Bab 19 Khawatir Padanya
Bab 19 Khawatir Padanya
Troy kembali ke kafe dengan wajah kecewa. Ia memarkir motornya di tempat biasa lantas masuk ke kafe di mana Mas Lingga dan Haris serta pegawai lainnya sudah menunggu kehadirannya untuk memulai rapat.
Rapat berlangsung selama satu jam. Pembahasannya tidak lain dan tidak bukan adalah mengenai perkembangan kafe. Termasuk juga jadwal kerja sesuai dengan kesepakatan bersama.
Selama rapat, Troy lebih banyak diam. Sesekali ia memeriksa ponselnya lalu kembali memperhatikan jalannya rapat sekalipun ia tidak terlalu jelas dengan apa yang mereka bahas. Ia sudah memutuskan untuk ikut saja apa hasil dari rapat. Dan lagi, saat ini ia sedang memikirkan hal lain dan menurutnya hal itu lebih penting daripada urusan kafe.
“Troy! Troy!” Haris mengguncang lengan Troy agak keras. Ia sudah memanggil pemuda itu sejak tadi namun tak kunjung mendapat jawaban. Jangankan jawaban, Troy saja masih melamun dan diam dengan pandangan hampa.
Kaget dengan panggilan dari Haris, Troy tersadar. Ia melihat sekitar dan mendapati bahwa dirinya ditinggalkan sendirian di ruang rapat kafe.
“Yang lain pergi kemana?” tanya Troy sambil meregangkan tubuhnya kemudian menguap lebar.
Haris menggeleng melihat tingkah Troy. Tidak biasanya ia melamun atau kehilangan fokus. Kecuali ada hal yang menganggu pikirkannya atau membuatnya lelah.
“Yang lain sudah pergi. Melakukan tugasnya masing-masing, terutama Mas Lingga. Ia bahkan sudah meninggalkan kafe dan pergi mencari distributor untuk penyedia teh yang baru,” jelas Haris sambil menarik kursi kosong dan duduk di sebelah Troy.
“Kamu kenapa? Tidak biasanya melamun seperti ini,” kata Haris.
Troy tersenyum kecil. Ia menggeleng sebagai balasan. Ia enggan menceritakan apa yang sebenarnya ia khawatirkan.
“Tidak ada hal yang penting. Hanya lelah saja,” balas Troy seadanya.
“Lelah? Memangnya ada apa? Masalah dengan ayahmu? Atau ada hal lain?”
“Ya, ada sesuatu. Tapi bukan tentang ayahku. Ini tentang hal lain,” balas Troy ringan saja.
“Hal lain? Aku boleh tahu?” tanya Haris berusaha mencari celah. Ia sudah mengenal Troy cukup lama. Dan hal seperti ini rasanya tidak seperti yang sebelumnya. Troy tidak mungkin bersikap seperti itu jika tidak ada masalah yang benar-benar menganggu.
“Sebenarnya ini bukan masalah yang besar. Aku hanya kehilangan kabar seorang teman. Aku mencarinya beberapa hari ini dan tetap saja tidak bertemu dengannya sekalipun setiap malam kami saling bicara lewat telefon,” cerita Troy secara singkat. Ia ingin mendengar pendapat Haris sebagai teman. Siapa tahu itu cukup membantunya untuk mengetahui alasan Flora seperti berusaha menghindarinya.
“Teman kamu menghilang? Siapa? Apa aku mengenalnya?” tanya Haris.
“Tidak. Dia kenalanku. Teman baruku,” jawab Troy.
“Oh, apakah dia yang kau bantu?”
“Dia yang aku bantu? Siapa maksudmu?” tanya Troy.
“Pemilik toko bunga. Bukankah dia temanmu?” Haris bertanya sebab ia pernah mendengar Troy membicarakannya dengan Mas Lingga.
“Kamu tahu soal itu?”
Haris mengangguk. “Tidak secara rinci. Hanya tahu karena kamu pernah membahasnya dengan Mas Lingga. Jadi apakah dia teman yang kamu maksud?”
Troy berpikir sejenak. Menimbang apakah ia bisa bercerita pada Haris atau tidak. Ia ingin melihat sudut pandang Haris sebagai orang ketiga yang sifatnya netral. Namun, ia masih ragu. Entah untuk alasan apa.
“Hem, ya. Begitulah kurang lebih,” balas Troy seadanya.
Haris merasakan kegundahan Troy. Sahabatnya itu mungkin ragu untuk bercerita.
“Aku tidak memaksamu bercerita. Tapi jika kamu ingin membahasnya sedikit denganku. Mungkin aku pun bisa sedikit membantu.”
Troy diam sejenak. Sesungguhnya ia masih tidak yakin. Tapi Haris adalah temannya dan tidak ada salahnya jika meminta sarannya.
“Jadi sejujurnya, temanku itu memang si pemilik toko bunga. Dan sudah beberapa hari ini dia menghilang.”
“Menghilang? Tapi kamu bilang dia berbicara denganmu lewat telefon. Kenapa tidak bertanya saja padanya ketika kalian saling bicara?”
“Tidak bisa. Tidak pernah ada kesempatan. Dia akan selalu membahas hal lain dan tak pernah menyinggung mengenai masalah itu. Dia sudah menutup toko selama beberapa hari padahal itu adalah satu-satunya pekerjaan yang ia miliki. Aku sedikit mengkhawatirkan keadaannya dan aku sedikit merasakan takut jika terjadi sesuatu dengannya,” ujar Troy.
“Kamu sudah berusaha bertanya pada orang di sekitar tokonya? Siapa tahu mereka mengetahui keberadaan temanmu itu.”
“Sudah. Aku sudah bertanya pada mereka. Pada paman dan bibi yang memiliki kedai di sebelah tokonya. Tapi mereka bilang mereka tidak tahu. Sebab memang temanku tidak menampakkan dirinya beberapa hari terakhir. Mereka pun mengkhawatirkan keadaannya. Tapi tidak banyak yang bisa kami lakukan saat ini sebab ia seperti menyembunyikan dirinya. Entah untuk alasan apa,” jelas Troy panjang lebar.
“Apakah ada firasat yang tidak baik yang kau rasakan?” tanya Haris. “Mungkin semacam dugaan atau apapun itu,” tambahnya. Haris hanya ingin memastikan sebab ia tidak ingin salah memberi tanggapan nantinya.
“Sejujurnya perasaanku tidak baik beberapa waktu lalu. Aku menemukan hal-hal yang mencurigakan. Tapi aku berusaha untuk menepis pikiran buruk dan mencoba memastikan bahwa semua baik-baik saja termasuk tentangnya,” ujar Troy.
“Kalau mendengar dari ceritamu, kemungkinan memang terjadi sesuatu dengannya. Mengingat dari apa yang kamu ceritakan, toko bunga itu adalah satu-satunya pekerjaan yang ia miliki. Tidak mungkin jika seseorang akan meninggalkan pekerjaannya begitu saja jika tidak ada yang terjadi,” jelas Haris. “Kemungkinan yang dapat kita duga saat ini, dia memang sengaja melakukannya. Ia memiliki masalah dan tidak ingin diketahui oleh orang lain.”
“Ya, aku juga memikirkan kemungkinan itu,” sahut Troy.
“Percayalah. Dia pasti akan kembali cepat atau lambat. Berdoa saja dia selalu baik-baik saja dan tak kekurangan apapun,” ucap Haris meyakinkan.
Baru kali ini ia melihat Troy khawatir seperti itu. Troy tipe orang yang sedikit cuek. Ia tidak peduli akan sesuatu yang memang tidak ada hubungan dengannya ataupun membawa keuntungan baginya. Tapi, melihat Troy seperti ini. Kemungkinan teman yang Troy ceritakan ini cukup berarti baginya. Teman yang ia pedulikan dengan tulus seperti ini tentunya bukan orang biasa.
“Aku selalu berdoa yang terbaik untuknya. Aku selalu berharap dia dalam keadaan baik apapun yang terjadi,” balas Troy yang kali ini terlihat lebih lega.
“Baguslah. Aku senang melihatmu lebih yakin dan berpikiran positif. Percayalah padanya. Dia pasti memiliki alasan kenapa menghilang seperti saat ini.”
Troy mengangguk kecil. “Tentu. Mungkin dia memang perlu waktu. Dan saat ini waktunya mungkin belum cukup baginya.”
Haris membalas dengan senyum kecil sambil menepuk bahu Troy.
“Melihat kamu mempedulikannya dan mencarinya. Apakah dia teman yang spesial untukmu? Apakah dia seorang perempuan?” tanya Haris penasaran.
“Ya, dia perempuan dan dia memang teman baikku. Dia perempuan yang mandiri dan apa adanya.”
“Apa kau jatuh cinta padanya?” tanya Haris langsung.
Troy langsung tertawa mendengar pertanyaan itu. Jatuh cinta? Lucu sekali. Bahkan roy tak pernah berpikir sampai ke sana.
“Tidak. Tidak ada cinta di antara kami. Aku dan dia hanya berteman. Kami adalah teman baik yang saling mempedulikan satu sama lain.”
“Benarkah?”
Troy mengangguk meyakinkan. Ia tersenyum dengan ringan. Baginya pertanyaan Haris sangat lucu dan terdengar aneh. Dia dan Flora adalah teman baik. Dan hubungan seperti itu baginya tidak perlu dibumbui dengan perasaan yang lebih.
“Baiklah. Jika kamu sudah yakin tidak memiliki perasaan padanya. Hanya ingatlah satu hal ini,” ucap Haris.
“Tentang apa?” tanya Troy.
“Cinta datang karena terbiasa.”
[]
