seseorang yang sedang membaca buku dengan begitu tenang, di bawah pohon besar dengan posisi duduk kaki menyilang.

“Aldan….” sapa Alice, dengan senyuman yang mengembang dengan lebarnya.

Aldan yang merasa namanya dipanggil itu pun, menghentikan kegiatan membaca bukunya, dan melihat siapa yang baru saja memanggilnya.

Aldan tidak memberi balasan apapun, saat melihat Alice lah yang datang menghampirinya, Aldan hanya menghela napasnya lirih, sehingga tidak terdengar oleh Alice. Lagi-lagi Alice kembali mengikutinya lagi, kemudian Aldan kembali fokus untuk membaca bukunya.

“Aldan … aku kemari tidak berniat mengikutimu, aku tidak tahu jika kamu sedang di sini, aku kemari hanya berniat untuk menghabiskan bekal yang sudah dibuatkan oleh bundaku,” jelas Alice, yang merasa jika Aldan keberatan dengan kedatangannya itu.

Namun Aldan sama sekali tidak menanggapi Alice dengan satu patah kata pun, sehingga membuat Alice hanya tersenyum sendiri.

“Aldan … kenapa kamu tidak pergi ke kantin untuk makan?” tanya Alice, sembari memperhatikan Aldan yang hanya membaca buku saja, tanpa memakan sesuatu di sana.

“Untung saja, bundaku membawakan bekal yang cukup banyak untukku, jadi … kamu boleh menghabiskannya bersamaku,” ucap Alice, sembari tersenyum dengan tulusnya.

Sedangkan Aldan, sejenak menoleh kepada Alice yang sejak ia datang terus mengoceh tanpa henti.

Alice membuka kotak bekalnya yang berisi sandwich buatan bundanya, yang sangat ia sukai. Kemudian Alice mengambil satu potong sandwich lalu memberikannya ke depan wajah Aldan, yang tengah fokus membaca buku.

“Ini untukmu,” ucap Alice, sembari memberikan sandwich kepada Aldan.

Aldan langsung menutup bukunya, saat tangan Alice yang memegang sandwich kini berada di hadapan wajahnya.

Karena tidak mau Alice banyak bicara lagi, Aldan segera mengambil sandwich dari tangan Alice, kemudian melahapnya tanpa mengatakan apapun kepada Alice.

Namun, karena Aldan mau menerima pemberiannya, membuat Alice merasa begitu senang, dan tidak bisa menghentikan senyuman di wajahnya. Karena begitu senang, Alice tidak jadi memakan sandwich yang ada di tangannya, ia malah memperhatikan Aldan yang begitu keren menurutnya saat melahap sandwich buatan bundanya.

Karena Alice yang hanya diam dan tidak segera memakan sandwich yang ada di tangannya, membuat Aldan yang telah melahap semua potongan sanwichnya merasa malu karena diperhatikan oleh Alice, sehingga Aldan langsung meraih sandwich yang dipegang oleh Alice begitu saja, dan melahapnya kembali tanpa mengatakan apapun kepada Alice.

Karena gerakan Aldan yang begitu cepat, membuat Alice tidak bisa berkata-kata lagi, dan bukannya berhenti memperhatikan Aldan, ia malah terus memperhatikan Aldan tanpa berkedip.

“Apa kamu mau lagi?” tanya Alice, dengan senang hati, memberikan kotak bekalnya, karena ia sebenarnya tidak begitu lapar, sebab tadi pagi sebelum berangkat menuju sekolah, ia diwajibkan sarapan oleh bundanya.

“Untukmu,” jawab Aldan dengan ekspresi wajah yang datar, setelah menyelesaikan kunyahan sandwichnya.

Mendengar tanggapan Aldan, membuat Alice tersipu malu, dan segera mengunyah sandwich yang tersisa sepotong di kotak bekalnya.

Setelah menyelesaikan mengunyah sandwichnya, Alice segera meneguk air minum yang juga telah disiapkan oleh bundanya dari rumah.

Setelah meneguk beberapa teguk air, Alice melihat ke arah Aldan yang setelah makan belum minum sejak tadi.

Alice langsung memperhatikan Aldan yang terlihat seperti membutuhkan air, untuk ia minum setelah memakan sandwich dari Alice tadi.

“Apakah kamu mau minum?” tanya Alice, dengan ragu-ragu, karena ia hanya membawa satu botol minum, dan ia sempat berpikir mungkin Aldan tidak akan mau berbagi minum dengannya.

Dengan menahan rasa inginnya, Aldan hanya menggelengkan kepalanya, untuk menjawab pertanyaan Alice.

“Maafkan aku … aku hanya membawa satu botol minum yang sudah disiapkan oleh bunda untukku,” ucap Alice, yang merasa tidak enak kepada Aldan karena tidak bisa memberikan minum juga untuknya.

Aldan tidak menjawab semua perkataan Alice, ia hanya berpura-pura kembali fokus membaca buku, dan menahan rasa hausnya.

Alice hanya memperhatikan Aldan, dengan seksama, kemudian Alice berniat untuk pergi ke kantin dan membelikan Aldan minum. Namun, saat Alice akan berdiri, suara lonceng terdengar begitu nyaring, sehingga mereka harus segera masuk ke kelas saat itu juga.

“Padahal aku baru saja ingin membelikanmu minum,” ucap Alice dengan perasaan bersalah.

Namun, dengan cepat, Aldan langsung berdiri dari tempat duduknya dan meninggalkan Alice yang merasa bersalah itu.

“Terima kasih,” ucap Aldan dengan datar, saat ia melewati Alice yang sudah berdiri pula dari kursi itu.

Alice yang mendengar ucapan terima kasih dari Aldan pun, merasa terkejut dan merasa sangat senang, karena Aldan mau menanggapi dirinya.

Aldan yang sudah berjalan lebih dulu dibanding Alice yang masih tertegun di bawah pohon besar yang terletak di halaman belakang sekolah itu, menyadari jika dirinya akan telat jika tidak segera berjalan menuju kelas, membuat Alice langsung menyadarkan dirinya dan menyusul Aldan yang sudah berjalan lebih dulu.

Saat di kelas, Alice memperhatikan guru yang sedang menjelaskan materi pelajaran di depan, namun saat itu juga, telinga Alice mendengar sesuatu yang membuat perhatian Alice terganggu.

“Cgukkk….” suara cegukan yang sangat terdengar di telinga Alice, membuat Alice langsung menoleh ke arah Aldan, yang saat ini sedang menyembunyikan rasa malunya, karena dirinya lah yang saat ini sedang dilanda cegukan karena tidak sempat minum setelah makan tadi.

Alice yang mendengar itu pun, langsung tersenyum dan menahan rasa ingin tertawa karena Aldan yang tiba-tiba cegukan.

“Apakah kamu mau minum sekarang?” tanya Alice dengan berbisik ke dekat telinga Aldan.

Aldan yang merasa sangat malu pun, pipinya langsung memerah dan menggelengkan kepalanya dengan cepat untuk menjawab pertanyaan Alice.

Alice hanya tersenyum saat Aldan hanya menggelengkan kepalanya, kemudian terdengar suara cegukan lagi dari Aldan.

“Cgukkk….”

Alice menutup mulutnya, untuk menahan tawanya karena suara cegukan Aldan.

“Kamu benar-benar tidak mau minum?” tanya Alice, lagi dengan kembali berbisik ke telinga Aldan.

Aldan sedikit menjauhkan tubuhnya dari Alice karena ia merasa malu kepada Alice, sedangkan Alice hanya terus menahan tawanya karena Aldan.

Sedangkan Aldan hanya terdiam menahan rasa malunya kepada Alice yang terus menutup mulutnya untuk menahan rasa ingin tertawanya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel