Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Di pecat

"Apa iya gue harus jadi laki-laki Panggilan seperti apa yang lo bilang?" Kai cukup tercengang dengan apa yang disarankan oleh Fathan.

"Itu sih terserah lu, Kalau menurut gue sih daripada lo gak punya duit terus kayak gini mending lo coba aja. Gaji open bo itu lumayan lebih besar daripada gaji kerja di bar."

Fathan tidak menyuruh Kai untuk mengikuti jalan sesat itu, tapi jika tersedak, ya harus bagaimana? Fathan hanya memberi saran.

"Dari bar aja gue belum pernah menerima."

"Ya udah makanya, lo coba aja kalau emang terdesak. Itupun kalau yakin. Bukannya Lo jijik ngelayani tante-tante."

Kai berpikir sejenak, ia mengingat adiknya yang terkena penyakit kelainan pada kakinya hingga menyulitkan Raihan untuk berjalan, padahal usianya sudah 5 tahun. Kai merasa kasihan jika keluarganya kembali luntang-lantung di jalan.

"Gue bakalan ngelakuin apapun buat keluarga gue," ucap Kai yakin.

"Jadi lo mau nyoba kerjaan kayak gitu?"

"Iya, gue udah berusaha cari pekerjaan yang halal, tapi lo lihat sendiri 'kan sampai sekarang gue gak dapetin kerjaan itu. Gue malah dipandang rendah sama orang-orang."

Meskipun kali ini Kai harus merendahkan harga dirinya, tapi setidaknya tidak semua orang tahu pekerjaan Kai.

Kai terbangun dari berbaringnya dan membenarkan duduknya agar lebih nyaman ia berbicara.

"Gue tahu lo. Lo tenang aja gue punya aplikasi yang bisa bantu lo buat cari pelanggan."

"Kan lu tahu sendiri Gue nggak punya ponsel bagus."

Kai membuang nafas dalam, lantas ia mengambil ponselnya dari saku jaketnya yang sudah lusuh karena sering dicuci.

Ponsel Nokia tahun 90han berada dalam genggaman Kai. Fathan sampai menggaruk kepalanya melihat Kai dengan polosnya menunjukkan ponsel miliknya.

"Ya udah nanti malam Semoga aja ada tante-tante girang yang mau nempel sama lo," ucap Fathan pasrah.

"Loh?"

"Gue nggak bisa jamin kalau lo bisa dapat pelanggan hari ini juga. Melihat pakaian lo aja cewek mana yang mau tidur sama lo."

Kai melihat penampilannya dari atas sampai bawah. Celana sayur yang sudah lusuh, kaos yang seperti bapak-bapak, jaket yang sudah lusuh, ponsel dalam genggamannya yang hanya bisa digunakan untuk telepon dan SMS.

Penampilan Kai sangat jauh berbeda dengan penampilan Kai saat di bar, tentu saja karena di klub malam Kai diberikan baju seragam, hingga membuat Kai terlihat rapi dan aura ketampanannya keluar.

"Ternyata kerjaan kayak gitu aja harus punya modal buat memperbaiki penampilan," ujar Kai lesu.

Tok tok tok

Seseorang mengetuk pintu kamar Fathan. Fathan segera beranjak dan membuka pintu. Ternyata itu adalah kurir yang mengantarkan makanan.

Fathan memesan makanan saat tadi ia keluar kamar mandi.

Setelah berada di kosan Farhan cukup lama akhirnya Kai keluar dari kosan Farhan setelah ia kenyang.

Kai berniat mencari pekerjaan di luar, berharap ia bisa mendapatkan pekerjaan tambahan untuk membayar kontrakan.

"Pantas saja setiap bulan lo dan keluarga lo nunggak, pagi-pagi tuh harusnya kerja! Jam segini malah baru muncul batang hidungnya! Oh iya, jangan lupa tunggakan lu harus dibayar secepatnya ya!" hardik ibu kos saat melihat Kai turun dari lantai atas.

"Iya, Bu."

Dengan malas, Kai segera meninggalkan ibu kos. Ia berjalan cepat agar bu kos tidak melihatnya lagi. Tidak tahu kenapa tatapan bu kos membuat Kai takut.

Nathan pergi ke pasar untuk menjadi tukang kulit panggul. Biasanya jika hari sudah agak siang seperti ini maka banyak sekali orang yang berbelanja ke pasar akan mengangkut barang bawaannya ke angkutan umum atau ke kendaraannya.

"Baru datang, Kai?" tanya tukang panggul lainnya yang sedang menunggu pelanggan.

"Iya, Bang."

"Bang Kai, tolong bantu angkatin barang Rina dong, Bang."

"Iya, Rin."

"Gila ... baru datang aja udah dapat pelanggan," ujar teman Kai.

"Alhamdulillah, Bang."

Kai mengangkat barang belanjaan Rani, dan memasukkannya ke dalam angkot. "Makasih, ya, Bang Kai," ujar Rani dengan senyum manisnya.

Rani juga menatap Kai dengan sorot mata yang tentara dengan kekaguman. Ia sangat menyukai senyum manis Kai hingga membuatnya betah berlama-lama menetapkan, Kai.

Menurut Rani, Kai hanya perlu polesan sedikit dengan mandi dan pakai baju yang rapi, itu sudah membuat ketapanan Kai terpancar keluar.

"Rani, buruan. Betah banget kamu lama-lama sama tukang panggul itu," teriak seorang wanita tua dari dalam angkot.

Wanita itu adalah ibu Rani, yang sedang menunggu Rani membawa barang belanjaannya.

Kai sampai menelan salivanya. Sudah biasa ibu Rani merendahkannya seperti itu, tapi tidak tahu kenapa meskipun sudah sering Kai selalu merasa tidak suka jika ia direndahkan.

Padahal pada kenyataannya memang ibunya Rani mengatakan yang sebenarnya. Jika Kai hanya seorang kuli panggul di pasar.

"Iya, Bu. Sebentar." Rani menoleh ke arah Gus Ismail dengan tatapan tidak enak. "Maafin Ibu saya, ya, Bang."

"Nggak apa-apa," jawab Kai dengan senyum simpul.

Rani mengambil dompetnya dari dalam tas jinjing yang ia selain dang kan di bahunya. Rani merogoh dompetnya dan mengambil uang dari dalam dompet.

"Ini uangnya." Lani menyodorkan uang rp50.000 ke tangan Kai.

Hai menerimanya dengan berat hati. "Tapi ini uangnya kegedean. Abang nggak ada kembalian buat ...," ucap Kak terpotong.

"Nggak apa-apa ambil aja buat abang."

"Rani buruan."

Mendengar teriakan ibunya dari dalam angkot membuat Rani buru-buru menghampiri ibunya.

"Tapi ini terlalu banyak, Rani."

"Ambil aja biar Abang semangat kerjanya," ucap Rani dengan simpul terbalik ke arah Kai. Ia sudah mulai masuk ke angkot.

"Terima kasih banyak, Rani."

Rani mengangkat jempolnya ke arah dan duduk di samping ibunya.

"Kamu ngapain sih ngasih dia uang lebih? Kamu tahu nggak kebutuhan kita itu juga masih banyak, kamu ini malah buang-buang uang aja," ujar ibu Rani yang masih terdengar jelas di telinga Kai.

Angkot itu belum berangkat hingga Kai masih bisa mendengar apa yang dikatakan oleh ibunya Rani.

"Udahlah Bu. Lagian kan itu uang Rani."

"Kamu ini kebiasaan. Ntar dia jadi kebiasaan. Udah susah minta-minta lagi."

Mendengar penuturan ibu Rani, Kai hanya bisa menggeretakkan gigi dan mengepalkan tangannya kuat-kuat.

"Kenapa sebegitu sulitnya menjadi orang susah. Selalu saja ditindas orang lain, padahal aku mengerjakan sesuatu dulu untuk mendapatkan uang itu."

Dikarenakan emosi Kai tidak melanjutkan pekerjaannya di pasar, Kai malah pergi ke jembatan yang tidak jauh dari pasar. Kai duduk di sana sembari menatap sungai. "Apa lebih baik aku minjam sama bos aja, ya?" gumamnya.

***

Bruk!

Kai terjerembab jatuh menerima dorongan bosnya. "Apa Lo gak mikir? Lo kerja di sini aja belum 2 minggu, dan sekarang lo udah minjem duit aja? Gila lo, ya!"

Kai kembali bangun, Kai masih memikirkan bagaimana nanti ia bisa mendapatkan uang agar Kai tidak mencoba untuk melakukan pekerjaan seperti yang disarankan oleh Fathan.

Kai mencoba untuk meminjam uang kepada bosnya. Namun, justru bosnya malah mendorong key tiba-tiba hingga Kai tersungkur.

"Bos, saya mohon Bos. Tolong bantu saya sekali Ini saja. Saya butuh uang buat bayar kontrakan. Kalau uangnya agak tersedia sekarang mungkin saya akan diusir dari kontrakan, Bos."

Kai sampai menangkupkan kedua tangannya memohon agar bosnya memberikannya uang. Setidaknya Kai meminta uang gajinya agar waktu gajian bisa dipotong.

"Itu urusan kamu sendiri, masa belum kerja udah minta duit. Aneh-aneh aja."

Bos Kai menuangkan bir ke gelas. Nampak sekali bos kain tersenyum sinis melihat Kai yang menunduk.

Sedari awal dia memang tidak menyukai Kai. Penampilan Kai saja sudah membuatnya ingin muntah. Namun, di saat mengenakan pakaian seragamnya malah semakin membuat Bos Kai itu tidak menyukai Kai.

Ia tidak suka tersaingi. Apalagi para wanita-wanita yang mendekatinya tiba-tiba malah mendekati Kai.

Jonathan adalah putra pemilik klub malam terbesar di kota itu. Sebenarnya yang memiliki klub malam itu adalah orang tuanya, tapi Jonathan yang mengurus semuanya.

Saat Kaifan diterima kerja di sana, saat itu Jonathan sedang ada di luar negeri jadi ibu Jonathan lah yang menerima Kaifan kerja di sana.

Jonathan tidak tahu menahu ada karyawan baru di klub malamnya itu. Jonathan tidak suka dengan kaifan karena penampilan Kaifan saat datang dan selalu berpenampilan seperti bapak-bapak pemulung.

Dan tiba-tiba penampilan kaifan berubah drastis setelah memakai seragam yang disediakan untuk pekerja di sana.

Jonathan mengambil sesuatu dari sakunya, mengeluarkan dompet dan membukanya.

Ia sudah muak melihat kaifan berada di klub malamnya. "Ambilah! Dan jangan pernah kembali ke klub malam ini lagi!"

Jonathan melemparkan uang itu ke wajah Kaifan. Kaitan terkejut dengan apa yang Jonathan lakukan padanya.

"Apakah aku di pecat?"

Kai menatap cengo uang yang baru saja ia ambil dari wajahnya. Hanya 5 lembar uang berwa merah yang ia pegang. Itupun Kaifan dapat sebagian dari lantai karena tidak semuanya bertahan di wajah Kai.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel