5. Kejora Again
Awal pertemuan itu, bukan berarti cinta"
"Kamu mau kemana?" suara lelaki berumur 10 tahun itu berhasil menghentikan jalannya,
"nama kamu siapa?" pertanyaan itu berhasil menumbuhkan senyuman manis yang membuat lesung pipinya terlihat.
"Rembulan, kamu?" lelaki berumur 10 tahun itu tersenyum dengan manisnya, dia mangusap pipi tembem gadis berusia 8 tahun itu dengan gemasnya. "Iih ... kok di usap sih bedakku!" Gadis itu sangat kesal dengan apa yang dilakukan lelaki di depannya itu.
"Kamu gemesin banget sih, selalu sama aku ya!" Gadis itu mengangguk dan tersenyum.
***
Suara ketukan pintu di kamarnya, menyadarkan Bulan dari tidurnya, yang bermimpi tentang Bintang. Bulan menghela nafas sejenak, dia segera bergegas bangun dari kasurnya yang mempunyai magnet sangat besar.
"Teh, bangun atuh. Ini udah jam 6, kamu kuliah jam berapa?" Suara Bunda tercintanya, membuat Bulan bergegas membuka pintu kamarnya.
"Iya Bun, Teteh mandi dulu" Bulan melakukan semuanya secepat kilat.
Mandi yang dia butuhkan hanya 10 menit, berpakaian ala Bulan, hanya mengenakan kemeja kotak-kotak, celana jeans. Untuk urusan make up, dia hanya menggunakan skincare dan lipbalm saja, rambutnya yang panjang se punggung, dia cepol keatas.
Jangan harap ada dress cantik di lemari Bulan. Dia bukan tipe seperti itu. Dia adalah cewek tomboi, bahkan kedua orang tuanya geleng-geleng kepala.
"Yah, Bun, berangkat dulu ya. Sha, bagi minum dong" Sasha memberikan segelas susu coklat untuk Bulan.
Bulan segera pamit, dan menaiki Meti. Motor matic warna biru kesayangannya itu. Yang di beli dari hasil kerja sampingannya pada Keenan. Sahabat terbaiknya.
"Pagi Bulan sayang" Bulan memandang aneh pada deretan lelaki jones yang berdiri di dekatnya. Ini pada kenapa mereka.
Sebuah pelukan Bulan dapat di lehernya. Siapa lagi kalau bukan Keenan. Lelaki blasteran yang telah menjadi sahabat terbaiknya sejak SMA.
Keenan mengajak Bulan segera masuk ke dalam kelas, mengabaikan para jomblo ngenes di koridor. Membawa Bulan ke kelas dengan memeluk lehernya, sudah biasa bagi mereka, apalagi Keenan.
Bulan telah menjelma sebagai perempuan cantik. Dulu dia tidak pernah sadar penampilan, sekarang telah berbeda. Sejak Bintang membuatnya selalu di bully, dia bertekad akan menjadi cantik.
Menjadi cantik perlu modal yang besar. Meskipun cuma catok rambut ala-ala artis korea pun, biayanya tidak sedikit. Bulan bahkan rela bekerja sebagai waiters di cafe Keenan. Dia bahkan bisa membeli motor matic kesayangannya itu.
Bulan duduk terpaku di tempatnya, kala seorang dosen muda berumur sekitar 33 tahun, masuk dan tersenyum pada seisi kelas. Senyuman yang mampu membuat para wanita berteriak histeris.
"Perkenalkan, nama saya Rangga Adipura, kalian bisa panggil saya Rangga"
Suara bariton itu menggema di ruangan ini. Andaikan ini film kartun, mungkin di mata para perempuan sudah tergambar jelas bentuk hati warna pink dengan denyut-denyut.
Keenan menutup mata Bulan dengan tangannya yang besar. Bulan berdecak sebal, dia bahkan menggeplak tangan Keenan dengan penuh kasih sayang.
"Lo kenapa sih? gue cuma lihat doang, mata gue gak ada lope denyut-denyut" Keenan terkekeh tanpa suara. Dia lupa, jika di sampingnya ini Bulan, perempuan yang susah untuk jatuh cinta.
Persahabatan yang mereka bangun selama 5 tahun saja, tidak ada kata cinta yang terucap dari mereka berdua. Kata manis saja tidak pernah ada. Karena Bulan konsisten dengan hatinya, sahabat itu bukan cinta.
***
Keenan mengajaknya menuju kantin di dekat gedung manajemen. Dia bahkan tidak pernah menginjak kantin ini selama 3 tahun dia kuliah di sini.
"Gue katrok amat ya Ken, kenapa baru ngeh ada kantin beginian" Keenan tertawa terbahak-bahak.
"Eh Bulan desember, lo kalau di ajak ke kantin mana mau sih, pikiran elo tuh cuma belajar-belajar doang. Kapan lo jatuh cintanya?"
Bulan mengabaikan Keenan, dia berjalan memesan minumam boba dengan rasa coklat. Dia duduk bersama Keenan yang membawa bakso pedas 2 porsi untuk mereka berdua.
Di seberang sana seorang lelaki memperhatikan dirinya. Bahkan Bulan tidak peka untuk hal seperti itu. Dia terlalu asyik mengobrol bersama Keenan, dan mengabaikan sekitarnya.
"Tang, ngelihatin sapa lo?" tanya Farel di sampingnya.
"Itu Keenan kan, lha itu siapa sih, cakep bener ceweknya" Raffael ikut menimpali.
"Lo semua lupa? dia Rembulan sabit, yang selalu lo bully Tang" pernyataan Farel membuat Bintang memandang Bulan intens. Ya dia Bintang, Arkana Bintang Pradana. Lelaki yang selalu membully Bulan.
Bintang berjalan mendekati meja Bulan, dia langsung duduk di hadapan Bulan yang sedang menikmati boba. Bulan mendongak menatap seseorang yang ingin dia lupakan, seseorang yang telah membuat tekadnya menjadi kuat, untuk menjadi cantik. Dan seseorang yang pernah menjadi cinta pertamanya.
"Apa kabar Bulan?"
***
Bulan benar-benar tidak menyangka bisa bertemu dengan Bintang lagi disana. Niat hati hanya menemani Keenan makan di sana bersama, tetapi dia harus di pertemukan dengan Bintang. Lelaki terkampret semasa SMA dulu. Dia yang dulu pernah bully Bulan di sekolah. Dan dia juga yang menjadi alasan terkuat Bulan, untuk menjadi cantik.
Bahkan tanpa diminta pun, Bintang sudah duduk di samping Bulan, dan memainkan anak rambut yang menjuntai ke bawah. Bahkan Bulan harus berkali-kali menjauhkan tangan nakal Bintang dari rambutnya.
"Lo apa sih ganggu gue mulu!" Sungut Bulan penuh emosi. Dia rasanya benar-benar diambang batas kesabaran. Kenapa harus bertemu dengan Bintang kembali, disaat hatinya belum bisa benar-benar move on dari Bintang.
Bulan menarik tangan Keenan agar pergi dari kantin ini. Dia sudah mulai jengah dengan tingkah laku Bintang. Tapi Bintang malah menarik tangannya juga, dan menariknya agar duduk kembali. Bintang memasang cengiran khasnya yang mampu membuat emosi Bulan melunjak naik ke ubun-ubun.
"Tetap jadi mainan gue!" Bisik Bintang tepat di telinga Bulan.
"Mata lo, yang gue sobek!" Ancam Bulan. Dia bergegas pergi, sebelum Bintang mengejarnya.
Bintang tertawa terbahak-bahak melihat Bulan seperti itu. Rasanya kuliah kali ini lebih menyenangkan. Daripada tahun-tahun sebelumnya. Bintang kembali ke meja para gengnya berada.
"Lo kenapa deh Tang?" tanya Rion penasaran.
"Nggak papa, kayaknya gue bakalan ada mainan baru," dia tersenyum smirk.
"Bulan maksud lo?" tanya Rafael, dan diangguki oleh Bintang, "gue suka sama dia Tang, gue suka sama Bulan!" Aku Rafael.
Rasanya ada yang aneh pada hati Bintang, saat Rafael mengatakan suka sama Bulan. Seperti ada bagian dirinya yang merasakan tak rela. Tapi Bintang merasa itu hanya ilusi saja, karena mainan barunya itu akan ada yang membela. Bintang mencoba untuk mencari informasi tentang Bulan lewat beberapa akun sosial media miliknya, namun sayangnya, nama Bulan tidak ada disana, dan itu membuat Bintang sangat penasaran.
***
"Kejora kampret, gila, nggak waras!" Serentetan kalimat umpatan keluar dari bibir Bulan. Dia benar-benar merasa geram karena kalimat yang dilontarkan Bintang tadi di kantin.
"Gak usah di ladenin, ada gue yang bisa jagain lo!" Bulan memeluk Keenan, rasanya masih ada seseorang yang peduli padanya.
Bulan membenarkan cepolan rambutnya kembali, dia teringat suatu hal yang membuatnya menoleh pada Keenan yang sedang sibuk dengan hapenya. Kemudian dia melihat sekitarnya, lalu lalang di koridor kali ini di hiasi ah bukan sih, lebih tepatnya di penuhi oleh sederet mahasiswi yang entah bagaimana bisa berjejer dengan rapi di kanan dan kiri. Seperti menyambut orang penting.
"Ken, lihat deh samping lo," bisik Bulan.
Keenan melihat kesamping kanannya, beberapa mahasiswi berjejer rapi disana. "Mereka kenapa sih? nonton konser?" Bulan hanya menggedikkan bahunya tanda acuh.
Seorang lelaki tampan dan matang, berjalan di koridor dan membuat para mahasiswi yang tadi berjejer itu, sekarang menjadi riuh. Seperti ada jumpa fans idol mereka. Bahkan Bulan dan Keenan saling memandang dengan bingung. Ini mereka nggak salah duduk kan ya? ini masih area kampus, apa sudah beralih fungsi sebagai jumpa fans para idol?.
Dia Rangga, bukan Rangga yang film itu bukan. Dia Rangga Adipura, seorang dosen muda yang berusia 33 tahun, masih lajang dan tentunya tampan, rupawan. Histeria para mahasiswi membuat Rangga merasa aneh, dia dosen lho bukan idol korea yang sedang jumpa fans. Bahkan sampai di kerubungi, hanya bertamya pertanyaan basa-basi. Rangga merasa risih, tapi kalau mengabaikan mahasiswi juga tidak mungkin. Dia mengedarkan pandangannya ke segala arah, berharap ada yang bisa membantunya.
Disana ada Bulan dan Keenan yang sedang cekikikan berdua dan memandang hapenya. Ada secercah harapan untuk lepas dari para mahasiswi yang mulai kelewatan. Rangga mencoba mengingat nama kedua mahasiswanya yang ada di ujung sana.
"Rembulan!" Rangga memanggilnya dengan isyarat tangan juga.
Bulan dan Keenan saling pandang, merasa aneh dengan panggilan Rembulan. Bulan menujuk dirinya sendiri, saat Rangga memanggil namanya. Rangga mengangguk bersemangat, dan Bulan menarik Keenan untuk ikut bersamanya menghampiri Rangga yang terbendung diantara para wanita yang memujanya.
"Iya Pak?" tanya Bulan dengan sopan.
"Kamu berdua belum mengumpulkan tugas dari Bu Tiara, tadi beliau titip sama saya," Bulan dan Keenan merasa aneh.
Tugas apa dari Bu Tiara, mereka saja tidak merasa mendapat tugas apapun dari Bu Tiara. Ini sebenarnya ada apa sih. Rangga menarik tangan mereka untuk menghindari para fansnya yang sudah mulai berdesak-desakan, membuatnya hampir kehabisan oksigen.
"Pak, perasaan kami nggak dapat tugas apapun dari Bu Tiara, deh?" Rangga nyengir.
"Maaf ya Rembulan, saya harus gunakan kalian untuk pergi dari terjangan para mahasiswi tadi. Hampir tenggelam rasanya saya disana."
Bulan dan Keenan cekikikan kembali, merasa lucu dengan perumpamaan yang digunakan Rangga. Mereka berdua pamit untuk pulang lebih dulu, masih ada pekerjaan yang menanti. Rangga memandang punggung Rembulan yang semakin hilang di belokan koridor. Dia berbeda dari mahasiswi yang lainnya. Dia bahkan sama sekali tidak tertarik dengan dirinya, tapi mengapa dia yang jadi penasaran dengan Bulan.
"Rembulan, saya akan cari informasi tentang kamu!" Lirihnya.
***
Bulan dan Keenan telah berubah wujud menjadi pegawai coffeshop. Coffeshop ini murni usaha keluarga Keenan. Tetapi Keenan yang di percaya untuk mengelolanya dengan baik. Coffeshop ini memang di desain senyaman mungkin, dengan interior vintage yang membuat siapa saja nyaman dan hangat.
"Ken, waktunya gajian ya?" tanya Bulan dengan polosnya.
"Kampret lo! Kalau gajian aja paling ingat, coba kalau gue suruh hapalin warna favorit gue aja gak pernah ingat!" Sungut Keenan.
"Sangsi gue Ken, lha gue masih suci dan polos gini, lo cekokin yang plus-plus. Lagian warna favorit lo itu, selalu lo pakai jadi warna daleman favorit lo!" Keenan tertaww terbahak-bahak, kemudian menoyor kepala Bulan. "Sakit bego!"
"Selamat datang, silahkan kakak, mau pesan apa?" ucap Keenan seramah mungkin.
"Pesan cappucino 3, milkshake coklat 1, tiramisu 4, dan suruh Bulan sabit yang antar!" Bulan rasanya ingin menimpuk kepala Bintang dengan sapu. Seenaknya saja dia nyuruh-nyuruh dirinya yang antar.
"Total semuanya jadi 150.000 kak, bayar pakai debit apa cash?" Bintang mengeluarkan kartu gold dari dompetnya, dan memberikannya ke Keenan, "silahkan pinnya kak"
Kampret, dia sultan lagi. Batin Bulan.
Keenan dan Bulan menyiapkan pesanan Bintang, dengan serentetan kalimat makian yang dia lontarkan dalam hati. Ini area umum, tidak mungkin juga dia mengungkapkan kalimat makian itu di depan Bintang. Bisa hancur sudah image perempuan baik-baik dari dirinya.
Bulan yang di bantu Keenan membawakan nampan berisi pesanan Bintang tadi. Disana, dia melihat Bintang bersama orangtuanya dan pasangan suami istri dan satu orang anak. Bulan meletakkan nampan itu dengan senyuman ramah, dan menatanya di meja.
"Tunggu Nak, kamu Bulan kan? Rembulan?" tanya seorang wanita paruh baya.
Apalagi ini Tuhan, kenapa hari ini penuh dengan kejutan sih. Batin Bulan.
"Ingat Tante?" Bulan menggelengkan kepalanya, "saya Tante Erna, masa kamu lupa?"
"Maaf banget Tante, tapi saya beneran nggak ingat" ucap Bulan.
"Nggak papa, lagian kita udah lama nggak ketemu juga sih. Tante dulu pernah tinggal di samping rumah Kakek kamu yang di Bandung. Ingat?"
Bulan mencoba mengingat-ingat, mengorek informasi dari otaknya yang lama vakum. Sekelebat bayangan tentang dirinya bermain bersama anak laki-laki berusia 10 tahun, yang akan selalu memanggilnya Rembulan, dan dia akan memanggilnya Bang Kana. Tapi sekali lagi dia tidak bisa mengingat wajah bocah lelaki itu, terlalu gelap. Hanya ada siluet-siluet yang membuat kepalanya dilanda sakit.
"Nggak ingat!" Bulan menggerakkan kepalanya dan berlalu pergi. Tetapi dia masih bertanya-tanya, siapa Kana.
Bulan memegang kepalanya, rasa sakit di kepalanya tidak dapat di bendung lagi. Bahkan dia meneteskan air mata saking sakitnya. Keenan yang melihat Bulan kesakitan, segera mendatanginya dan memberikan Bulan air minum.
"Stop Lan, jangan sakitin diri lo!"
***
