Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 11 Dihukum Bersama

Bab 11 Dihukum Bersama

Alice berjalan di samping Aldan yang hendak menuju kelas setelah selesai makan di kantin. Alvaro yang juga berjalan bersama Alice dan Aldan berusaha mengajak berbincang selama di perjalanan menuju kelas.

“Alice … apakah kamu tidak mau menceritakan sekolahmu yang dulu kepadaku dan Aldan?” tanya Alvaro yang berjalan di samping Aldan, dengan menghuyungkan kepalanya ke depan dan menoleh ke arah Alice yang berjalan di samping Aldan.

Alice yang mendengar pertanyaan itu dari Alvaro pun, terpaksa tersenyum, karena ia bingung dengan sikap Alvaro yang sangat ingin akrab dengannya.

Aldan yang berada di tengah Alice dan Alvaro, hanya terdiam dan tidak menanggapi percakapan mereka.

“Apakah kamu tidak mau menceritakannya, Alice?” tanya Alvaro lagi, karena Alice belum menjawab pertanyaannya.

“Baiklah … aku akan menceritakannya kepadamu,” jawab Alice, sembari memperhatikan Aldan yang hanya terdiam, bahkan matanya terus melihat ke arah depan, tanpa sedikit pun, menoleh kepada Alice.

Alice menceritakan sebagian ceritanya sebelum ia pindah ke sekolah itu, namun sebenarnya Alice sudah lebih dulu menceritakan itu semua kepada Aldan saat mereka pulang bersama mengendarai bus.

“Wah … ceritamu sangat seru, Alice … apakah hanya itu saja?” tanya Alvaro, dengan wajah yang terlihat antusias mendengar cerita Alice.

Sementara Aldan, hanya terdiam dan memasang wajah datarnya, karena tidak tertarik dengan obrolan mereka.

“Sepertinya itu saja,” jawab Alice, dengan senyum yang lagi-lagi ia tampilkan dengan terpaksa kepada Alvaro.

Saat mereka memasuki kelas, kelas terlihat masih kosong dan belum ada siswa lain yang masuk ke kelas.

“Kemana semua orang? Bukankah lonceng pertanda masuk sudah berbunyi tadi?” tanya Alice, yang bingung melihat kelasnya yang kosong.

Aldan terlihat berpikir sejenak, sementara Alvaro sejak tadi hanya memperhatikan Alice.

“Olahraga!” ucap Aldan, dan langsung menuju tempat duduknya dengan cepat.

Membuat Alice yang tidak mengerti apa maksud Aldan, mengerutkan keningnya bingung.

Alice menyusul Aldan yang tengah mencari sesuatu di dalam tasnya. dan ternyata kunci loker yang Aldan pegang saat ini, adalah barang yang ia cari.

“Ah … benar, kita ada jam olahraga hari ini,” ucap Alvaro yang baru menyadari Aldan sedang mencari kunci lokernya.

“Habislah kita, kita terlambat ke lapangan olahraga,” ucap Alvaro, sembari menepuk keningnya.

Alice yang sejak tadi hanya terdiam, karena belum paham dengan apa yang mereka bicarakan, sekarang baru paham jika mereka telat untuk mengikuti pelajaran olahraga.

“Apakah aku juga harus ikut?” tanya Alice yang ikut kebingungan.

“Tentu! Apakah kamu membawa pakaian olahragamu?” tanya Alvaro, yang juga sibuk mencari kunci lokernya di dalam tasnya.

“Tidak,” jawab Alice dengan polosnya, karena Alice memang tidak membawa pakaian olahraganya.

“Astaga … ya sudah tidak apa-apa, kamu gunakan seragam yang saat ini kamu kenakan saja, guru olahraga kita pasti memaklumi itu,” jawab Alvaro, yang sudah menemukan kunci lokernya.

Kemudian mereka bergegas menuju lapangan olahraga, dan sesampainya di lapangan olahraga, semua siswa sedang melakukan pemanasan, yang dipandu oleh guru olahraga mereka.

Karena kedatangan mereka diketahui oleh guru olahraga mereka, apa lagi karena mereka terlambat datang, mereka diminta untuk ke depan oleh guru olahraga mereka.

“Dari mana saja kalian bertiga?” tanya guru olahraga kepada Alice, Aldan dan Alvaro yang kini berada di hadapan gurunya, dengan disaksikan oleh semua teman-temannya.

Dikarenakan hari itu adalah, pelajaran olahraga gabungan, sehingga tidak hanya ada kelas mereka yang saat ini ikut kelas olahraga, namun ada kelas Lady.

Lady yang melihat Alice yang datang bersama dengan Aldan dan Alvaro pun, memasang wajah tidak suka dan terlihat sangat kesal.

“Maafkan kami, pak … kami telat,” ucap Alvaro sebagai perwakilan dari mereka bertiga.

“Dan kamu Alice, kenapa tidak memakai pakaian olahraga?” tanya gurunya, kini mengalihkan pandangannya menuju Alice yang masih memakai seragam sekolah lengkap yang tadi ia pakai.

Karena merasa bingung, Alice hanya memasang wajah polosnya.

Karena guru olahraganya teringat jika Alice adalah anak dari pemberi donasi terbesar di sekolah, membuat gurunya kini beralih bertanya kepada Aldan yang sejak tadi hanya terdiam.

“Aldan … kenapa kamu hanya diam saja?” tanya gurunya kepada Aldan yang hanya mematung, mendengarkan apa yang dikatakan oleh gurunya.

Setelah mendengar pertanyaan dari gurunya, Aldan masih terdiam dan tidak menjawab pertanyaan gurunya itu, sehingga membuat guru olahraga itu menghela napas pasrah, karena sudah terbiasa dengan sikap Aldan yang memang pendiam.

“Baiklah kalau begitu, kalian bapak hukum dua kali putaran lapangan olahraga ini, jika sudah Aldan dan Alvaro kembali lagi kemari, sedangkan Alice bisa kembali ke kelas,” ucap gurunya, memberikan hukuman kepada mereka bertiga.

“Maaf pak, tapi … kenapa saya harus kembali ke kelas setelah menyelesaikan hukuman saya?” tanya Alice, yang belum paham dengan maksud gurunya itu.

“Karena kamu tidak memakai pakaian olahragamu, Alice … jadi, kamu tidak boleh ikut olahraga,” jelas gurunya, menjawab pertanyaan Alice.

Alice pun, mengangguk dengan terpaksa, karena ia memang lupa membawa pakaian olahraganya.

Akhirnya, mereka bertiga berlari bersama, mengitari lapangan olahraga yang terdapat banyak siswa lain yang sedang melanjutkan kegiatan belajar mengajarnya.

Namun, pada putaran kedua, Alice merasakan kepalanya sangat pusing, dan matanya berkuanang-kunang, Alice yang berlari di depan Aldan pun, hanya terus berlari, namun kini lebih memperlambat larinya sembari memegangi kepalanya.

Tidak lama berselang, tiba-tiba. Brukkk!!!

Alice pingsan begitu saja, membuat Aldan yang berada tepat di belakangnya pun, langsung berhenti dan sejenak memperhatikan wajah pucat Alice, yang kini sudah tidak berdaya.

Aldan langsung menggendong Alice dengan kedua tangannya menggunakan cara bridal style. Sontak, semua siswa yang melihat itu pun, langsung riuh membicarakan Aldan dan Alice, tidak terkecuali Alvaro yang hanya tertegun memperhatikan Aldan menggendong Alice yang pingsan.

Karena semua siswa menjadi riuh melihat Aldan dan Alice, membuat guru olahraganya memerintahkan semua siswanya untuk memulai kegiatan olahraganya.

Sementara Aldan yang kini tengah menggendong Alice menuju UKS pun, terlihat wajahnya merasa cemas dengan keadaan Alice, yang terlihat sangat lemas dan wajahnya pucat.

Sesampainya di UKS, Aldan langsung merebahkan Alice di tempat tidur yang disediakan UKS. Kemudian dokter yang memang ditugaskan untuk menjaga UKS, langsung memeriksa keadaan Alice.

“Bunda….” ucap Alice, yang masih memejamkan matanya.

Aldan yang sejak tadi juga mengkhawatirkan kondisi Alice pun, tidak kembali ke lapangan olahraga meskipun di UKS ada dokter yang bisa menjaga Alice.

“Apakah dia baik-baik saja, dok?” tanya Aldan kepada dokter untuk memastikan kondisi Alice.

Setelah menyelesaikan pemeriksaannya, dokter itu kini beralih kepada Aldan yang menunggu di dekat Alice.

“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, dia hanya kelelahan saja, apakah dia habis berolahraga?” tanya dokter itu kepada Aldan.

Aldan hanya menganggukkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan dokter sekolahnya itu.

Dokter itu pun ikut menganggukkan kepalanya.

“Dia hanya perlu beristirahat saja, dan nanti setelah sadar, akan saya beri dia vitamin,” jelas dokter kepada Aldan.

Aldan yang tanpa sadar mengkhawatirkan Alice, kini mengembuskan napas lega, mendengar penjelasan dokter itu mengenai kondisi Alice.

“Jika kamu ingin pergi kembali mengikuti kelasmu, kamu bisa tinggalkan dia di sini,” ucap dokter itu memberikan saran kepada Aldan yang masih berpakaian olahraga.

Aldan kemudian memandang wajah Alice yang masih terlihat pucat, kemudian menatap dokter itu.

“Bolehkah saya menunggunya di sini?” tanya Aldan kepada dokter itu.

Dokter wanita yang seumuran dengan ibunya pun, tersenyum mendengar pertanyaan Aldan, yang terlihat masih mengkhawatirkan Alice.

“Ya sudah kalau begitu, kamu boleh menunggunya di sini, kemudian jika nanti dia sadar tolong berikan vitamin ini kepadanya, karena saya harus ke ruang guru sekarang,” ucap dokter itu, yang memiliki keperluan, sehingga harus meninggalkan UKS.

“Baik dokter,” jawab Aldan, sembari menerima beberapa vitamin yang diberikan dokter itu.

“Kalau begitu, saya tinggal sebentar, ya?” pamit dokter itu, dengan senyum ramahnya.

Aldan pun hanya mengangguk dan tersenyum tipis membalas senyuman dokter itu.

“Aldan….” ucap Alice yang masih memejamkan matanya.

Aldan yang mendengar itu pun, langsung terkejut dan membelalakkan matanya, kemudian memperhatikan wajah Alice yang masih pucat itu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel