Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 17 Diterima

Bab 17 Diterima

“Aldan….”

Aldan yang mendengar Alice memanggil namanya pun, menoleh ke belakang, dan melihat Alice sudah berdiri dengan kotak hadiah berwarna merah jambu yang sebelumnya sudah Alice ingin berikan kepadanya.

“Aldan … aku mohon terima hadiah dariku,” ucap Alice, memohon dengan sungguh-sungguh kepada Aldan.

Aldan yang tidak mau menerima hadiah dari Alice pun, kembali melanjutkan langkah kakinya, dan meninggalkan Alice begitu saja, tanpa mengatakan apapun.

Alice yang melihat Aldan pergi begitu saja, hanya terdiam dan menatap kotak hadiah yang telah susah payah ia siapkan bersama dengan bundanya kemarin.

Karena merasa belum menyerah, membuat Alice berlari mengejar Aldan yang sudah lebih dulu meninggalkannya sendirian di kelas.

“Aldan … aku mohon,” teriak Alice, di sepanjang koridor kelas, dengan terus memanggil nama Aldan.

Beberapa siswa yang masih berada di sekolah pun, memperhatikan Alice dan Aldan yang sering kali melakukan kejar-kejaran di koridor kelas, sehingga membuat siswa lain tidak terkejut lagi.

Saat di depan kelas lain, Alice dihadang oleh beberapa siswa laki-laki yang sengaja menunggunya melewati koridor kelas itu.

Aldan yang melihat itu pun, menghentikan langkahnya, memastikan bahwa Alice tidak diganggu oleh gerombolan siswa laki-laki itu.

Namun, ternyata semua siswa laki-laki itu membawa kotak hadiah masing-masing, sehingga membuat Aldan merasa tidak ada yang perlu ia khawatirkan.

Aldan meninggalkan Alice, yang masih dikepung oleh penggemarnya di sekolah.

Alice yang melihat Aldan meninggalkannya, segera mengambil semua kotak hadiah pemberian penggemarnya yang kini ada di hadapannya, agar ia bisa lolos dari penggemarnya dan menyusul Aldan yang telah meninggalkannya.

“Terima kasih semuanya … aku sangat menghargai hadiah dari kalian semua, tetapi aku sedang buru-buru kali ini, jadi … aku harus pergi sekarang juga,” ucap Alice, yang kewalahan membawa kotak hadiah pemberian penggemarnya itu.

“Terima kasih, Alice cantik … sudah menerima hadiah dari kami,” ucap penggemar Alice secara bersamaan.

Alice yang mendengar itu pun, tersenyum singkat, meskipun sebenarnya senyumnya tertutupi oleh kotak hadiah yang ia bawa saat ini.

Alice berjalan menuju gerbang sekolah, untuk mengejar Aldan yang pastinya akan berada di halte untuk menunggu bus.

Sesampainya di gerbang sekolah, Alice mencari Aldan di halte, dan benar saja, Alice mendapati Aldan sedang duduk menunggu bus yang akan membawanya pulang.

Alice mempercepat langkahnya menuju Aldan yang hanya duduk diam di halte.

Sesampainya di halte, bus yang ditunggu oleh Aldan juga datang bersamaan datangnya Alice.

Alice yang melihat pintu bus telah dibuka oleh sopir bus, langsung menunggu di pintu bus, dan meminta izin kepada sopir bus, agar tidak meninggalkan halte saat itu juga.

“Maaf pak, bisakah menunggu lima menit di sini, karena teman saya ada keperluan,” ucap Alice, meminta tolong kepada sopir bus.

Sopir bus itu kemudian terlihat berpikir sejenak, dan menganggukkan kepalanya untuk menjawab permintaan Alice.

Alice menghela napasnya, sedikit lega karena ia masih ada waktu untuk memberikan hadiahnya kepada Aldan.

Aldan yang melihat Alice begitu ingin memberikan hadiah itu kepadanya, hanya menatap Alice dengan tidak percaya, ternyata Alice begitu gigih dan tidak berputus asa. Namun, semua itu tidak membuat Aldan merubah sikapnya kepada Alice, ia masih saja memasang wajah datar dan bersikap dingin kepada Alice.

“Aldan … aku mohon, kali ini kamu harus menerima hadiahku,” pinta Alice, kemudian menyodorkan kotak hadiahnya kepada Aldan.

Aldan hanya diam, dan hanya memperhatikan Alice yang menaruh hadiah yang ia terima dari penggemarnya.

“Kamu harus tahu … jika aku menyiapkan hadiah ini bersama bundaku, dan bundaku berdoa jika kamu akan menerimanya dengan senang hati, bundaku akan sangat kecewa jika kamu tidak menerimanya,” jelas Alice, dengan wajah yang sudah mulai putus asa.

Aldan yang mendengar penjelasan Alice pun, merasa tidak enak jika dirinya tidak menerima hadiah dari Alice itu, sehingga dengan cepat dan tanpa mengatakan apapun, Aldan segera meraih hadiah itu dari tangan Alice, kemudian masuk ke dalam bus.

Alice yang melihat hadiahnya sudah diterima oleh Aldan pun, hanya tertegun dan tidak berkedip sekalipun, karena gerakan Aldan yang begitu cepat, membuat Alice tidak dapat berkata-kata.

“Maaf, nona … apakah kamu tidak naik?” tanya sopir bus, yang sontak membuat Alice tersadar dari lamunannya.

“Ah … tidak, pak … terima kasih atas waktunya,” jawab Alice dengan sopan.

Setelah itu, pintu bus langsung tertutup, dan Alice langsung melihat Aldan yang tidak melihat ke arahnya, dan malah berpura-pura tidur dengan menyandarkan lehernya ke jok kursi bus.

Alice merasa begitu senang karena Aldan telah menerima hadiah darinya, membuat Alice melompat-lompat dengan hati yang senang, beberapa orang yang lewat pun, hanya menatap Alice dengan tatapan aneh, namun Alice tidak menghiraukannya karena ia begitu bahagia saat ini.

“Alice … mari pulang,” ajak Ayah Alice, dengan melambaikan tangannya kepada Alice.

Alice kemudian berbalik dan tidak lupa kembali membawa hadiah yang diberikan oleh penggemarnya tadi.

Sesampainya di mobil, Alice terlihat memancarkan senyum sumringah, dengan tangan yang dipenuhi dengan hadiah, Alice langsung meletakkan semua hadiah itu di kursi belakang, sementara ia duduk di depan, di samping ayahnya seperti biasa.

“Apakah kamu mendapatkan semua hadiah itu?” tanya Ayah Alice, yang penasaran dengan banyaknya hadiah yang Alice bawa.

Alice hanya menganggukkan kepalanya dengan sumringah, sehingga membuat ayahnya tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

Sesampainya di rumah, Alice langsung berlari menuju bundanya yang sudah menunggunya di teras, dengan senyuman hanta untuk menyambut dirinya dan ayahnya pulang.

“Bunda….” teriak Alice, dengan senyuman yang mengembang di bibirnya.

Bunda Alice yang melihat itu pun, mengerutkan keningnya bingung. Sementara Ayah Alice masih di mobil untuk membawakan hadiah Alice yang lupa untuk ia bawa ke rumah.

“Ada apa, sayang … kenapa kamu terlihat begitu bahagia?” tanya Bunda Alice, yang memeluk Alice dengan pelukan hangat.

“Hadiahku diterima oleh Aldan, bunda … jadi aku sangat senang,” jawab Alice, dengan mengecilkan volume suaranya.

“Wah … benarkah?” tanya bundanya, memastikan.

Alice kemudian melepaskan pelukannya, dan menganggukkan kepalanya dengan senyuman yang begitu lebar kepada bundanya.

Kemudian bundanya melihat Ayah Alice yang menghampiri mereka dengan kewalahan karena membawa begitu banyak hadiah.

Bunda Alice mengerutkan keningnya bingung, karena suaminya membawa banyak hadiah di tangannya.

Bunda Alice segera membantu suaminya untuk membawa hadiah itu, dan meletakannya di meja yang ada di teras rumah.

“Kenapa kamu membeli begitu banyak hadiah, sayang?” tanya Bunda Alice kepada Ayah Alice.

“Ini bukan aku yang membelinya sayang … tapi ini adalah hadiah yang didapatkan oleh putri kesayanganmu dari penggemarnya di sekolah,” jawab Ayah Alice, sembari menatap Alice dengan senyuman.

Alice yang mendengar ucapan ayahnya pun, pipinya langsung memerah, dan tersipu malu.

“Tidak, bunda … itu adalah hadiah yang ingin ayah berikan kepada bunda, mana mungkin hadiah sebanyak itu milik Alice,” sanggah Alice, dengan gugup.

Karena sudah tahu jika Alice lah yang berbohong, membuat Bunda Alice tersenyum dan menggoda putrinya.

“Ternyata putri bunda begitu terkenal di sekolah, sampai-sampai begitu banyak penggemarnya,” goda bundanya, sembari mencolek pinggang Alice.

Alice yang merasa malu pun, langsung masuk ke dalam rumah untuk menyembunyikan rasa malunya.

“Alice … lalu bagaimana tanggapan Aldan, jika mengetahui kamu memiliki begitu banyak penggemar?” tanya bundanya, kepada Alice yang sudah melangkahkan kakinya ke dalam rumah.

Mendengar pertanyaan itu, Alice langsung menghentikan langkah kakinya, dan memikirkan pertanyaan bundanya itu, karena ia juga tidak tahu bagaimana reaksi Aldan saat penggemarnya mengahadangnya dan memberikan semua hadiah itu.

Karena tidak mau pusing untuk memikirkan jawabannya, Alice memutuskan untuk tidak membahas itu.

“Bunda … aku sangat lapar,” rengek Alice, berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

Sementara ayah dan bundanya hanya tersenyum melihat tingkah putrinya yang sedang jatuh cinta.

“Dia sangat mirip denganmu,” ucap Bunda Alice, kepada Ayah Alice.

Ayah Alice langsung tersenyum malu mendengar ucapan isterinya.

“Benarkah?” tanya Ayah Alice.

Bunda Alice hanya tersenyum mendengar pertanyaan suaminya itu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel