Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 15 Hari Valentine

Bab 15 Hari Valentine

Keesokan harinya, Alice berjalan menyusuri koridor dengan penuh semangat, karena hari ini adalah hari dimana ia akan memberikan hadiah yang telah ia siapkan kemarin kepada Aldan.

Alice sengaja memasukkan hadiahnya ke dalam tasnya, agar tidak diketahui oleh orang lain.

Sesampainya di kelas, Aldan sudah lebih dulu datang di kelas, membuat Alice tersenyum sumringah melihat wajah Aldan yang masih begitu datar tanpa ekspresi seperti sebelumnya.

Alice berjalan menghampiri Aldan yang duduk di kursi, dengan earphone yang terpasang di telinganya.

Alice duduk di kursinya, sembari menatap wajah Aldan yang tengah memperhatikan layar ponselnya.

“Selamat pagi, Aldan….” sapa Alice, kepada Aldan yang tidak menoleh sedikit pun kepada Alice.

“Aldan … apakah kamu tahu ini hari apa?” tanya Alice dengan begitu antusias.

Aldan yang masih dapat mendengar suara Alice yang sedang bertanya kepadanya pun, memejamkan matanya sejenak, karena Alice kembali akan menganggunya dengan pertanyaan-pertanyaannya.

“Kamis,” jawab Aldan singkat, tanpa menoleh sedikit pun kepada Alice yang sejak tadi memperhatikannya.

Bukannya kesal, Alice justru terkekeh mendengar jawaban singkat dari Aldan.

“Kamu tidak tahu jika hari ini adalah hari special?” tanya Alice, menatap wajah Aldan yang masih cuek kepada Alice.

Aldan hanya terdiam dan tidak menjawab pertanyaan Alice itu, membuat Alice langsung melancarkan pertanyaan-pertanyaan seperti biasa yang sering ia lontarkan kepada Aldan.

“Apakah kamu tidak memiliki kekasih?” tanya Alice, dengan spontan, sehingga membuat dirinya langsung menutup mulutnya, dengan ekspresi yang malu kepada Aldan, karena tiba-tiba ia menanyakan pertanyaan itu kepada Aldan.

“Ah … sepertinya aku salah bicara tadi … jadi, lupakan saja,” ucap Alice, memalingkan wajahnya ke arah lain, karena menyembunyikan wajah malunya dari Aldan.

Aldan langsung menoleh ke arah Alice yang sudah lebih dulu memalingkan wajahnya dari Aldan.

“Hai, Alice … apakah kamu tidak membuat hadiah untuk seseorang hari ini?” tanya Alvaro, dengan senyuman yang begitu lebar.

Alice yang melihat kedatangan Alvaro pun, merasa beruntung karena Alvaro menyelamatkannya dari rasa malunya kepada Aldan.

“Ah … tidak, aku tidak punya orang special yang harus aku beri hadiah,” jawab Alice, terpaksa berbohong kepada Alvaro, karena di sana juga ada Aldan.

“Kenapa tidak memberi hadiah kepadaku saja? Aku bisa menjadi orang yang special untukmu,” Alvaro mulai melancarkan misi untuk mendapatkan Alice.

Mendengar ucapan Alvaro, Aldan langsung melirik ke arah Alvaro dan memberikan tatapan menyeramkan kepada Alvaro. Melihat tatapan tajam dari Aldan, membuat Alvaro langsung tersenyum dengan menampilkan deretan gigi putihnya.

“Apakah kamu sudah menyiapkan hadiah, Aldan?” tanya Alvaro, mencoba bersikap baik kepada Aldan yang juga akan mengacuhkan dirinya.

Dan benar saja, Aldan tidak menanggapi pertanyaan Alvaro yang menurutnya sama sekali tidak penting.

“Apakah kamu juga membuat hadiah, Alvaro?” tanya Alice, berusaha menyembunyikan rasa malunya dari Aldan.

Alvaro yang mendapat pertanyaan dari Alice pun, langsung tersenyum bahagia dan wajahnya terlihat begitu antusias untuk menjawab pertanyaan Alice.

Namun bukannya menjawab pertanyaan Alice, Alvaro malah berjalan menuju tempat duduknya, dan terlihat mengambil sesuatu dari dalam tasnya.

Alice yang melihat itu pun langsung mengerutkan keningnya bingung, karena Alvaro yang tidak menjawab pertanyaannya, malah menuju tempat duduknya.

“Alvaro … kenapa kamu tidak menjawab pertanyaanku?” tanya Alice, dengan ekspresi wajah bingung.

Lagi-lagi bukannya menjawab pertanyaan Alice, Alvaro malah tersenyum kepada Alice, sehingga membuat Alice makin merasa bingung dengan sikap Alvaro.

Kini Alvaro berjalan menuju tempat duduk Alice, sembari menyembunyikan sesuatu di balik punggungnya.

Aldan yang penasaran dengan sikap Alvaro yang tiba-tiba aneh kepada Alice pun, sesekali melirik pada Alice dan Alvaro.

Kini Alvaro berdiri dengan senyuman yang begitu lebar, dengan wajah yang tersipu malu menatap Alice.

Karena merasa ada yang aneh dengan sikap Alvaro, membuat Alice mengerutkan keningnya menatap Alvaro yang terus tersenyum kepadanya.

“Kenapa kamu terus tersenyum kepadaku, Alvaro?” tanya Alice, dengan wajah bingungnya.

“Ini … untukmu,” ucap Alvaro, sembari memberikan kotak hadiah berwarna merah muda yang berbentuk hati kepada Alice.

Alice yang melihat Alvaro menyodorkan sebuah kotak hadiah yang berhias pita merah jambu itu pun, langsung terdiam sesaat, dan bingung harus menanggapi Alvaro bagaimana, karena di sana juga ada Aldan yang duduk di sampingnya, namun jika dirinya tidak menerima pemberian Alvaro, ia juga akan dianggap sombong oleh Alvaro.

Perasaan Alice menjadi bimbang, dan membuatnya tidak dapat berkata-kata, ia hanya melamun dan memikirkan bagaimana ia harus menanggapi sikap Alvaro.

Karena Alice tidak kunjung menerima hadiah darinya, membuat Alvaro melambaikan tangannya, ke depan wajah Alice yang terlihat melamun.

Alice seketika tersadar dari lamunannya, karena lambaian tangan Alvaro. Alice mengerjapkan matanya, kemudian menatap wajah Alvaro yang penuh harap, sementara saat Alice beralih menatap wajah Aldan, ia masih memasang wajah acuhnya.

Meskipun Aldan sebenarnya diam-diam memperhatikan Alice dan Alvaro sejak tadi.

“Terima kasih, Alvaro … sebenarnya kamu tidak perlu repot memberikanku hadiah,” ucap Alice, berusaha untuk tetap menjaga perasaannya yang sebenarnya ditujukan untuk Aldan.

Alvaro tersenyum mendengar ucapan Alice. “Tidak merepotkan, Alice … ini hanya hadiah kecil dariku,” jawab Alvaro.

Alice hanya tersenyum singkat untuk membalas jawaban Alvaro.

Akhirnya, Alice terselamatkan oleh lonceng pertanda jam pelajaran akan dimulai, sehingga membuat mereka harus mengikuti pelajaran dengan fokus.

Setelah dua jam mereka mengikuti pelajaran dengan baik, akhirnya jam istirahat pun tiba, Aldan dan Alvaro sudah bersiap keluar kelas untuk menuju kantin.

Melihat Alice yang hanya diam duduk di kursinya, dan tidak mengikuti Aldan dan Alvaro yang sudah lebih berdiri.

“Alice … apakah kamu tidak ke kantin bersama kami?” tanya Alvaro, memperhatikan Alice yang hanya terdiam di tempat duduknya.

Aldan yang tadinya sudah mencapai ambang pintu, saat mendengar pertanyaan Alvaro, Aldan menoleh ke belakang dan melihat Alice yang masih duduk manis di tempat duduknya.

“A--aku … aku tidak lapar, jadi aku tidak ingin pergi ke kantin, kamu boleh pergi bersama Aldan,” jawab Alice, dengan jawaban terpaksanya.

Karena Alice harus terpaksa tidak mengikuti Aldan, sebab ia ingat dengan pesan Lady kemarin.

“Sungguh?” tanya Alvaro, kembali memastikan.

Alice kemudian menganggukkan kepalanya dengan senyuman terpaksanya.

“Kalau begitu, aku dan Aldan ke kantin dahulu, apa kamu ingin dibelikan sesuatu?” tanya Alvaro.

“Ah … tidak perlu, Alvaro … aku tidak lapar,” jawab Alice sopan.

Akhirnya, Aldan dan Alvaro meninggalkan Alice yang tidak ikut bersama mereka.

Alice duduk seorang diri, karena tidak ada siswa lain yang ada di kelasnya, bahkan Meysha yang sekelas dengannya pun, tidak ada di kelas, sehingga membuat Alice menghela napasnya pasrah.

Namun, saat itu juga, ia teringat dengan hadiah yang sudah ia siapkan kemarin, yang ingin ia berikan kepada Aldan. Alice langsung mengambil kotak hadiahnya yang ia simpan di dalam tasnya.

Alice menatap kotak hadiahnya dengan senyum manisnya, meskipun ia tidak bisa memberikannya secara langsung, namun Alice merasa senang karena setidaknya Aldan akan tahu ia memberinya hadiah.

Alice segera memasukkan kotak hadiahnya ke dalam tas Aldan, sembari melihat ke sekelilingnya untuk memastikan tidak ada siswa lain yang melihatnya.

Setelah memasukkan hadiah itu ke dalam tas Aldan, Alice tersenyum, kemudian beranjak menuju layar ponselnya, untuk menghilangkan rasa bosannya karena ia sendirian di dalam kelas.

Dan beberapa menit kemudian, seseorang datang menyapa Alice yang merebahkan kepalanya di atas meja, sembari memainkan ponselnya.

“Hai, Alice … kenapa kamu sendiri di sini?”

Alice yang mendengar itu pun, langsung menghentikan kegiatan bermain ponselnya, dan melihat siapa orang yang menyapanya.

Begitu Alice melihat siapa yang baru saja menyapanya, ia langsung membelalakkan matanya, karena terkejut dengan orang yang kini berada di hadapannya.

“Bagaimana kamu tahu aku ada di sini?” tanya Alice, dengan wajah yang masih menampilkan ekspresi terkejut.

Alice menghela napasnya, karena merasa masalah kembali datang setelah masalah lain meninggalkannya.

Alice merasa hanya Aldan lah yang akan membuatnya bahagia ketika di sekolah.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel