Bab 14 Hadiah Kecil Untukmu
Bab 14 Hadiah Kecil Untukmu
Sesampainya di rumah, Alice langsung masuk ke dalam kamarnya, setelah makan bersama dengan kedua orangtuanya.
Alice masuk ke kamarnya, dan merebahkan tubuhnya. Namun tidak lama kemudian, terdengar suara notifikasi pesan di ponsel Alice, sehingga membuat Alice langsung memeriksa ponselnya saat itu juga.
Alice langsung mengerutkan keningnya dan menyipitkan matanya, karena melihat nama Lady tertera di sana.
Karena tidak mau membuat masalah dengan Lady, sehingga Alice langsung membuka pesan dari Lady.
[Besok aku akan memberi hadiah kepada Aldan, jadi … jangan ikuti Aldan besok!]
Pesan dari Lady yang membuat mata Alice seketika membelalak begitu lebar, karena Lady begitu terus terang dengannya.
Karena sudah lima menit dan pesan Lady belum dibalas oleh Alice, membuat Lady kembali mengirimkan sebuah pesan untuknya.
[Jangan sampai kamu merusak momen hari valentineku bersama Aldan!]
Lagi-lagi pesan yang Lady kirimkan membuat Alice tidak habis pikir dengan keberanian Lady.
Karena bingung harus memberikan jawaban apa kepada Lady, membuat Alice hanya membalas pesan Lady dengan emoji yang memberitahu jika dirinya mengiyakan perintah Lady tersebut.
“Kenapa dia begitu mengaturku, padahal aku sudah mengatakan jika aku tidak menyukai Aldan kepadanya, ya … meskipun sebenarnya aku memang suka kepada Aldan,” monolog Alice, sembari memperhatikan layar ponselnya.
Karena Alice yang lupa jika besok adalah hari valentine, membuatnya merasa beruntung karena Lady secara tidak langsung memberitahunya, namun ia juga tidak suka karena Lady memintanya untuk tidak mengikuti Aldan besok.
Namun, karena Alice duduk dengan Aldan, bukan tidak mungkin jika dirinya bisa memberikan hadiahnya dengan cara memasukkannya ke dalam tas Aldan.
Alice pun, tersenyum penuh kemenangan, karena memiliki ide yang sangat bagus untuk dilakukan.
“Jadi … kalau begitu, aku harus menyiapkan hadiahnya sekarang,” monolog Alice, sembari mengarahkan matanya ke atas.
Alice segera beranjak dari tempat tidurnya, dan berjalan keluar dari kamarnya, setelah meraih sweater berwarna hitam yang menggantung di gantungan pakaiannya.
Bunda Alice yang sedang mengobrol santai di depan teras rumah dengan Ayah Alice, mengerutkan keningnya masing-masing karena melihat Alice yang terlihat seperti akan pergi.
“Alice … mau kemana kamu?” tanya Bunda Alice, sembari memperhatikan Alice yang sudah memakai sweaternya.
“Ah … itu, bunda … aku harus ke minimarket, karena ada yang harus aku beli untuk tugas sekolah,” jawab Alice, terpaksa berbohong kepada orangtuanya, karena Alice merasa malu jika harus mengatakan jika dirinya akan membeli hadiah untuk Aldan.
Karena melihat gelagat mencurigakan dari Alice membuat Bunda Alice mengerutkan keningnya lebih dalam, setelah mendengar jawaban Alice.
“Kenapa kamu tidak minta bunda atau ayah untuk mengantarmu?” tanya bundanya.
Alice yang dicecar dengan pertanyaan oleh bundanya itu pun, merasa gugup dan bingung harus menjawab bagaimana kepada orangtuanya.
“Ah … bunda … aku ‘kan sudah besar, jadi aku ingin menjadi anak yang mandiri seperti yang bunda sering ajarkan kepadaku,” jawab Alice, berusaha mengalihkan pembicaraan.
“Atau kamu ke minimarket untuk membeli hadiah karena besok adalah hari valentine?” tanya bundanya, dengan wajah yang mencoba menggoda Alice untuk berterus terang.
Karena mendapat pertanyaan seperti itu dari ibunya, membuat wajah Alice merah merona, dan membuat Ayah Alice tersenyum melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Alice.
“Ayah … bunda … kenapa malah menggodaku?” rengek Alice yang merasa malu karena bundanya yang terus menggodanya.
“Jadi ternyata tebakan bunda benar, soal kamu akan memberi hadiah kepada seseorang?” tanya bundanya, dengan senyuman yang menggoda putrinya itu.
“Bunda … sudahlah, aku harus pergi sekarang,” jawab Alice, sembari berpamitan dengan kedua orangtuanya, kemudian melangkahkan kakinya menuju minimarket terdekat yang tidak jauh dari rumahnya, dan yang pasti tidak perlu menyebrang jalan.
Alice berjalan menuju minimarket dengan wajah yang tersipu malu, membayangkan Aldan yang akan menerima hadiah darinya.
Sesampainya di minimarket, Alice merasa bingung harus memberikan hadiah seperti apa kepada Aldan, karena ia tidak tahu hal-hal yang disukai oleh Aldan.
Alice berkeliling lorong minimarket untuk mencari hadiah yang cocok untuk diberikan kepada Aldan.
Saat berjalan diantara rak-rak minimarket, Alice melihat cokelat berbentuk hati, yang terbungkus dengan wadah yang berwarna merah muda. Mata Alice langsung tertuju pada cokelat itu, kemudian tanpa sadar tangan Alice langsung meraih cokelat itu dari rak minimarket.
Alice tersenyum dan tersipu malu, memandang cokelat yang kini ada di genggaman tangannya.
Setelah mendapatkan cokelat itu, Alice langsung menuju kasir untuk membayar cokelat yang akan ia jadikan sebagai hadiah untuk Aldan.
Setelah membayar cokelatnya, Alice pulang dengan penuh perasaan bahagia karena ia berhasil mendapatkan hadiah untuk Aldan pada hari valentine besok.
Sesampainya di rumah, dengan membawa paperbag yang berisi cokelat tadi di tangannya, Alice mengendap-endap masuk ke kamarnya agar tidak diketahui oleh bunda dan ayahnya, yang akan menggodanya jika tahu Alice membawa cokelat setelah pulang dari minimarket.
Namun saat Alice akan membuka pintu kamarnya, ia dikejutkan dengan suara bundanya yang tiba-tiba menepuk pundaknya dari belakang, sehinga membuat Alice langsung melompat dan membuat bundanya tertawa karena ekspresi kaget Alice.
“Astaga, Alice … kenapa kamu terkejut? Kamu seperti pencuri yang sedang mengendap-endap masuk saja,” ucap bundanya, sembari melancarkan tawanya.
Karena tetap terpergok oleh bundanya, membuat Alice hanya bisa pasrah dan tidak bisa lagi menyembunyikan rencananya dari bundanya.
Akhirnya, Bunda Alice ikut masuk ke dalam kamar Alice, dan melihat Alice yang mempersiapkan hadiahnya untuk Aldan, sembari Alice yang bercerita mengenai Aldan kepada bundanya, karena sebelumnya Alice sudah pernah menceritakan mengenai Aldan kepada bundanya.
“Apakah dia masih dingin kepadamu?” tanya Bunda Alice, kepada Alice yang sedang sibuk menyiapkan hadiahnya.
Kemudian Alice hanya menganggukkan kepalanya, untuk menjawab pertanyaan bundanya itu.
“Sungguh?” tanya Bunda Alice, yang nampak tidak percaya dengan jawaban Alice.
Alice yang merasa sedikit kesal karena bundanya makin memperjelas keadaan hubungannya dengan Aldan.
Alice menghela napasnya, kemudian menghentikan kegiatan membungkus hadiahnya dan beralih menatap bundanya yang terlihat antusias mendengarkan cerita Alice.
“Bunda … bisakah bunda tidak memperburuk keadaan?” tanya Alice yang merasa sedikit kesal dengan pertanyaan dari bundanya.
Bundanya pun tersenyum, melihat tanggapan Alice yang terlihat menampilkan wajah kesalnya.
“Alice … kamu tidak perlu berkecil hati, karena temanmu memang berkepribadian seperti itu,” ucap Bunda Alice, memberi motivasi untuk Alice.
Alice kemudian menatap bundanya yang kini juga menatap wajah Alice dengan lekat-lekat.
“Bunda … apakah aku mirip dengan bunda dulu, karena begitu gigih untuk mendapatkan sesuatu?” tanya Alice, dengan wajah penasaran.
Bundanya pun tersenyum mendengar pertanyaan Alice.
“Kamu mirip dengan ayahmu,” jawab bundanya, sembari tersipu malu, karena mengingat-ingat kenangan masa mudanya.
“Tapi … aku lebih suka mirip dengan bunda,” ucap Alice, dengan nada penolakan.
Mendengar ucapan Alice pun, membuat bundanya tersenyum dan mengelus pucuk rambut Alice.
“Alice … kamu anak ayah dan bunda … jadi, wajar saja jika kamu mirip dengan ayah atau bunda,” ucap bundanya, memberikan pengertian kepada Alice.
Alice pun tersenyum. “Bunda … aku hanya bercanda, mana mungkin aku tidak suka mirip dengan ayah yang sangat baik dan menyayangiku, meskipun terkadang sering membuat aku kesal, karena ayah tidak peka,” ucap Alice, dengan mengecilkan volume suaranya, karena takut jika ayahnya akan mendengar ucapannya tersebut.
“Jika ayahmu mendengar ini … kamu akan dihukum dengan menghabiskan makanan sebanyak tiga piring,” ucap bundanya, membalas candaan yang Alice lontarkan.
“Ah … kalau begitu, sstttt … jangan keras-keras bunda bicaranya,” ucap Alice, sembari menempelkan jari telunjuknya ke depan bibirnya.
“Ayah … Alice, sedang membicarakan--” belum selesai bundanya berteriak untuk memberitahu Ayah Alice, namun tangan Alice lebih dulu membungkam mulut bundanya, agar tidak menyampaikannya kepada ayahnya.
“Bunda … kenapa bunda seperti itu?” tanya Alice, dengan mata yang sedikit ia sipitkan.
Bundanya pun tersenyum karena berhasil menjahili putrinya, karena Ayah Alice sebenarnya tidak ada di rumah, karena harus pergi untuk urusan bisnis, saat Alice pergi ke minimarket tadi.
