Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

ANAK BARU

Suasana SMA Tunas Permata mendadak ramai, kegaduhan itu berasal dari arah parkir kendaraan lalu merembet sampai masuk ke koridor sekolah.

“Si Bagas sama siapa tuh!” seru seorang siswa.

“Anjir, cantik banget!”

“Kalah si Karina mah!”

“Bidadari!”

“Sekarang gue percaya sama mitologi Yunani, kalo keturunan dewi itu memang beneran ada!”

Mata mereka mendecak kagum, puji-pujian tersebar melihat kedatangan seorang gadis cantik ke sekolah mereka.

“Lo pasti risih,” terka Bagas, cowok ganteng salah satu Most Wanted di sekolah.

Gadis itu mengedik bahu sambil melempar senyum tipis kepada orang-orang yang masih saja menganga melihatnya. “Biasa aja.” jawabnya.

Di sisi lain, Fathan lari tergopoh-gopoh menuju kelas 12 IPA 2 yang berada satu lantai di atas kelasnya. “Woy, oreo!” teriak Fathan di depan pintu. Gadis yang sedang sibuk memoles bedak di wajahnya itu menoleh, mendengus kesal.

“Nama gue Avika! A-V-I-K-A!” jawab gadis itu.

“Bagas selingkuh!” teriak Fathan lagi.

Gadis bernama lengkap Avika Nurania itu melotot, buru-buru memasukan bedaknya ke dalam tas dan berlari menghampiri Fathan.

“Demi apa lo?” tanya Avika.

“Demi alek!”

“Serius setan!”

“Bacot!” kesal Fathan. “Tadi gue liat Bagas jalan sama cewek, kayaknya anak baru deh.”

Wajah Avika memerah, bukan marah tapi hendak menangis. Cepat ia menggandeng tangan Fathan mencari keberadaan Bagas.

“Mereka di mana?” tanya Avika.

“Ruang guru.”

Langkah mereka berhenti tepat di depan ruang guru, ruangan yang paling anti di datangi oleh siswa-siswi kecuali kalau ada keperluan, tapi hari ini mendadak ramai hanya karna rebutan pengen lihat sosok cantik yang ada di sana.

“Permisi, misi, misi!” seru Avika membelah kerumunan, kepalanya ikut melongok dari jendela. Benar! Ada Bagas di sana dan seorang gadis cantik duduk di sisinya.

“Ya ampun, cantik banget,” gumam pelan Avika ikut memuji gadis itu. “Tapi kok berdua sama Bagas!” Ia merengut sedih.

Bel berbunyi, siswa-siswi mulai berangsur kembali ke kelas tanpa terkecuali Avika dan Fathan.

“Cantik banget ya,” seloroh Fathan mesem-mesem, dijawab anggukan pelan dari Avika.

“Ja--jadi, Bagas selingkuh sama dia?” Avika bermonolog, wajahnya tertekuk sedih membuat Fathan mengernyit, ia mengguncang sedikit bahu gadis itu.

“Gue akui itu cewek emang cantik banget jadi wajar kalo Bagas berpaling dari lo.”

“FATHAN SETAN!” maki Avika, cowok itu berkelit, lari sambil cengengesan sebelum Avika beneran ngamuk.

Suasana sekolah mulai sepi, sebagian besar kelas sudah mulai kegiatan belajar mengajar, hanya beberapa kelas saja yang mungkin terdengar ramai karna tak ada gurunya.

“Selamat pagi,” sapa Pak Adi.

“Pagi, Pak,” jawab mereka serempak sembari pontang-panting duduk di bangku mereka masing-masing.

“Ulangan harian kita tunda dulu ya,” lanjut Pak Adi.

“Yess!”

“Aseekk”

“Uhhuuyy!”

“Saranghaeyo, Pak!”

“Jangan berisik!” titah Pak Adi, kepalanya menoleh ke pintu, menjulurkan tangannya menyuruh seseorang untuk masuk.

Gadis yang mendadak viral itu melangkahkan kakinya, semua mata tertuju padanya, pandangan kagum seolah tak pernah melihat cewek cantik. Avika yang sedari tertekuk diam, ikut mendongakan kepalanya, matanya melotot melihat gadis itu.

“Perkenalkan diri kamu,” pinta Pak Adi.

“Selamat pagi,” ucapnya lembut sambil membungkuk sekilas.

“Nama saya Shenina Zeviolla, semoga kita bisa berteman dengan baik,”

“Hai, Shenina,” seloroh beberapa siswa buaya darat sambil melambaikan tangan mereka, melempar senyum yang justru keliatan creepy.

“Silahkan Shenina, bebas mau duduk di mana aja,” kata Pak Adi menyuruh gadis itu mencari kursinya sendiri. Banyak kursi yang kosong tapi Shenina lebih tertarik duduk di depan gadis yang wajahnya terlihat murung sejak tadi. Avika mendengus sebal ketika Shenina menempatkan pantatnya di hadapannya.

“Hai,” sapa Shenina, menoleh ke belakang tempat Avika duduk.

“Hmm,” jawab Avika tak minat.

“Lo Avika? Bener, 'kan?”

Gadis itu melotot. “Kok lo tau?”

“Lo pacarnya Bagas, 'kan?”

“Eh, lo tau dari mana?” heran Avika.

Shenina tersenyum lebar. “Bagas banyak cerita tentang lo.”

“Serius?” wajah Avika berubah semu, matanya berbinar menatap Shenina. Gadis bernama Shenina Zeviolla itu mengangguk, senyumnya tak berubah.

Enggan ngobrol, mereka mulai membuka buku mereka masing-masing, fokus memperhatikan Pak Adi yang mulai menerangkan pelajaran favorit seluruh umat. Sistem reproduksi.

Bel istirahat berbunyi, beberapa siswa mulai berhambur keluar kelas. Avika dan Shenina juga mulai merapihkan alat tulis mereka, memasukannya ke dalam tas.

“Kantin, yuk,” ajak Avika, gadis itu tak merengut lagi. “Tapi nungguin Karina dulu.”

“Karina?”

Avika mengangguk. “Dia bestfriend gue, bakalan jadi bestfriend lo juga. Dia dari pagi di ruang OSIS jadi ketinggalan dua pelajaran deh.”

Shenina manggut-manggut, memilih mengeluarkan ponselnya dan berselancar di sana.

“Eh, minta WA lo dong,” ucap Avika sambil menyodorkan ponselnya. Gadis itu meraih Iphone keluaran terbaru itu, mengetik beberapa angka dan menyerahkannya kembali kepada sang pemilik.

“Eh, betewe kok lo bisa kenal Bagas?” tanya Avika.

“Bagas gak pernah cerita sama lo?”

Avika menggeleng heran.

“Wah, durhaka tuh anak!” seloroh Shenina. “Bagas itu sahabat gue waktu kecil, kita pernah tetanggaan. Cuma setahun terus gue pindah ke Bandung.”

“Ooh,” Avika membulatkan bibirnya.

“Sebulan yang lalu gue baru pindah lagi ke sini, ketemu lagi deh sama Bagas. Kita banyak cerita-cerita.”

“Berarti lo juga sahabatan sama Bima?”

Shenina mengangguk. “Kembarannya Bagas, kan? Dia partner gelut gue.” Shenina terkekeh, mengingat bagaimana dua sahabatnya itu memperlakukannya bagai seorang lelaki.

“Hei, belum ke kantin?” tanya sebuah suara yang baru masuk ke dalam kelas. Spontan mereka berdua menoleh, Shenina tak berkedip memandang gadis itu.

“Anak baru, ya?” tanya gadis itu. “Kenalin, gue Karina,” ucapnya sambil tersenyum tipis.

“Shenina,” balas Shenina sambil menjabat tangan Karina yang terulur.

“Ayo, ke kantin!” titah Avika. “Lo lama banget sih, Kar. Cacing gue udah pada demo.”

Gadis itu meraih lengan Shenina dan Karina, ia berdiri di tengah-tengah menarik gadis itu keluar dari kelas. Di kantin mereka langsung menyantap makanan mereka masing-masing. Semua mata tertuju pada mereka, tiga gadis cantik yang langsung dapat gelar Most Beauty di sekolah itu.

“Gue jadi bingung mau pilih Karina atau Shenina?”

“Cantik semua, anjir!”

“Gue tetep Avika lope lope.”

“Di bantai si Bagas, mampus lo.”

“Karina masih paling the best!”

“Shenina aja dah, cantiknya berdamage!”

Begitulah kira-kira desas-desus yang terdengar di kantin, beberapa dari mereka mengagumi, tak sedikit pula yang malah melontarkan cibiran iri.

“Gak usah risih, ya,” kata Karina kepada Shenina.

“Gak kok,” jawab Shenina.

“Sebelum ada lo, Karina itu paling cantik di sekolah ini tapi karena sekarang ada lo jadi lo yang di incar buaya darat di sini,” sanggah Avika sambil mengunyah bakso di mulutnya. Shenina terkekeh pelan, lanjut memakan mie ayam dihadapannya.

“Cowok lo mana?” tanya Karina pada Avika.

Gadis itu mengedik bahu. “Kantin belakang kayaknya, di sana kan bisa ngudud.”

“Bagus deh jadi gak ngerusuh,” jawab Karina datar.

Shenina terdiam, sesekali matanya berkeliling memandangi seisi kantin seolah mencari sesuatu. Yaa, gadis itu memang mencari sesuatu, sesuatu yang membuat ia memilih SMA Tunas Permata sebagai tempat terakhirnya melanjutkan hidup.

Melanjutkan hidup yang seharusnya menjadi haknya sebagai seorang anak, melanjutkan hidup yang memang seharusnya ia jalani sebagai gadis remaja pada umumnya. Bukan hidup yang memaksanya menahan rasa sakit yang teramat dalam.

Matanya terus berputar sampai akhirnya ia terpatri pada satu sosok yang memang menjadi incarannya di sini.

*****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel