Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

6. Suami durjana.

POV. Dito

“Mas, mantan istrimu itu benar-benar kurang ajar! Berani-beraninya dia menghinaku di depan orang banyak. Pokoknya kamu harus kasih mantan istrimu itu perhitungan, Mas!” oceh Retno penuh emosi.

Kami sudah sampai di rumah beberapa menit yang lalu, tapi Retno masih saja mengoceh tentang apa yang terjadi di pasar tadi. Membuat kepalaku menjadi pusing saja.

“Sudahlah, nggak usah dipikirkan lagi, manusia tak penting itu! Ingat, kamu itu sedang hamil, jadi jaga sedikit emosimu!” jawabku padanya.

“Tapi Mas ...”

“Tak ada tapi- tapian, Retno! Cepat masuk kamar, istirahat! Aku nggak mau terjadi apa-apa sama anakku yang ada di kandunganmu,” perintahku tegas. Dengan langkah kasar, Retno masuk ke dalam kamar kami.

Retno Dwi Astuti adalah wanita yang aku temui saat pesta perayaan perusahaan. Untuk merayakan keberhasilan kami yang telah berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan tender besar. Itu sebabnya kami merayakannya di tempat karaoke dengan memesan beberapa LC.

Di sanalah aku bertemu dengan Retno. Gadis cantik dengan rambut panjang terurai yang cukup menggoda, walau aku akui wajahnya tidak secantik Indah, mantan Istriku. Ia duduk di sampingku, kami bernyanyi bersama semalaman.

Jika tidak karena tempat karaoke akan tutup, mungkin kami akan bersama bernyanyi hingga pagi menjelang. Aku baru akan menjalankan kendaraanku, saat sebuah ketukan mendarat di kaca jendela mobilku. Segera aku menoleh dan menurunkan kaca, rupanya si manis Retno.

“Mas boleh numpang sampai kos-kosan tidak? Soalnya hari sudah mau hujan, lagi pula di sekitar sini, jam segini susah untuk nyari taksi,” tanyanya dengan nada suara yang manja.

Tentu saja aku menyetujuinya, bagaimana aku membiarkan wanita semanis dia harus pulang sendiri hujan-hujanan.

Sepanjang perjalanan aku tidak bisa konsentrasi menyetir mobil, sudut mataku tak henti melirik paha putih mulus Retno yang tersingkap, dan semakin lama, rok pendek yang ia gunakan semakin naik.

“Di kos-kosan sendirian?” tanyaku mencoba mempertahankan konsentrasiku. Ada perasaan yang timbul kepermukaan, perasaan yang ingin dipuaskan. Semenjak Indah hamil dan sakit-sakitan, aku jadi terbiasa jajan diluar sana, untuk menuntaskan h*srat biologis yang meronta-ronta. Dan sepertinya gadis ini memberikan respons atas tanggapanku itu.

“Iya, sendirian aja, Mas! Kalau Mas, ngekos juga?”

“Tidak, aku sama orang tua,”

“Yah, nggak bisa main kesana dong,” ujarnya sambil mengedipkan mata, aku anggap itu sebagai kode.

“Ya kalau mau mainkan, nggak perlu ke rumahku. Ke hotel kan bisa,” jawabku.

“Ah ... Mas Dito nakal,” sahutnya manja sambil mencubit pinggangku.

Obrolan berlanjut semakin asyik, dan memantapkan niatku untuk menuntaskan kebutuhan yang tidak terpenuhi oleh Indah. Setelah mendapat lampu hijau, aku membelokkan mobilku ke hotel terdekat.

Setelah kejadian itu, hubungan kami berlanjut. Jika gadis-gadis lain hanya akan menjadi teman tidurku satu malam, tapi berbeda dengan Retno. Ia mampu membuat aku ketagihan dan selalu merindukannya.

Hingga suatu hari Retno datang padaku dengan sebuah tespeck di tangannya. Ia hamil! Tentu saja itu membuatku bingung, karena pada saat itu Indah juga sedang hamil tua. Awal-awalnya aku bingung, apa lagi Retno gencar menuntutku untuk bertanggung jawab. Namun, bagaimana aku menjelaskan bahwa aku bukanlah bujang, tetapi pria beristri, yang mana istriku sebentar lagi akan melahirkan. Dengan hati-hati kujelaskan pada Retno posisiku saat itu, dan sungguh tak disangka. Ia bersedia menjadi istri keduaku.

Aku sangat berharap dengan kehamilan Indah saat itu, aku berharap ia melahirkan putra laki-laki untukku. Sudah sangat lama kami menantikan buah hati, dan akhirnya kini terwujud. Tapi pada akhirnya aku kecewa, bukan bayi laki-laki yang ia lahirkan dan sekarang ia juga menjadi mandul dan tidak mampu memberikanku anak lagi.

Kecewa? Iya, aku sangat kecewa!

Apa lagi saat aku memperkenalkan Retno padanya dan akan menikahi perempuan itu.

Aku menginginkan anak laki-laki dan dari silsilah keluarga Retno semua kakaknya laki-laki, hanya ia sendirilah perempuan. Mungkin bagi sebagian orang anak perempuan dan laki-laki itu sama saja, tapi tidak di keluargaku. Ada kebanggaan tersendiri yang kami rasakan, saat kami para lelaki memiliki putra yang bisa kami banggakan sebagai penerus keluarga.

“Aku tidak mau dimadu, Mas. Dan keputusanku itu juga bulat! Jika Mas mau menikahi perempuan itu, silakan! Tapi tolong talak aku sekarang juga!” jawab Indah saat itu yang membuatku cukup terkejut. Ia dengan lantang menolak dan meminta bercerai dariku. Huhh! Sombong sekali, Dia!

Andai ia mau dimadu, aku juga akan berbagi adil untuknya dan Retno. Aku juga akan menafkahi bayi perempuan yang tak berguna itu. Tapi bodohnya Indah, ia justru meminta bercerai denganku.

Lihat saja tadi dipasar, sepertinya hidupnya begitu menyedihkan. Wajah kucel dan pakaian lusuh, lebih mirip dengan seorang babu. Wajahnya yang cantik, yang dulu membuatku tergila-gila kini sirna.

Aku dengar dari Mbak Rini, perempuan itu sekarang berjualan gado-gado dan gorengan di depan rumahnya, hanya untuk menyambung hidup. Padahal dulu ia tidak pernah bekerja dan selalu kuberi sebagian gajiku setiap bulanannya, sebesar tujuh juta. Tapi sekarang, ia harus capek-cepek berpanasan di depan kompor hanya demi mengumpulkan uang receh.

“Dasar wanita, tidak tahu bersyukur!” umpatku geram padanya yang jauh disana. Hatiku bergemuruh, aku begitu kesal. Andai saja ia tidak menolak dimadu. Maka hidup kami akan sempurna. Jujur aku akui, aku masih mencintai mantan istriku itu.

“Mas, kenapa masih melamun di situ? Ayo masuk!” ujar Retno. Ia keluar kamar menghampiriku dengan baju tipis yang membuat tubuh dengan perut buncit itu menjadi tampak seksi.

“Kamu belum tidur?” Bukannya menjawab pertanyaannya, aku justru balik bertanya. Istri nakalku ini duduk di sebelahku. Tangannya mulai bermain-main diantara pahaku. Membuat sesuatu di bawah sana terbangun. Kuakui Retno sangat mahir memancing ga*rahku. Walaupun sekarang ia sedang hamil besar, tapi ia masih lincah melayaniku hingga membuatku tak bisa berpaling darinya.

Andai saja Indah mau dimadu, akan sempurna hidupku ini. Satu Istri yang lincah di ranjang dan satu Istri yang cantik dan sangat kucintai.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel