Bab 2
Zara berjalan mendekatinya, ia begitu senang saat Ayahnya memintanya membersihkan ruang kerjanya. Itu berarti Ayahnya sudah mempercayai dirinya. Dan Zara akan membersihkannya semaksimal mungkin karena tak ingin mengecewakan Ayahnya itu.
Zara berjongkok dan mengambil tas itu, iya menutup relsletingnya dan menyimpannya di pojok lemari sampai pintu ruangan terbuka lebar dengan kencang membuatnya kaget.
"Sedang apa kau di ruangan kerjaku?" Pekik Abraham yang datang dengan 2 orang pria berbaju hitam dan terdapat tulisan FBI.
"Dan tas apa itu?" tanya Abraham membuat Zara mengernyit kebingungan. Ia berdiri dan menatap ketiga orang dewasa di depannya dengan tatapan kebingungan.
"Lihat Pak, saya sudah curiga akhir-akhir ini karena dia sering mengendap-endap ke dalam kamar dan ruang kerjaku. Dan tas itu, apa isi tas itu, Zara?" Pekik Abraham.
"I-itu, Zara hanya membereskannya," ucap Zara masih dengan kebingungannya.
Salah seorang pria di antara mereka berjalan mendekat dan mengambil tas ransel merah itu. Ia membukanya dan membuat semuanya memekik kaget.
"Ini bom!" Seru pria itu membuat semuanya terpekik kaget. "Bom ini belum di aktifkan," tambahnya.
"Kau dapat dari mana bom itu Nak?" Tanya pria yang masih berdiri di dekat Abraham.
"Zara tidak tau apa-apa, A-ya-"
"Ya Tuhan Zara! Apa ini rencanamu masuk ke dalam keluargaku? Aku membawamu masuk ke dalam rumah dan mengangkatmu sebagai anak karena kamu duduk di depan rumah kami seperti gembel. Jadi ini rencanamu? Kamu salah satu dari teroris itu dan mencoba membunuh keluargaku?" Tuduh Abraham.
Zara mematung kaku, ia merasa tersambar petir mendengar tuduhan Abraham yang begitu keji.
"Ayah," gumamnya menjatuhkan air matanya.
"Tolong bawa anak ini, dia mencoba mencelakai keluargaku. Mungkin dia di suruh oleh anggota teroris itu." Abraham terus berucap yang sangat menyakitkan.
"Ayah, aku tidak mengerti apapun. Kenapa Ayah memfitnah Zara?" Seru nya.
"Jangan mengelak lagi, kau ini masih anak kecil tetapi kau begitu handal menipu," seru Abraham.
"Bawa dia!" Perintah pria yang berdiri di samping Abraham.
Pria yang membawa tas, menarik tangan Zara.
"Tidak! Tolong lepaskan Zara, Zara tidak tau apapun! Ini salah paham!" Teriak Zara menangis histeris.
Zara terus memberontak dan meminta tolong pada Abraham yang acuh. Pria tadi terpaksa menggendong tubuh Zara ke atas pundaknya supaya Zara ikut bersama mereka.
"Lepaskan aku! Ayah, Nyonya tolong jelaskan, Zara tidak bersalah! Kak Rival, Meysa tolong!" Teriak Zara saat mereka melewati ruang tamu dimana mereka berkumpul bersama.
"Ada apa ini?" Seruan itu membuat Abraham kaget, Alfa berdiri tak jauh dari mereka.
"Kak Alfa tolong," isak Zara.
"Ada apa ini? Lepaskan adik saya!" Pekik Alfa.
"Anak ini harus kami bawa dan periksa," ucap salah satu anggota FBI.
"Tapi apa salahnya? Jangan bawa dia, dia masih kecil!" Pekik Alfa mencoba melepaskan Zara dari mereka.
"Alfa tenang!" Abraham menarik Alfa di bantu security menjauh dari mereka.
"Lepaskan aku! Mau di bawa kemana Zara!" Teriak Alfa dan terus berontak.
Abraham berusaha menahan perlawanan Alfa yang kuat di bantu 2 orang security. Zara menatap sedih Alfa dan menatap Abraham yang menampilkan senyumannya begitu juga Amanda.
'Kalau ini yang Ayah mau dan Ayah bahagia, maka Zara ikhlas. Zara ikhlas menerima tuduhan ini, asalkan itu membuat Ayah puas dan senang.' Batin Zara.
Zara di masukan ke dalam mobil minibus hitam milik Fbi yang tertutup rapat dengan celah kecil yang di batasi tralis besi kecil.
Zara mengintip dari sana dengan ai mata yang luruh begitu deras. Mobil itu mulai melaju meninggalkan halaman rumah kediaman Abraham membuat Zara ketakutan.
"Zara!" Teriak Alfa mendorong tubuh Abraham dan security itu. Ia berlari mengejar mobil FBI itu.
"Kak Alfa," isak Zara tampak sekali ketakutan.
"Zara!" Teriak Alfa yang juga sudah menangis dan terus berlari mengejar mobil itu.
"Kak Alfa!" Pekik Zara saat melihat Alfa terjatuh di atas aspal dan mereka hanya mampu saling menatap penuh kesakitan.
Zara melepaskan kalung yang di berikan ibunya pada Zara. Lalu melemparkannya keluar. "Zara sayang kak Alfa," teriak Zara dengan isakannya.
Alfa berusaha bangun dan mobil itu sudah menghilang di balik tikungan. Alfa beranjak dengan kaki pincang dan berjongkok di depan kalung yang di lempar Zara.
Ia mengambil kalung itu dan menggenggamnya kuat. "Zara, hikzzzzz......?" Isaknya.
Alfa merasa ia bodoh dan tak berguna. Ia tak bisa melindungi adiknya sendiri.
"Maafkan Kakak, Zara. Hikzzzzz......"
***
15 Tahun Kemudian....
Alfa kembali menjatuhkan air matanya menatap kalung milik Zara. Sudah 15 tahun berlalu dan ia masih belum mendengar kabar apapun dari Zara. Ia terus berusaha mencarinya tetapi hasilnya nihil. Yang ia dengar bahwa semua gabungan teroris itu sudah di hukum mati.
Akankah Zara juga meninggal seperti yang lain?
Mengingat itu semua Alfa semakin membenci dan menyimpan dendam pada Ayahnya. Dan sudah 13 tahun Alfa meninggalkan rumah dan tak pernah bertemu lagi Abraham walau ia masih suka bertemu Rival atau Meysa.
Alfa menghela nafasnya dan menghapus air matanya ia menyandarkan kepalanya ke kursi kebesarannya.
Alfando Jawad Handoko kini menjadi seorang hakim muda yang terkenal dengan ketegasan dan kejujurannya. Alfa juga di sebut sebut sebagai hakim muda tertampan, karena Alfa memiliki wajah yang di atas rata-rata. Hidung mancung, matanya yang tajam, rahangnya yang tegas. Tatapannya mampu menghipnotis gadis manapun, tetapi sampai saat ini di usianya yang ke 32 tahun, ia masih belum memiliki tambatan hatinya.
Alfa menghabiskan waktunya untuk menegakkan keadilan kepada siapapun, dan ia juga ingun mencari Zara. Ia yakin adik kecil kesayangannya itu masih hidup dan entah dimana.
***
