Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 1 – Kaisar Tengkorak

Queenza berlari di antara pepohonan sambil sesekali menoleh ke belakang. Napasnya terengah dan ia begitu haus. Namun dia tidak bisa berhenti. Orang-orang—atau lebih tepatnya makhluk-makhluk—itu akan membunuhnya.

Tidak!

Itu tidak akan terjadi. Menyerah kalah bukanlah pilihannya. Tidak peduli walau dirinya begitu lemah dibanding mereka. Tidak peduli walau mereka bisa meremukkannya dengan mudah. Dia akan terus berjuang menyelamatkan diri, sampai Malaikat maut sendiri yang turun tangan merenggut nyawanya.

KRAAAAK.

“Akh!”

Queenza memekik tatkala dahan pohon besar di hadapannya patah dan nyaris menimpa dirinya. Dia berlari lebih cepat, berbelok ke arah pepohonan yang tumbuhnya lebih rapat.

Sling.

KRAKK.

Cahaya putih aneh lewat di atasnya lalu menghantam batang pohon hingga tumbang. Gadis itu melompat ke samping untuk menghindar, membuat dirinya sendiri jatuh karena tersandung akar pohon. Bersamaan dengan itu, pohon tadi menghantam tanah hingga menimbulkan suara mengerikan di antara gelapnya malam.

“Ugh!”

Gadis itu meringis saat merasakan pedih mendera lengannya. Akar pohon yang membuatnya jatuh juga berhasil mengiris kulitnya, menciptakan luka panjang yang mulai mengeluarkan darah segar.

“Hmm, manis sekali baunya.”

Takut?

Tentu saja dia takut. Bahkan tubuhnya sampai bergetar saking takutnya. Tapi dia tetap tidak akan menyerah. Secepat yang Queenza bisa, dia berdiri dan kembali berlari.

Di tempat Queenza tadi jatuh, dua pria berbadan besar tertawa geli melihat perjuangan gadis itu untuk melindungi diri. Salah satunya yang berbadan hitam legam membungkuk, mencolek darah Queenza yang menempel di akar pohon lalu menegakkan tubuhnya kembali seraya membaui aroma darah di ujung jarinya.

“Hmm, benar-benar manis. Aku tidak pernah mencium bau darah selezat ini.” Dia memasukkan ujung jarinya ke dalam mulut lalu memejamkan mata dengan ekspresi nikmat.

Temannya yang keseluruhan matanya berwarna merah seperti darah tersenyum miring. “Sudah saatnya kita berhenti main-main. Kita harus segera menangkapnya sebelum didahului makhluk lain.”

Si hitam legam membuka mata seraya mendesah nikmat. “Sayang sekali, kau benar. Padahal aku masih ingin lebih lama menikmati sensasi berburu.”

“Sudahlah. Ayo segera tangkap dia.” Tanpa menunggu temannya, si pria bermata merah melesat bagai anak panah. Jelas sekali dia bukan manusia. Mereka berasal dari bangsa Ogre, salah satu makhluk non-manusia yang suka makan daging makhluk lainnya.

Pria yang satunya tersenyum geli. Dia juga bersiap mengejar si mata merah. Namun tubuhnya membeku saat merasakan sesuatu. Aliran energi merambat di dalam tubuhnya, membuat dia merasa lebih segar. Tanpa perlu berpikir panjang, dia tahu dari mana asal energi itu.

Hmm, ternyata rumor mengenai gadis itu benar. Darahnya yang terasa lezat memiliki kekuatan tersembunyi. Hanya dengan mencecap sedikit, dia sudah merasakan energi seperti ini. Apalagi kalau dia bisa menghisapnya hingga kenyang. Mungkin dia akan memiliki kekuatan besar.

Perlahan, senyum licik tersungging di bibir pria bertubuh hitam legam. Kalau memang benar begitu, untuk apa berbagi? Sepertinya dia terpaksa menyingkirkan si mata merah begitu gadis berdarah manis itu tertangkap.

Di sisi lain, Queenza masih terus berlari. Tubuhnya semakin terasa letih, bernapas mulai menyakitkan, dan tenggorokannya begitu kering. Namun dia harus bertahan.

Sedikit lagi, Queenza. Sedikit lagi! Ia menyemangati diri sendiri meski tidak tahu di mana dia akan bersembunyi dalam hutan gelap ini.

Tiba-tiba bayangan putih melesat di depan Queenza. Gadis tujuh belas tahun itu terbelalak ngeri. Makhluk apa lagi yang ditemuinya kali ini. Hantu penunggu hutankah? Atau makhluk jenis lain yang juga mengincar dirinya? Oh, dosa apa yang sudah Queenza perbuat hingga dirinya dihukum berada dalam situasi ini?

Dalam keadaan takut yang kian meningkat, Queenza masih terus berlari. Dan anehnya, bayangan putih itu juga terus berlari beberapa meter di depan Queenza. Jika diperhatikan lebih seksama, makhluk itu tidak seperti hantu. Badannya kecil seukuran kucing dan diselimuti bulu putih yang terlihat amat lembut bagai kapas.

Seolah sadar dirinya diperhatikan, makhluk itu menoleh sekilas ke arah Queenza tanpa menghentikan larinya. Meski jarak mereka cukup jauh, Queenza merasa makhluk itu sangat lucu dan menggemaskan. Sama sekali tidak terlihat jahat seperti makhluk-makhluk yang sebelumnya ditemui Queenza. Mungkin dia sejenis hewan. Tapi hewan apa? Kucing? Anjing? Kelinci? Atau perpaduan ketiganya?

Belum sempat menemukan jawaban, mendadak makhluk ini berbelok ke arah kiri lalu melompat-lompat di tempat sambil menatap Queenza. Langkah Queenza melambat. Rasa penasaran menggayuti hatinya di antara deru napas yang memburu.

Apa hewan lucu itu ingin Queenza mengikutinya? Tapi bagaimana jika ini jebakan? Mungkin hewan itu suruhan seseorang atau sesuatu di sana. Bisa saja dia sengaja ingin memancing—

KRAKKK.

Suara dahan patah mengagetkan Queenza. Tanpa pikir panjang lagi, dia kembali berlari. Kali ini ke arah hewan berbulu itu. Mungkin ini pilihan bodoh. Tapi itu lebih baik daripada dia terus berlari tak tentu arah dan tujuan.

Begitu Queenza menuju ke arahnya, makhluk itu kembali berlari. Belum juga lima menit berlalu, refleks Queenza berteriak ketika tanah yang ia pijak amblas dan iapun terperosok ke dalam jurang yang dalam.

“KYAAAAA!”

BRUKK.

Bugh.

Tubuh Queenza diam tak berkutik begitu ia mendarat di dasar jurang. Namun dia tidak pingsan. Sekujur tubuhnya terasa amat nyeri karena beberapa kali terbentur bebatuan tajam di dinding jurang dan akar-akar pohon yang mencuat.

“Aku mendengar suaranya di sekitar sini. Apa mungkin dia jatuh ke dalam jurang?”

Samar Queenza mendengar suara itu dan yakin bahwa mereka adalah makhluk yang mengejarnya. Dalam kondisi mengenaskan dengan tubuh penuh luka seperti sekarang, Queenza sadar dirinya harus bergeser agar tidak terlihat dari bibir jurang.

Mengerahkan sisa tenaga yang ia punya, Queenza memaksa diri untuk duduk lalu menggeser tubuhnya agar menempel di dinding jurang yang tidak tertimpa cahaya bulan. Dan saat itulah tatapannya mengarah pada kerangka manusia yang berada tepat di tengah jurang sempit yang lebih menyerupai sumur.

Queenza menelan ludah ngeri dan bulu kuduknya meremang. Ternyata tadi dia jatuh tepat menimpa tulang belulang itu. Bahkan bagian mulut tengkoraknya kini ternoda darah Queenza yang mengalir dari lengan.

Sebelum percaya bahwa makhluk sejenis vampir memang ada, Queenza sudah percaya bahwa hantu atau roh hidup berdampingan dengan manusia. Karena itu dia selalu menghindari tempat keramat dan pemakaman. Takut tiba-tiba makhluk jenis itu muncul lalu mengganggunya.

Dan lihat dirinya sekarang. Malah terjebak di sebuah sumur dengan kerangka manusia yang masih utuh meski sudah ditindih tubuh Queenza. Jika arwah orang itu sampai marah karena kehadiran Queenza, bisa-bisa dia mengikuti dirinya terus untuk mengganggu.

Baru beberapa detik berlalu sejak Queenza menyadari keberadaan tulang belulang itu, matanya terbelalak karena mendadak kerangka itu bergerak. Nyaris saja Queenza berteriak tapi buru-buru dia membekap mulutnya sendiri dengan kedua tangan. Bahkan kali ini setetes air mata Queenza mengalir karena perasaan takut yang menguasai dirinya.

“Dia memang di bawah sana.”

“Sial! Hewan berbulu ini menghalangi jalanku.”

“Tangkap lalu makan saja.”

“Tapi dia sangat gesit.”

Lalu hening. Tidak ada lagi suara dari atas. Kini perhatian Queenza tertuju sepenuhnya pada kerangka manusia yang tampak mengerikan itu. Dia berusaha tidak bergerak sama sekali, bahkan tanpa sadar menahan napas agar jin, setan, tengkorak, atau apapun itu tidak menyadari keberadaannya.

***

Manis.

Darahnya sungguh lezat.

Itu adalah hal pertama yang dipikirkan Kingsley begitu terjaga dari tidur panjangnya. Perlahan kegelapan yang sebelumnya menyelimuti pandangannya memudar, digantikan cahaya lembut sang rembulan yang menyinari tempatnya berbaring.

Sial! Ternyata bukan sekedar tempat berbaring. Tempat ini adalah kuburannya. Dan—lihat dirinya sekarang. Tangannya yang terangkat di depan wajah hanya berupa tulang belulang. Terlihat begitu menjijikkan. Memangnya berapa lama dirinya tertidur? Sepuluh tahun? Lima puluh tahun? Atau sudah lebih dari seratus tahun?

Kingsley bangkit dari posisi berbaringnya seraya memperhatikan seluruh tubuh. Apanya yang tubuh? Seluruh bagian dirinya hanya tersisa tulang. Pasti para cacing dan binatang pemakan bangkai di sini berpesta pora menikmati tubuhnya.

Gerakan kecil itu menarik perhatian Kingsley. Dia menoleh, mendapati seorang wanita duduk meringkuk di sisi terjauh darinya, diselimuti kegelapan yang tak tersentuh cahaya bulan. Mata wanita itu membelalak ngeri, sementara kedua tangan membekap mulut, seolah meredam jeritan.

Seketika, mulut Kingsley yang hanya berupa kerangka tulang bergerak seolah sedang tersenyum. Wanita itu yang telah membangunkannya menggunakan darahnya. Dan dengan darahnya juga bisa membuat tubuh Kingsley kembali utuh. Tapi sayang, dengan menghisap darahnya, kekuatan Kingsley akan diserap oleh si wanita. Hanya satu hal yang bisa membuat kekuatannya kembali. Dengan bercinta. Seperti dulu…

“Queenza.”

Mata wanita yang ia panggil Queenza itu terbuka semakin lebar. Tampak jelas kaget mendengar Kingsley menyebut namanya. Yah, Kingsley sendiri kaget dia bisa bicara dalam kondisi tubuh yang seperti ini.

“Kenapa kau terlihat takut begitu? Tidak seperti saat terakhir kita bertemu.” Kalimat terakhir itu Kingsley ucapkan dengan nada sinis. Ingat betul mata Queenza menyala terang saat menancapkan belati bernoda darah di punggungnya.

Kening Queenza berkerut tidak mengerti. Apa yang tengkorak itu bicarakan?

Ah, tapi terserahlah. Queenza tidak peduli. Setidaknya tengkorak itu tidak berniat langsung membunuhnya seperti mereka. Dia bahkan tahu namanya. Mungkin dia tengkorak sakti yang bisa membantu Queenza seperti dalam film.

Perlahan Queenza menurunkan tangannya yang semula menutup mulut. Berusaha bersikap berani menatap dua rongga kosong di kepala tengkorak itu yang seharusnya merupakan tempat mata.

“Hmm, Tuan Tengkorak. Aku tidak—”

“Apa kau bilang?!” suara Kingsley meninggi. “Lancang sekali kau menyebut kaisar tampan ini tengkorak.”

Queenza beringsut semakin merapatkan punggung di dinding sumur. Walau rupa tengkorak hidup di depannya tetap sama meski sedang marah, tapi nada tingginya membuat Queenza gentar. “Tampan?” gumam Queenza pada dirinya sendiri. “Kalau seperti itu dibilang tampan, jeleknya lagi seperti apa?”

“Hei, hei Queenza. Aku dengar ucapanmu.” Tulang-tulang yang membentuk kerangka tangan Kingsley bergerak menunjuk Queenza dengan kesal.

BRAAKKK.

“Akh!” Refleks Queenza memekik kaget mendengar suara keras dari atas sumur.

Tengkorak Kingsley mendongak, menantang cahaya bulan yang bersinar tepat mengenai dirinya. “Sepertinya bangsa Ogre,” gumam Kingsley.

“Apa itu sejenis vampir?” Queenza tidak bisa menahan diri untuk bertanya. Entah mengapa ada perasaan aman ketika bersama tengkorak ini. Seolah dalam diri Queenza yakin tengkorak itu bisa melindunginya.

Kingsley kembali menatap Queenza dengan perasaan kesal. “Kau pasti lahir kembali.”

Lagi-lagi kening Queenza berkerut, teringat salah satu film drama yang pernah ia tonton. “Maksudmu aku adalah reinkarnasi seseorang di masa lalu?”

“Bukan reinkarnasi karena kau tidak bisa mati. Tapi kurang lebih seperti itu.”

“Aku tidak bisa mati.” Queenza menggumam pelan, seolah berusaha mencari makna dari kalimat itu.

“Ah, sudahlah.” Kingsley mengibaskan jemarinya dengan malas. Gerakan sederhana namun berhasil membuat Queenza melotot ngeri karena tulang-tulang itu seolah akan lepas saat bergerak. “Berhenti menatapku seperti itu atau aku akan memperkosamu.”

“Memangnya kau bisa?” refleks Queenza bertanya dengan pandangan yang mengarah turun ke bagian di antara tulang paha Kingsley.

Kingsley mengikuti arah pandang Queenza lalu buru-buru berdiri untuk menyembunyikan perasaan malu. “Tentu saja aku bisa. Akan kubuktikan nanti. Tapi sekarang aku harus membantu Mochi dulu.”

“Mochi?”

Tanpa menjawab pertanyaan Queenza, Kingsley mendongak menatap langit malam. Beberapa saat kemudian, terasa angin lembut berhembus, berputar mengelilingi kerangka tulang Kingsley, lalu mengangkatnya ke atas, keluar dari jurang yang menyerupai sumur itu.

Queenza memperhatikan hal itu dengan takjub, dalam hati mengakui kehebatan si tengkorak. Untuk pertama kalinya sejak mengetahui bahwa makhluk mitos benar-benar ada, dia merasa aman. Dan pemikiran itu membuat rasa kantuk menguasai diri Queenza.

Hmm, berapa lama sejak terakhir dirinya tidur nyenyak? Dua minggu lalu? Tiga bulan lalu? Atau satu tahun lalu sebelum Queenza bertemu makhluk mitos mengerikan untuk pertama kalinya?

“Sepertinya tidak apa-apa kalau aku memejamkan mata sebentar,” gumam Queenza pada dirinya sendiri seraya berbaring di atas tanah yang semula menjadi makam bagi Kingsley.

Tidak ada lagi rasa takut, tidak ada lagi perasaan khawatir. Saat ini yang Queenza rasakan hanya kantuk yang amat sangat dan keinginan untuk tidur. Perlahan tapi pasti, Queenza membiarkan alam mimpi menyeretnya semakin jauh.

---------------------------

♥ Aya Emily ♥

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel