Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7. Mencium Bibir perjaka

Wajah Zha terlihat sedikit muram ketika menatap sebuah foto dirinya lengkap dengan seragam sekolah itu, dia duduk bersandar di kursi hitam di dalam kamarnya. Kemudian mata tajamnya menerawang jauh ke masa sulitnya dulu.

"Heh....anak pelacur! Sebenarnya kami tidak suka melihatmu bersekolah di sini. Tapi karena kau pintar kami akan menerima mu sebagai teman dengan satu catatan. Kerjakan semua tugas kami." seorang siswi cantik melempar buku tebal ke arah Zha.

Zha tidak menjawab sedikit pun melainkan melangkah pergi tanpa mempedulikan mereka.

"Hei... sialan kau. Miskin belagu..!!!" teriak siswi itu kesal melihat Zha tak mempedulikannya.

Zha masih saja melangkah, memasuki sebuah ruang perpustakaan.

Ia memilih untuk tidak memikirkan ucapan mereka yang setiap saat menghinanya. Tangannya meraih sebuah buku fisika dan memilih bangku untuk duduk sekedar ingin membaca buku yang sudah ia genggam itu.

"Kau yang di sebut anak pelacur itu ya.?" seorang siswa tiba tiba duduk di hadapan nya. Zha tidak menoleh sedikit pun.

"Lihat aku jika aku sedang bicara.!!" Siswa laki laki itu membentaknya.

Zha mendongak menatap siswa itu yang ternyata ketua OSIS yang disegani di sekolah itu.

"Kau bicara padaku.?"

"Ya, aku sedang bertanya. Apakah ibu mu seorang pelacur.? Gosip yang ke dengar demikian."

"Apa aku perlu menjawab nya?" Zha bangkit dari duduknya dan melangkah.

"Tunggu..!!" suara siswa itu membuat Zha menghentikan langkahnya.

"Ternyata anak seorang pelacur seperti mu bisa sombong juga ya.?" ucap siswa itu tepat di belakang telinga Zha.

Darah Zha mulai mendidih, tangannya terkepal keras.

"Dasar anak pelacur..!!"

Buggg....!!!!

Satu tendangan kaki Zha mengenai perut siswa itu hingga terpental menabrak dinding.

**Jleb.....!!!

Zha** menusuk kan sebuah pena tepat di dada kiri siswa itu dan menekannya hingga darah segar mengucur dari dada Siswa laki laki itu.

"Arrghh...!!" siswa itu mengerang kesakitan.

"Sekali lagi kau bicara seperti itu, pena ini akan tertancap di bola matamu.!!" tatapan tajam Zha membuat siswa itu sangat merasa takut, tak berhenti disitu Zha menendang lagi siswa itu hingga tersungkur ke lantai. Para siswa dan siswi yang mendengar teriakkan langsung lari menghampiri.

Tidak ada yang berani mendekat melihat Zha sudah mencengkeram ketua OSIS mereka dengan darah yang menetes di lantai. Melihat banyak murid yang sudah berkumpul di sana , Zha melepaskan cengkeraman nya dan melangkah pergi. Mereka hanya bisa memandang langkah kaki Zha. Ketakutan pada Zha mulai ada di hati mereka terlebih Cesilia siswi yang sering sekali menghina Zha , bahkan sering mengerjainya.

"Ternyata dia seorang pemberani. Ketua OSIS kita yang terkenal hebat saja bisa dilawannya dengan mudah." bisik bisik mereka.

Sejak hari itu, Zha tidak ingin lagi bersekolah. Ia memilih untuk tidak melanjutkan pendidikan. Sekolah adalah hal yang sangat di bencinya. Padahal ini bukan lah sekolah pertama nya, Zha sudah tiga kali berpindah sekolah. Karena seringnya di bully dan di hina Zha yang tidak bisa menahan diri ,ia sering melukai mereka yang menghinanya. Skor sering di terimanya dan surat panggilan untuk orang tua pun menumpuk tapi Zha tidak menyampaikan pada Ibunya.

Seperti pagi biasa nya Zha berangkat sekolah, tapi bukan ke sekolah melainkan menemui sahabatnya yang selain dekat dengannya juga tempatnya berbagi kesedihan. Elang , sahabat laki laki Zha yang sudah bersahabat sejak mereka kecil. Orang pertama yang memperkenalkan Zha pada Tuan Poso paman Elang sendiri yang ternyata ketua mafia daerah barat. Dari perkenalan mereka Tuan Poso begitu tertarik pada mata tajam Zha dan kelincahan tangan Zha. Pada akhirnya Zha sendiri pun tertarik pada Tuan Poso dan memintanya untuk mengajarkan berbagai hal. Dari cara berkelahi menembak dan membunuh Zha pelajari di sana. Ibunya, tentu saja tidak pernah mengetahui apa yang di lakukan Putrinya.

Zha menjadi anak didik kesayangan tuan Poso bahkan melebihi Elang. Tuan Poso begitu menyukai Zha dan mendidiknya dengan sangat antusias. Siapa yang menyangka jika Zha akhirnya menjadi seorang gadis mafia yang sangat ditakuti di usia mudanya.

Perannya sebagai pembunuh bayaran pun dapat di andalkan. Hingga pada suatu hari Tuan Poso tewas terbunuh oleh ketua mafia lain nya , dan Zha bisa membalaskan dendamnya. Membunuh kembali pembunuh Tuan Poso dan merebut wilayah kekuasaan mereka.

Beberapa tahun sebelum Zha di tetapkan sebagai pembunuh bayaran dan bagian dari mereka, Zha mendapat hadiah sebuah buku dan komputer dari Tuan Poso, yang terus di pelajari Zha di ruang pribadinya.

Sebuah buku yang tidak satu pun yang mengetahui tentang apa isinya.

Deru nafas Zha terdengar berat, mengusap wajahnya seperti ingin melupakan kenangan kenangan sulitnya dimasa dulu dan memilih melangkah keluar kamarnya.

"Nona Zha.!"

"Antar aku keluar."

Elang pun melangkah mengikuti langkah kaki Zha.

Zha menuruni mobil yang di kendarai Elang, kemudian mobil itu meninggalkan Zha sendirian di tempat itu.

Zha memilih duduk di sebuah trotoar , sejenak seperti sedang memikirkan sesuatu lalu tersenyum tipis.

"Hanzero, nama yang bagus. Benar kah dia orang jahat.? Ah, kenapa aku tidak menyelidiki nya dahulu dan sudah berada disini.?" Zha berbicara pada dirinya sendiri .

" Tapi aku ingin tau, apa yang bisa Alex berikan padaku jika aku berhasil membunuhnya?"

Kini Zha melangkah dan berhenti di depan Gedung Perusahan Samudra, matanya terus menatap lurus ke depan di saat seorang pria tengah melangkah keluar dari sana. Zha mulai merogoh saku nya dan merentangkan tangannya.

Dalam hitungan detik ke satu dua tiga.

"Hanz...!!" wanita itu tiba tiba muncul dengan sedikit berlari menghampiri pria tersebut.

Seketika Zha menurunkan tangannya.

"Tante Azka.!! Astaga..!! Jadi.." Zha memundurkan langkahnya.

"Azka, kenapa tidak memberitahuku dulu jika mau kemari.? Hampir saja aku pergi mencari makan siang."

"Hanz, aku tadi tidak berniat kemari. Tapi karena Azze datang , aku memintanya untuk mengantarku." jawab Azka.

"Kemana dia sekarang, ?"

"Ada di luar sana , sedang menunggu temannya."

"Biarkan saja, apa kau membawakan makan siang untuk ku Azka.?"

"Tentu saja , kau pikir untuk apa aku datang ke kantormu.?" jawab Azka masih dengan nada memanjanya.

"Baiklah, kalau begitu temani aku makan siang. Ayo masuk.." Hanz menggenggam tangan istri nya dan membawa nya kembali melangkah masuk.

"Nona, apa yang anda lakukan disini."

Zha tersentak , sebuah tepukan ringan seorang satpam mengagetkan nya.

Reflek Zha menusuk kan dua jari nya di leher bagian kanan satpam itu hingga mengakibatkan sang satpam tiba tiba ambruk.

"Sial..!!" umpatnya.

Zha mengambil langkah seribu ketika melihat beberapa satpam hendak menghampirinya.

Zha terus berlari dan membuka paksa sebuah mobil yang masih terparkir di tepi jalan.

"Hei, siapa kamu.!!" pemilik mobil terlihat terkejut melihat Zha yang langsung duduk di sampingnya.

"Diam.!" Zha langsung membuka jaketnya.

"Kau sudah gila ya.. masuk mobil orang sembarangan!" teriak pemuda pemilik mobil masih dengan rasa keheranan.

"Diam lah!" Zha menempelkan moncong pistol ke perut pemuda itu.

"Kau mau merampok ku.?" tangan pemuda itu dengan cekatan menepis pistol milik Zha, namun tak semudah yang di bayangan pemuda itu , Zha membekuk tangannya dengan begitu mudah.

"Turuti mauku atau kau akan berakhir hari ini.!" pemuda itu hanya bisa diam dan pasrah ketika Zha menarik tengkuknya hingga membuat tubuhnya berposisi di atas Zha dan tiba tiba gadis itu mencium bibirnya sementara pistol masih setia menempel di perutnya.

"Tuan.!" suara ketukan dari luar pintu mobil terdengar berkali kali.

"Katakan sesuatu agar dia pergi." bisik Zha masih merengkuh kepalanya.

Dengan terpaksa pemuda itu membuka kaca mobil masih dengan posisi tubuhnya direngkuh tangan Zha.

Satpam yang mengetuk pintu mobil itu langsung memundurkan langkahnya , sedikit menangkap adegan mereka.

"Maafkan saya Tuan muda, saya tidak bermaksud mengganggu tuan muda Halilintar. Saya hanya sedang mencari seseorang yang mencurigakan tadi." satpam itu segera melangkah pergi.

Setelah memastikan satpam itu pergi Zha langsung mendorong kuat tubuh Halilintar.

Kedua mata itu saling bertemu.

"Kau, kau wanita gila. Kau penjahat ya..!!" Halilintar mengusap bibir nya yang masih basah oleh Zha. Ia kembali menatap Zha, wajah yang tidak asing baginya.

Zha tersenyum miring.

"Ternyata kau tuan muda Halilintar, maaf sudah merepotkanmu. Terimakasih atas bantuan nya."ucap Zha segera membuka pintu. Tapi tangan Halilintar langsung menahan lengan Zha.

"Tunggu...!! Mau kemana kau? Enak saja hanya meminta maaf!"

Zha segera menepis tangan Halilintar dan meloncat turun lalu pergi begitu saja sesaat setelah menyambar jaketnya.

"Hei... Kau sudah mengambil ciumanku, dan pergi begitu saja. Hei....!!! Dasar cewek gila.!" umpat Halilintar yang tidak di peduli oleh Zha.

"Wajah itu, aku seperti sudah pernah melihatnya. Tapi di mana.?"

Halilintar terlihat berpikir keras untuk mengingat wajah wanita aneh yang tiba tiba masuk menodong nya itu, lalu dengan seenaknya mencium bibir perjaka nya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel