Bab 16 Terima Kasih
Bab 16 Terima Kasih
Ketika dua orang sedang bersama dalam suasana yang menyenangkan, terkadang waktu dengan jahatnya berlalu bergitu cepat. Mengikis kebahagiaan satu per satu setiap detiknya. Ketika orang terlalu bahagia, takdir terkadang begitu tega mengambil salah satunya. Entah pergi sementara atau pergi selamanya.
Lucu memang jika diingat kembali. Bagaimana sebuah pertemuan berkembang menjadi seperti sekarang ini. Jangankan untuk pergi bersama, untuk berbicara lebih lama pun tak pernah terpikirkan oleh Flora. Kehidupannya yang monoton membuatnya tak memiliki harapan yang terlalu tinggi atau bermacam-macam. Hidupnya hanya akan berputar pada mereka yang memang perlu ia pedulikan, sementara sisanya berlalu begitu saja.
Dari semua yang ada di kehidupan Flora, Troy memiliki tempat yang berbeda. Ia seperti sebuah taman bermain di padang pasir. Ia juga layaknya bianglala di tengah hutan. Troy yang penuh kejutan perlahan memberi warna yang tak pernah Flora lihat dalam hidupnya. Apa yang Troy lakukan adalah kejutan. Termasuk ajakan makan malam yang akhirnya ia setujui malam itu.
Bukan di sebuah rumah makan mewah, bukan di sebuah kafe dengan sudut-sudut cantik yang menjadi tempat berfoto, atau tempat lain yang mengharuskan Flora menyesuaikan diri juga penampilannya. Sebuah warung tenda kaki lima menajdi tujuan mereka malam itu. Meski awalnya terjadi perdebatan yang cukup panjang, Troy pun mengalah. Ia memutuskan utuk menyertujui keinginan Flora untuk makan di warung makan sederhana saja.
Awalnya Flora khawatir, ia takut jika Troy akan membawanya pergi ke tempat yang sulit untuk ia terima atau menerimanya. Namun, Troy rupanya membuat gadis itu cukup lega. Troy menepati kesepakatannya dengan membawa Flora pergi ke sebuah warung makan sederhana yang menjual ayam penyet dan segala jenis lalapan khas Sunda. Troy yang sudah siap dengan penampilannya yang modern dan modis, rela datang ke tempat yang berbanding terbalik dengan warung makan yang mereka datangi.
“Tidak apa-apa jika kita makan di sini?” tanya Troy pada gadis itu.
Flora tentu saja langsung mengangguk dan tersenyum. “Tentu saja.”
“Lain kali akan aku ajak ke tempat yang lebih baik. Hari ini kita pergi ke tempat ini karena kamu menolak aku ajak ke kafe. Aku ingin kamu nyaman. Jadi kita ke tempat ini saja. Ini penjual lalapan khas Sunda kesukaanku,” ujar Troy.
Flora menunjukan senyum manisnya. Sebagai wujud ucapan terima kasih karena Troy sudah sangat baik dengan mau berdiskusi menentukan tempat yang akan mereka tuju. Mungkin jika Troy orang egois, ia akan menentukan tempatnya secara sepihak. Namun, dengan baik hatinya lelaki itu meminta pendapat Flora. Membuat gadis itu pun tak merasa canggung sama sekali.
“Aku yang harusnya berterima kasih. Kamu sudah dengan rela pergi ke tempat sederhana seperti ini padahal kamu sudah berdandan dengan baik,” balas Flora.
“Sudahlah. Ini bukan apa-apa. Makan di mana pun sama saja. Yang penting dengan siapa dan bagaimana rasa makanannya. Hari ini sudah cukup dengan bersama kamu, makanan apapun tak akan jadi masalah.”
“Sungguh? Terima kasih, Troy. Ucapanmu membuatku merasa lebih baik,” balas Flora.
“Bukan apa-apa. Ayo kita pesan makanan. Makan sepuasnya,” ucap Troy dengan bersemangat.
Malam itu menjadi makan malam pertama yang paling berarti sepanjang perjalanan hidup Flora dewasa. Makan malam pertama dengan seorang teman baik, bersama sepiring ayam penyet dan lalapan, ditemani segelas es jeruk juga hiruk pikuk jalanan. Duduk berhadapan sambil berbagi cerita tentang keduanya, berbagi tawa canda ringan di sela makan makan yang sederhana. Flora merasakan sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang entah apa namanya. Perasaan senang yang tak terdefinisi. Serta sebuah kenangan yang secara otomatis tertanam dalam ingatannya.
Malam itu, bersama desir angin malam yang menyapa kulit halus keduanya. Sebuah kenangan tertoreh. Kenangan sederhana yang tak mungkin akan terlupa.
Makan malam yang berlangsung sekitar satu jam itupun berakhir. Troy membayar makan malam keduanya dan setelahnya, lelaki itu mengantar Flora pulang. Selama perjalanan keduanya masih sesekali saling berbicara. Membahas hal-hal kecil mengenai toko atau mendengar cerita pengalaman Flora menghadapi pelanggannya yang bermacam-macam. Semua terdengar begitu menyenangkan, hingga tak terasa keduanya telah tiba di halaman toko Flora.
Troy memarkir motornya di tempat biasa. Mematikan mesin kemudian Flora turun dari motor Troy dengan aman. Flora melepas helm yang ia kenakan kemudian mengembalikannya pada Troy. Pemuda itu menerima helm yang dikembalikan oleh Flora lantas membuka jok motor dan menyimpan helm itu di sana. Troy tersenyum pada Flora dan kembali duduk di atas motornya.
“Terima kasih untuk mala mini,” ucap Troy. “Aku jarang sekali makan malam dengan suasana menyenangkan seperti tadi. Dan yang tadi itu sangat berkesan.
“Aku yang harusnya berterima kasih,” balas Flora. “Itu kali pertama seseorang mengajakku makan malam dengan menyenangkan. Pertama kali aku memiliki waktu malam yang tidak sepi seperti biasanya.”
Troy tersenyum, “Kamu tidak akan kesepian lagi. Kamu punya aku sebagai teman.”
Sungguh, Troy tulus ketika mengucapkan kalimat itu. Ia senang jika apa yang ia lakukan dapat berguna bagi orang lain terutama orang terdekatnya. Mungkin ia baru mengenal Flora. Mereka juga belum mengetahui dengan baik satu sama lain. Namun, Troy sudah merasa bahwa bersama Flora rasanya berbeda. Troy merasa berguna, ia merasa dibutuhkan dan bisa menjadi dia yang apa adanya.
“Terima kasih banyak,” ucap Flora. “Lain kali, doakan aku memiliki keuntungan lebih. Aku juga ingin mengajakmu makan malam seperti tadi.”
“Doaku selalu yang terbaik untuk kamu. Lain kali, aku berharap bisa memakan masakan kamu.”
Troy tak berhenti menunjukan senyumnya. Lelaki itu tidak tahu kenapa ia bisa begitu bahagia sampai tak berhenti tersenyum ketika bersama Flora. Perasaannya jauh lebih baik. Seperti tidak memiliki beban apapun dan ia merasa setiap waktunya terasa sangat bermakna.
“Sekali lagi terima kasih,” balas Flora. Gadis itu menatap Troy dengan lembut. Dengan senyum manis menghias wajahnya. Diterangi cahaya dari lampu jalanan yang berwarna kekuningan, Flora dan Troy sama-sama terdiam. Berharap bahwa waktu tak akan terlalu cepat berjalan. Supaya mereka tidak segera mengakhiri pertemuan hari ini meskipun esok hari kemungkinan mereka akan bertemu lagi.
“Baiklah. Sudah malam. Aku tidak bermaksud untuk mengusirmu. Tapi sepertinya kamu harus pulang. Bukankah besok kamu harus bekerja? Kamu perlu istirahat segera,” ucap Flora yang sebenarnya enggan untuk segera mengakhiri pertemuan malam itu. Tapi, Troy harus pulang. Ia harus istirahat sebab besok, lelaki itu harus kembali dengan rutinitasnya. Dan tentu ia memerlukan tubuhnya dalam kondisi prima.
“Iya. Aku akan pulang. Tapi, setelah melihatmu masuk ke dalam rumah,” putus Troy.
“Harus?”
Troy mengangguk, “Harus. Aku perlu untuk memastikan bahwa kamu masuk ke dalam rumahmu yang hangat dan mengunci pintunya. Istirahatlah dengan baik supaya esok kamu bisa bekerja dengan lebih baik.”
Flora tersenyum mendengar ucapan lelaki itu. Terdengar penuh perhatian dan manis.
“Baiklah. Aku tidak ingin berdebat jadi aku menurut saja,” balas Flora. “Selamat malam, Troy. Kirim pesan padaku jika sudah tiba di rumah.”
“Selamat malam, Flora. Aku akan mengirim pesan nanti. Selamat beristirahat dan tidak perlu bermimpi. Cukup tidurlah dengan nyenyak.”
Flora mengangguk mengiyakan ucapan Troy. Gadis itu pun berjalan menjauh dari tempat Troy berada. Ia sesekali menoleh ke arah Troy sambil berjalan menuju pintu rumahnya. Flora membuka kunci. Begitu pintu terbuka, Flora sekali lagi menoleh kebelakang. Mendapati Troy masih di sana dan benar-benar menunggunya hingga masuk. Dan benar saja, begitu Flora masuk dan mengunci pintunya. Motor Troy terdengar menyala menandakan kendaraan beroda dua itu sudah mulai meninggalkan halaman depan toko. Flora tersenyum. Malam itu berakhir dengan indah. Antara ia dan teman baiknya, Troy.
[]
