Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Sedikit Tertekan

Danindra menatap sekilas wajah Riska dan kemudian menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Wajahnya yang terlihat sedikit memerah membuat Riska bisa menebak jika Danindra sedang sangat marah pada dirinya.

“Dengar yah, aku tidak mau kalau kamu dekat-dekat lagi dengan pria tadi. Aku tidak menyukainya,” kata Danindra.

“Tapi kan aku menyukainya. Lagipula kalau kamu tidak menyukainya itu wajar karena kamu itu adalah seorang pria tapi aku adalah seorang wanita yang bisa menyukainya.” Riska menjawab perkataan dari Danindra.

Danindra semakin menatapnya dengan tatapan tajam dan membuat wajah Danindra semakin terlihat menyeramkan.

“Dengar yah, kamu itu akan menjadi istri seorang CEO jadi kamu harus bisa menjaga sikapmu,” kata Danindra lagi yang kemudian menghembuskan nafas kasarnya.

“Istri kontrak maksudmu?” Tanya Riska.

“Hei, usia kita ini beda jauh kenapa kamu pake kata aku kamu denganku,” kata Danindra lagi.

“Terus aku harus panggil kamu apa?” Tanya Riska.

“Kata yang cocok untuk memanggil mu itu adalah om,” batin Riska.

“Mulai sekarang panggil aku sayang atau baby,” kata Danindra.

“Apa? Aku tidak mau.” Riska langsung memalingkan wajahnya memberontak.

“Hei kamu jangan pikir macam-macam yah. Aku menyuruhmu mengatakan itu karena paparazi selalu ada di mana-mana jadi kamu harus menjaga citraku sebagai CEO muda yang sukses,” kata Danindra.

“Tetap saja aku tidak maaa...” Belum selesai Riska mengatakan kalimatnya tiba-tiba Danindra mendekatkan wajahnya ke arah wajah Riska sehingga membuat Riska langsung memundurkan wajahnya menjauhi wajah Danindra yang sekarang hanya berjarak beberapa senti saja dari wajahnya.

“Kamu mau ngapain?” Tanya Riska m

“Aku akan membuatmu menuruti perkataan ku,” kata Danindra.

“Maksud mu?” Tanya Riska lagi.

Laras menatap lekat mata Danindra yang ternyata kini telah beralih menatap bibir mungilnya. Riska yang menyadari Danindra menatap bibirnya pun langsung mengatupkan bibirnya seketika itu juga.

“Baiklah aku akan menurutimu,” kata Riska yang langsung mendorong tubuh Danindra yang kekar dan berotot.

“Hei kenapa wajahmu merah begitu?” Tanya Danindra menggoda Riska.

“Hah? A-apa sih? I-ini Cuma karena aku kepanasan aja,” kata Riska.

“Kepanasan? Perasaan AC di mobil ini sudah aku nyalakan deh,” kata Danindra lagi.

“Sudahlah, aku kan bilang kalau aku kepanasan jadi jangan berpikir yang macam-macam,” kata Riska lagi.

“Lagipula kamu ngapain sih pake jemput aku ke sekolah segala? Kan aku malu di liatin temen-temen yang lain,” kata Riska.

“Teman yang mana maksudmu? Pria itu? Perasaan kalau teman-teman kamu yang lain malah histeris deh liat aku datang ke sekolahmu,” kata Danindra.

Laras tak menjawab perkataan dari Danindra. Riska hanya memonyongkan bibirnya saja karena merasa saking kesalnya pada Danindra. Riska merasa heran melihat tingkah Danindra yang ternyata tidak searogan yang di pikirkannya.

Awal bertemu Danindra memang sangat arogan tapi semakin ke sini, Danindra justru semakin terlihat seperti anak-anak yang terkadang bisa mengejek dan menggodanya.

“Pokoknya inget yah kata-kata ku tadi. Jauhi pria itu,” kata Riska.

“Hmmm,” kata Riska menjawab.

“Sekali lagi kamu menjawab seperti itu, aku akan benar-benar mendaratkan bibirku ke bibirmu,” kata Danindra mengancam.

Riska yang mendengar ancaman Danindra pun merasa sedikit merinding sehingga membuat Laras memilih jalan aman dengan mengikuti perintah Danindra.

“Iya baiklah aku akan menurutimu,” kata Riska lagi.

“Memangnya kita mau kemana sih?” Tanya Riska.

“Aku mau mengajakmu ke butik untuk fitting baju karena kita kan 3 hari lagi akan menikah jadi kita butuh baju,” kata Danindra.

“Ngga perlu. Kita kan hanya menikah pura-pura jadi ngga perlu baju baru. Pake baju lama juga bisa kan,” kata Riska.

“Eh kita menikah pura-pura kan hanya aku, kamu dan ibumu yang tahu sedangkan yang lain kan ngga tau. Mereka taunya kan kita sungguhan menikah jadi kamu harus terlihat meyakinkan di hadapan semua orang,” kata Danindra.

“Tetep aja pernikahan kontrak. Apa istimewanya?” Batin Riska.

“Di sini kita harus bersikap sama-sama menguntungkan mengerti.” Danindra mengatakan dengan nada yang sangat serius.

Riska berpikir lagi bahwa pa yang di katakan oleh Danindra itu memang ada benarnya. Walau bagaimanapun Riska sadar jika apa yang di lakukan oleh Danindra dengan membiayai semua pengobatan Dinda bukanlah hal yang mudah.

Bagi Riska, nyawa Dinda itu sangat penting dan Danindra telah membuat adiknya itu bisa menikmati dunia ini lebih lama jadi sudah sepantasnya jika Riksa membalas jasa Danindra meski sebenarnya Riska masih merasa sangat berat untuk melakukan pernikahan itu.

Di hadapan semua orang Riska harus bersikap seolah-olah dirinya bahagia dan menjadi wanita yang sangat beruntung karena bisa menikahi seorang CEO muda yang sukses. Meski umurnya sudah hampir kepala 4 tapi wajahnya masih seperti 20 an tahun sehingga banyak wanita di luar sana yang pasti akan menganggap jika Riska adalah wanita yang beruntung karena bisa mendapatkan Danindra.

Di balik itu semua paksaan dari Miranti, Riska sadar jika memang tak ada yang bisa di lakukannya lagi selain menikah dengan Danindra untuk menyelamatkan nyawa adiknya.

“Tapi apa aku bisa yah tersenyum di depan banyak orang seolah aku ini sedang bahagia padahal aku sama sekali tidak bahagia,” batin Riska.

“Kamu ngapain malah ngelamun?” Tanya Danindra.

“Emmm ngga apa-apa kok. Oh iya memangnya nanti tamu di pernikahan kita itu banyak yah?” Tanya Riska.

“Hmmm ngga juga sih palingan Cuma keluargaku dan keluarga mu,” kata Danindra.

“Kalau Cuma keluarga kita kenapa harus seperti menikah sungguhan?” Tanya Riska.

“Di pernikahan itu yang benar-benar harus aku yakinkan adlh ayahku karena dia yang memintaku untuk menikah dan memiliki anak. Untuk sementara pernikahan kita ini kita sembunyikan dulu dari awak media nanti setelah kamu lulus sekolah baru kita umumkan supaya kamu ngga di cap sebagai wanita ngga baik dengan hamil tanpa suami,” kata Danindra.

Mengingat hal itu membuat Riska semakin merasa takut karena Riska merasa tak siap untuk hamil di usia muda apalagi nanti setelah dirinya melahirkan, dirinya harus kehilangan anaknya itu.

“Aku ngga siap kalo aku harus hamil di usia muda dan juga memberikan anakku pada pria arogan seperti dia. Apa nanti dia bisa mengurus anakku,” batin Riska.

Di tengah pikirannya yang sedang terbang membayangkan masa depannya, Riska bahkan sampai bergidik merinding kala membayangkan bagaimana malam pertamanya yang akan di habiskannya dengan pria tua yang sangat arogan seperti Danindra.

Sudah pasti yang Riska pikirkan adalah dirinya yang tidak akan pernah merasakan bahagia dengan pria arogan itu tapi apa mau di kata, dirinya tetap saja mengikuti perjodohan yang di lakukan ibunya untuk menikah dengan Danindra.

“Kami tenang aja. Pernikahan kita ngga akan lama kok yang penting kamu bisa segera hamil dan melahirkan,” kata Danindra.

Riska pun menyipitkan kedua matanya sembari menatap ke arah Danindra. Batinnya benar-benar tak menyangka jika Danindra bisa bersikap seperti bukan manusia.

“Kalau dia manusia ngga mungkin dia melakukan hal seperti ini demi mendapatkan anak dan mempertahankan kekayaannya tanpa memikirkan aku sebagi ibu dari anak itu nanti,” batin Laras.

Laras yang sudah merasa lelah dengan perkataan Danindra yang justru semakin membuatnya merasa tertekan akhirnya hanya mendengarkan apa yang di katakan oleh Danindra padanya tanpa menjawabnya sepatah katapun.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel