Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bertemu Tuan Muda Danindra

Riska masih tak habis pikir dengan apa yang di katakan oleh Danindra tempo hari. Semua yang akan di lakukannya nanti setelah menikah harus berdasarkan perintah dan peraturan darinya.

“Bagaimana aku bisa bernafas kalau begini?” Batin Riska. Tangannya semakin gemetaran saat Riska sudah bisa melihat pintu apartemen Danindra.

Apartemen yang waktu itu di gunakan untuk pertemuan dengannya pertama kali. Meski tak ada sesuatu yang buruk yang di lakukan oleh Danindra tapi tetap saja itu semua tak lantas membuat Riska bisa bersikap tenang.

“Aku harus panggil dia apa nanti?. Pak? Om? Atau tuan?” Batin Riska.

“Ah entahlah. Pertemuan ini juga sebenarnya aku ngga mau,” kata Riska sambil menarik nafasnya mencoba untuk tetap tenang. Pandangan matanya menatap gagang pintu apartemen itu dengan seksama sebelum akhirnya Riska menekan bel apartemen itu.

Masih seperti kemarin, Danindra masih tampak tampan dan juga gagah. Kemeja putih yang di kenakannya tampak sangat serasi dengan potongan rambutnya yang membuatnya tampak semakin maskulin.

Tak lupa aroma parfum yang di gunakannya tercium sangat menggoda namun itu semu tak membuat Riska lupa bagaimana pemberitaan di tv yang mengatakan bahwa dia adalah pria yang sangat arogan dan juga dingin.

“Masuklah,” kata Danindra setelah membukakan pintu apartemennya untuk Riska.

Gadis dengan tubuh yang indah itu kini mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam apartemen pria yang menurutnya sangat arogan.

Danindra kembali duduk di sofa dengan dengan kaki yang di angkat dan di letakan di meja. Melihat pemandangan yang ada di depannya, Riska semakin yakin bahwa pria arogan yang ada di hadapannya itu adalah pria yang tidak tahu sopan santun.

“Bagaimana bisa dia membiarkan aku berdiri di sini tanpa menyuruh ku duduk,” batin Riska.

Riska yang masih berdiri di hadapan Danindra dengan tatapan yang tak suka sepertinya mulai di sadari oleh Danindra.

“Kenapa ekspresi mu seperti itu?” Tanya Danindra.

“Kenapa kamu memanggilku kesini?” Tanya Riska balik.

Danindra menaikkan sebelah alisnya mendapatkan jawaban dari pertanyaannya yang di berikan oleh Riska. Riska yang masih berdiri tampak sudah tak sabar ingin meninggalkan ruangan itu.

Tok ... Tok ... Tok

Seseorang mengetuk pintu apartemen Danindra namun setelah Riska melihat ternyata pria itu bukan lagi di luar apartemen namun sudah berada di dalam apartemen namun masih berada di sekitaran pintu. Riska menebak dalam hati bahwa pria itu bukanlah pria sembarangan karena pria itu sepertinya punya akses untuk keluar masuk apartemen itu.

“Ini yang tuan minta tadi,” kata pria itu sembari menyodorkan map berwarna coklat ke atas meja tepat di hadapan Danindra.

“Kalau begitu say permisi dulu tuan,” kata pria itu lagi.

“Hmmm,” jawab Danindra.

Riska menatap lekat map berwarna coklat yang tadi di berikan oleh pria yang baru datang itu. Danindra pun menyuruh Riska untuk membuka map yang ada di atas meja tersebut.

“Bukalah.” Danindra menyuruh Riska membuka map yang sedang ada di hadapannya.

“Kenapa ngga buka sendiri aja sih? Kenapa malah nyuruh aku? Dasar pria tua,” batin Riska namun tanpa banyak bicara Riska pun membuka map itu sesuai dengan perintah Danindra.

Riska membuka map itu perlahan dan membaca isinya. Riska sangat terkejut membaca tulisan yang ada di kertas itu. Beberapa tulisan yang di anggap Riska tak masuk akal mengingat dirinya hanya sebatas istri kontrak dari Danindra.

“Apa ini? Kenapa di dalam surat perjanjian aku hanya bisa berpisah denganmu jika aku memberikan anak laki-laki untukmu?” Tanya Riska yang tak mengerti dengan isi perjanjian kontrak yang tak masuk akal itu.

“Memangnya kamu pikir aku menikah denganmu itu untuk apa hah? Untuk menghambur-hamburkan uangku dengan membiayai ibumu dan adikmu saja hah?” Tanya Danindra yang kemudian berdiri dari posisinya.

“Tapi kemarin kan ...”. Kalimat Riska menggantung. Dirinya benar-benar merasa telah di jual oleh ibunya sendiri. Ibunya gak pernah memberitahukan jika dirinya harus memberikan anak pada pria arogan itu.

“Sejak awal aku sudah bilang pada ibumu bahwa aku hanya kan menikahi mu untuk mendapatkan anak laki-laki jadi tidak ada yang salah kan dengan surat perjanjian itu?” Tanya Danindra dengan menaikkan sebelah alisnya.

“Poin kedua. Setelah kamu memberikan anak untuk ku makan kita akan berpisah dan kamu akan memberikan anak itu untukku. Dia akan mewarisi semua hartaku nanti tapi kamu tidak boleh mengganggunya lagi setelah nanti kita berpisah,” kata Danindra.

“Ta-tapi mana bis kamu memisahkan aku dengan anakku sendiri,” kata Riska dengan suara terbata.

“Tapi neneknya sudah menyetujuinya,” kata Danindra.

“Poin ketiga. Aku akan memenuhi semua nafkah lahirmu dan juga untuk kelurgamu tapi kamu tidak boleh ikut campur atas kehidupan pribadi ku,” kata Danindra dengan tiada belas kasih.

Riska sudah tidak bisa berkata-kata lagi. Hatinya sangat hancur karena merasa bahwa dirinya seperti sudah di jual pada pria kaya yang sama sekali tak Riska sukai. Riska bahkan harus memberikan anak lalui untuk Danindra agar semuanya bisa segera berakhir namun bagi Riska semua itu justru tak akan memberinya akhir karena anaknya dirinya harus memberikan anak itu pada Danindra.

Tanpa kata-kata lagi Riska pergi meninggalkan Danindra sendirian di dalam apartemen yang luas itu. Riska sebenarnya mendengar saat Danindra berteriak memanggil namanya dan menyuruhnya berhenti namun Riska sudah merasa sangat kecewa pada ibunya dan ingin segera menemui ibunya untuk meminta penjelasan hingga Riska pergi begitu saja.

Danindra yang melihat keberanian Riska dengan meninggalkannya begitu saja saat dirinya belum selesai berbicara membuatnya sangat marah namun Danindra hanya bisa menghembuskan nafasnya kasar saat melihat Riska benar-benar pergi dari apartemennya tanpa mendengarkan perintahnya untuk berhenti.

Kertas yang tadi di pegangnya pun kini di lemparkan begitu saja dan Danindra kembali menghempaskan tubuhnya ke atas sofa yang empuk.

Seperti pria yang sangat egois, Danindra tak memedulikan perasaan Riska yang saat itu sangat terluka akan ulahnya.

Sikap arogan yang di miliki Danindra itulah yang membuatnya sulit untuk beradaptasi dengan orang lain terutama wanita. Banyak sekali wanita yang merasa tak di hargai oleh dirinya.

Meski begitu Danindra masih terbilang sangat beruntung karena bisa menikahi Riska yang masih gadis apalagi gadis itu masih sangat lugu dan tak mungkin banyak tingkah.

Seperti keinginannya memiliki istri yang tak banyak menuntut pada dirinya apalagi ikut campur atas urusan pribadinya. Karena itulah menikah kontrak adalah cara yang paling tepat menurut Danindra karena yang di butuhkannya hanyalah seorang pewaris penerus kekayaannya bukannya seorang wanita yang menurutnya hanya sebagai pemuas hawa nafsunya.

Danindra tahu jika menikahi gadis yang masih jauh usianya dengan dirinya pasti akan sangat sulit tapi Danindra memilih Riska karena Danindra yakin dengan sikap polos yang di miliki oleh Riska tak akan mungkin baginya untuk menuntut banyak atas harta yang di milikinya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel