Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 15 Ajakan Makan Malam

Bab 15 Ajakan Makan Malam

Setiap orang pasti pernah merasakan kehilangan. Entah itu benda, keinginan, atau seseorang yang berarti. Setiap kehilangan selalu disertai dengan kesedihan, penyesalan, juga harapan yang baru untuk masa yang akan datang.

Terbiasa sendirian, Flora tak pernah menyangka orang-orang itu akan hadir dalam hidupnya. Mereka satu per satu hadir membawa warna dan cerita yang baru. Sebuah fase yang tak pernah ia pikir akan ia jalani.

Ketika ia kehilangan kedua orang tuanya, dunia seakan ikut hancur baginya. Flora tidak mendapat pekerjaan yang sesuai. Ia tidak dapat meraih apa yang ia cita-citakan sejak kecil. Flora yang sejak dulu terbiasa bersama kedua orang tuanya, harus hidup seorang diri dan memenuhi kebutuhannya sendiri. Flora dan masa lalunya, seperti buku cerita yang telah usai dibaca. Flora yang mereka kenal saat ini, adalah dia yang sudah ditempa oleh waktu. Dia yang berjuang sendirian demi bertahan hidup.

Flora tidak pernah menyesal lahir sebagai anak kedua orang tuanya. Dia tidak pernah menyesal dan menyalahkan keadaan atas apa yang terjadi pada kedua orang tuanya. Baginya, memang takdir berjalan seperti itu pada kehidupannya. Tugasnya hanya menjalaninya, kemudian menjadi orang yang baik.

Saat Flora sedih, sendiri maupun merasa sepi. Makam kedua orang tuanya adalah tempat yang akan selalu menjadi tujuan utamanya. Mereka memang tiada, raganya sudah bersatu dan terkubur dengan tanah sejak lama. Namun, kenangan akan mereka tak pernah ia lupakan selamanya.

Bagi Flora, datang ke makam mereka adalah hiburan tersendiri. Seperti anak yang pulang ke rumah orang tua. Ia akan selalu bercerita apapun yang ia alami di depan makam keduanya usai berdoa. Terkadang bisa lama. Tapi sering kali, seharian ia akan berada di sana selama tidak turun hujan. Pun jika hujan turun, biasanya gadis itu akan berteduh di rumah juru kunci dan menghabiskan waktunya hingga sore di rumah sepasang kakek dan nenek itu.

Hari itu, setelah seharian berada di pemakaman. Juga setelah selesai membantu nenek dan kakek juru kunci untuk membersihkan rumah mereka, Flora putuskan untuk pulang. Hari semakin sore dan ia sudah pergi terlalu lama. Beruntung ia tadi membawa bekal dan ia sempat makan siang bersama nenek dan kakek itu di rumah mereka. Jadi Flora tidak terlalu merasakan kelaparan saat ini.

“Kira-kira aku buka toko apa tidak, ya?” gumamnya sambil mengayuh sepeda menuju arah jalan pulang. “Kalau buka, sudah terlalu sore. Kalaupun tidak juga tak apa. Hari minggu memang saatnya libur. Tapi, aku pasti akan bosan jika pulang dan tidak melakukan apa-apa. Atau, aku membantu paman dan bibi saja di kedai mereka? Mungkin mereka memerlukan bantuan.”

Flora terus berbicara dengan dirinya sendiri terutama berbicara dalam hati. Ia melakukannya sepanjang jalan hingga hampir dekat rumah. Bukan apa-apa. Ia hanya tak ingin membiarkan dirinya merasa kosong dan sendiri. Setidaknya saat berbicara dengan dirinya sendiri, ia merasa lebih baik. Sebab hanya dirinyalah yang dapat mengerti dirinya sendiri, bukan orang lain.

Mengayuh sepedanya dengan begitu santai, Flora pun sampai di toko sekaligus rumahnya. Gadis itu mengayuh terus hingga tepat berada di depan toko. Ia pikir, siapa seseorang yang menunggu di depan toko sore hari seperti ini? Tidakkah dia tahu bahwa tokonya selalu tutup di hari minggu? Ia hendak menyapa orang itu. Hingga akhirnya tanpa ia yang menyapa lebih dahulu, orang itu menyapanya. Dia Troy, lelaki baik yang menjadi temannya beberapa waktu belakangan. Troy turun dari motornya, berdiri dengan wajah khawatir dan menunggu hingga Flora berhenti dan menyangga sepedanya degan aman.

“Troy, kamu di sini? Sejak kapan?” tanya Flora dengan bingung sambil mengamati pemuda itu.

Troy bukannya menjawab tapi malah menunjukan senyum lega. Ia menghela nafas dan menepuk puncak kepala Flora dengan lembut beberapa kali sebelum menurunkan tangannya.

“Kamu membuatku khawatir. Aku menghubungimu sejak pagi tapi sama sekali tidak mendapat jawaban. Aku pergi ke tokomu tadi pagi, tapi sudah tutup. Aku sempat pulang, lalu kembali lagi beberapa jam yang lalu. Dan aku baru menemukanmu sekarang,” ujar Troy panjang.

Flora tersenyum. Jadi ini rasanya dipedulikan dan dikhawatirkan? Apakah Troy sedang khawatir padanya? Apakah Troy mempedulikannya? Flora merasakan nyaman dan hangat dari sikap Troy padanya. Rasanya seperti menemukan sebuah rumah yang hangat untuk berteduh. Dan rumah itu mungkin yang dinamakan sebagai teman.

“Maaf, memang toko selalu tutup setiap hari minggu. Maaf juga karena meninggalkan ponselku di rumah sehingga aku tidak tahu bahwa kau menghubungiku,” ucap Flora.

“Tidak apa-apa. Aku sudah merasa lega melihatmu saat ini. Senang karena kamu baik-baik saja,” balas Troy dengan ekspresi lega dan wajah tulusnya.

“Terima kasih,” sahut Flora. “Jadi, untuk apa kamu mencariku? Ada sesuatu yang penting?” tanya gadis itu.

“Iya. Ada hal penting yang ingin aku lakukan denganmu,” ucap Troy dengan senyum manis yang tak pernah luntur dari wajahnya.

“Hal penting? Apa itu?”

“Aku sengaja meluangkan waktuku untuk mengajakmu makan malam bersama. Seharusnya hari ini aku bisa mengajamu jalan-jalan sejak pagi. Aku sudah merencanakan untuk pergi ke beberapa tempat denganmu. Tapi rupanya, kamu sudah memiliki rencana sendiri bahkan sebelum aku mengajakmu. Mungkin lain kali aku harus mengatur janji lebih dahulu.”

“Jalan-jalan? Hanya berdua?” tanya Flora memastikan.

Troy mengangguk. “Tentu saja, hanya berdua. Aku pikir akan menyenangkan jika pergi berdua saja denganmu.”

Flora mengusap dahinya tanda ia gugup sekaligus bingung. Jangankan jalan-jalan berdua dengan teman laki-laki, jalan dengan teman perempuan pun tidak pernah. Mungkin nanti akan timbul kecanggungan tersendiri diantara mereka jika benar rencana Troy dapat terpenuhi.

“Bagaimana? Apakah bisa kita jalan-jalan berdua lain kali? Ada beberapa tempat yang sangat ingin aku kunjungi bersamamu.”

“Lain kali, ya?” gumam Flora lebih seperti berbicara pada dirinya sendiri. Namun karena ucapan Flora terlalu keras, Troy pun dapat mendengarnya.

“Iya. Lain kali mau, kan? Ayolah! Kamu pasti juga jarang sekali jalan-jalan. Kesempatan ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin bukan?”

“Ya, kamu benar,” sahut Flora. “Aku jarang sekali jalan-jalan. Bahkan tidak pernah. Tapi apakah tak apa jika kita jalan-jalan berdua? Tidak merepotkanmu?”

Troy mengangguk dengan yakin. “Tentu saja. Aku tidak merasa direpotkan. Jadi kita sudah sepakat, lain kali kita atur waktu untuk pergi bersama. Oke?”

Flora tersenyum manis mendengar ucapan pemuda itu. “Baiklah. Anggap aku setuju karena kamu memaksa,” balasnya lalu tertawa kecil.

“Ya, ya, begitu juga tidak apa-apa.” Troy ikut tertawa mendengar ucapan gadis itu.

Keduanya saling pandang beberapa saat ketika selesai tertawa. Dan ketika sudah sama-sama tersadar, Troy kembali mempertanyakan ajakan makan malamnya pada Flora.

“Kamu bisa pergi sekarang, kan?”

“Untuk makan malam?” tebak Flora.

“Iya,” jawab lelaki itu singkat dengan eskpresi penuh harap.

“Bisa. Tapi apa tidak masalah jika menungguku mandi dan berganti pakaian sebentar?”

“Tidak apa. Pakailah pakaian yang membuatmu nyaman,” pesan Troy.

“Tentu. Kamu bisa menunggu di rumahku. Tapi maaf rumahku kecil,” ucap Flora.

“Tidak masalah. Boleh aku masuk?”

Gadis itu mengangguk. Ia menuntun sepedanya masuk ke gang kecil diikuti Troy di belakang. Ia lantas membuka kunci pintu dan memasukan sepedanya. Flora mempersilahkan Troy duduk sementara ia bersiap-siap untuk mandi.

“Maaf, rumahku sangat sederhana. Semoga kamu nyaman.”

“Tentu. Terima kasih.”

[]

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel