Bab 6. Pemindahan.
Pagi itu, setelah menghubungi seseorang Zha kembali mengendari mobilnya seorang diri. Hingga beberapa waktu lamanya mobilnya berhenti di depan sebuah markas besar milik Klan Poison Of Death yang kini sudah di kuasai olehnya.
Dan nama Poison Of Death adalah nama pemberian Zha sendiri pada Markas dan kelompok Klannya yang berarti Racun kematian. Langkahnya segera di sambut beberapa pria berpakaian hitam yang langsung menunduk hormat padanya.
"Nona , silahkan." ucap seseorang mendampingi Zha berjalan memasuki sebuah ruangan khusus di mana di sana sudah ada Elang yang menunggunya.
Zha tanpa senyum atau ekspresi sedikit pun melangkah mendekati seorang pria yang tak lain adalah Afrizal yang terikat dan masih saja terduduk di lantai.
Zha mengangkat dagu Afrizal, "Apa kau menyerah dan mau mengakui kekalahanmu.?"
Afrizal tersenyum sinis." Kau pikir aku harus menyerah pada bocah ingusan seperti mu. Cihhh..!!" Pria itu meludah mengenai pipi Zha.
Zha bangkit dan mengusap pipinya. Brukkk...!!
Kaki kanan Zha mendarat di wajah Afrizal mengakibatkan pria itu tersungkur.
"Bangun bajingan ! Kau masih saja sombong.!" Zha mencengkram bahu Afrizal dan mendudukkannya kembali.
"Bunuh saja aku jika kau benar benar mau!" teriak Afrizal.
"Tidak semudah itu, aku belum puas bermain dengan mu." Zha membalikkan wajahnya menatap Elang dan beberapa anak buahnya yang terkekeh menertawakan Pria malang di hadapan mereka itu.
"Putar layar itu.!" perintah Zha pada Elang yang segera memutar layar kaca besar di belakang mereka.
Layar itu pun hidup dan memunculkan sebuah rekaman live streaming di sana. Nampak seorang wanita yang tengah hamil yang sedang bercanda ria dengan dua anaknya.
"Bedebah..!! Jangan menyentuh mereka. Bunuh saja aku .!!!." teriak Afrizal frustasi ketika melihat video anak dan istrinya.
"Lakukan sesuatu untukku dan aku akan melepaskan mereka." senyum licik berkembang di bibir Zha, ia mengeluarkan sebuah kertas dari balik jaketnya dan merogoh pena dari sakunya.
"Tanda tangani ini atau anak buah ku akan memecahkan ketiga kepala itu di sana." ucap Zha.
Dengan kedua tangan yang masih terikat di depan dan nampak bergetar hebat Afrizal mau tidak mau menanda tangani kertas itu tanpa berpikir untuk membacanya terlebih dahulu.
Zha tersenyum meraih kembali kertas yang sudah di tanda tangani oleh Afrizal itu lalu melangkah.
"Gadis pecinta Asap. Kau boleh membunuh ku, tapi ku mohon tepati janji mu untuk melepaskan keluarga ku." ucap Afrizal sebelum Zha benar benar melangkah pergi.
Zha menoleh dan memiringkan senyum nya. "Aku bukan tipe manusia yang suka ingkar janji." sahut nya lalu melangkah pergi di ikuti oleh Elang.
"Apa yang akan kita lakukan pada pecundang itu Nona.?" ucap Elang.
"Suruh Anak buah mu melepaskan nya, tidak perlu membunuhnya. Ia akan lebih tersiksa menikmati sisa hidupnya tanpa harta sedikitpun."sahut Zha Melangkah keluar markas, Elang hanya bisa menatap langkah Zha.
"Hanya begitu saja. Ah, terlalu ringan memberi hukuman.?" Pikir Elang.
Selama ini biasanya Zha akan menyiksa dahulu musuh yang sudah berani mengkhianatinya, lalu berakhir dengan mencabut nyawanya, namun kali ini Zha hanya meminta tanda tangan bukti pemindahan semua aset perusahaan milik Afrizal ke tangan Zha. Dan menyuruh melepasnya begitu saja.
&&&&&&&
Seorang pria mengetuk pintu rumah sederhana itu berkali kali hingga seseorang membuka kan pintu.
"Selamat siang.? Apakah anda Nyonya Riana.?" tanya pria itu.
"Benar , anda siapa ya..?" jawab Riana pemilik rumah itu melirik mobil mewah yang terparkir tepat di depan rumahnya.
"Saya suruhan Nona Zha , untuk menjemput Nyonya. Nona Zha menginginkan anda dan Putri anda pergi menemuinya." ucap pria itu menjelas kan membuat Riana memundurkan langkah nya dengan penuh curiga.
"Zha? Bagaimana mungkin.?"
Pria itu merogoh Ponselnya yang berdering dan segera mengangkat panggilan video di Ponselnya.
"Nyonya, Nona Zha ingin berbicara dengan Anda." pria itu mengulurkan ponselnya.
Dengan ragu Riana menerimanya.
"Bibi... segeralah kemari. Aku sedang menyiapkan sesuatu untuk mu. Itu temanku yang menjemput mu. Aku sedang sibuk dan tidak ada waktu untuk menjemputmu sendiri." ucap Zha dari panggilan video itu nampak seperti sedang berada di dalam mobil.
"Ah, baik lah Zha, kalau itu mau mu." jawab Riana mulai sedikit percaya.
"Bagaimana Nyonya, bisakah anda bersiap sekarang.?" tanya pria itu.
"Aku harus menunggu adik Zha pulang sekolah dulu baru bisa pergi." jawab Riana.
"Kita bisa sekalian menjemputnya Nyonya." ucap Si pria yang tak lain ada lah Erwan Orang kepercayaan Zha.
"Apa tidak merepotkan mu Tuan.?" Riana menatap heran pada pria gagah dan tampan yang seperti nya baik hati dan sangat peduli dengan keluarganya itu.
"Ini sudah menjadi tugas saya Nyonya.?"
"Tugas,..? Tugas bagaimana.?" Riana semakin bingung.
"Silahkan Nyonya, kita sudah terlambat." pria itu segera membuka pintu mobil belakang tanpa menjawab pertanyaan Riana.
Mau tidak mau Riana hanya bisa menuruti pria itu dengan duduk manis di jok belakang.
Selama di perjalanan tak hentinya Riana memikirkan Pria di depannya itu.
Apa dia kekasih Zha, ah.. Mana mungkin Zha mempunyai kekasih setampan dan setajir ini.? Tapi kalau benar, baguslah. Zha ternyata kau gadis yang beruntung.
Tak lama mobil mereka berhenti di depan sebuah sekolahan menengah atas bertepatan dengan para murid yang sudah berhambur keluar tanda jam pulang mereka. Erwan membuka pintu dan keluar dari mobil, setelah ia melihat sosok yang ia cari, Erwan segera menghampirinya.
"Nona Lea..!" yang di panggil namanya langsung menoleh. Merasa tak mengenali Lea nampak terlihat bingung.
Namun suara Riana dari dalam mobil di sebrang sana membuat Lea langsung berlari menghampiri sang ibu.
"Ibu, sedang apa di sini, ini mobil siapa.?"
"Cepatlah naik , kita akan menemui kak Zha." sang ibu segera menarik lengan Lea ,sementara Erwan sudah siap di depan menginjak gas. Mobil itu melesat begitu cepat membawa Riana dan Lea menuju sebuah Mansion megah nan mewah. Tapi itu bukanlah tempat Zha bersama Elang dan anak buah nya melainkan Mansion khusus milik Zha yang sengaja disiapkan untuk ibu dan adik angkatnya.
Setelah memasuki pagar yang tinggi dan kekar terbuat dari besi baja itu, mobil Erwan berhenti dan Erwan segera membukakan pintu untuk Riana dan Lea. Lalu mempersilahkan mereka untuk keluar.
Mereka menuruni mobil, mengedarkan pandangannya dengan masih menyimpan sejuta pertanyaan. "Rumah yang megah ini milik siapa.? Apa kak Zha bekerja di rumah ini.?" Lea nampak melihat banyaknya penjaga yang berjaga di setiap sudut.
"Ibu juga tidak mengerti.?"
"Nyonya.. Silahkan." Erwan membukakan pintu.
Riana tidak melangkah kan kaki," Di mana anak saya .?"
" Nona Zha sedang menunggu anda di dalam." Erwan tetap mempersilahkan Riana untuk memasuki Mansion itu.
Riana mencoba untuk percaya dan meraih tangan Lea, dengan menggenggam tangan Lea , Riana melangkah mengikuti Erwan.
Baru saja sampai di ruangan pertama, mereka dikejutkan dengan suara Zha yang sudah berteriak memanggil mereka dari atas tangga.
"Bibi,.. Lea..!" mereka pun berlari menghampiri Zha mendahului Erwan .
"Zha.. ini rumah siapa.?" Riana yang penasaran langsung bertanya tanpa berbasa basi dahulu.
"Rumah kalian." sahut Zha meraih kedua tangan mereka dan membawa nya ke ruang tengah.
"Zha, aku sedang tidak ingin bercanda.!"
"Dan aku juga sedang tidak bercanda Bi,!"
Pertengkaran kecil mereka terpotong ketika Erwan sudah berada di depan mereka, dengan membungkukkan badan tanda memberi hormat Zha.
"Tugas saya sudah selesai, apa saya sudah diperbolehkan untuk pergi Nona.?"
"Terimakasih Erwan. Pergilah. Urus semua pekerjaan mu. Dan kau tidak perlu khawatir. Masalahmu sudah ku bereskan. Kau bisa kembali bekerja dengan tenang." ucap Zha.
"Terimakasih Nona, sekali lagi terimakasih. Jika Nona membutuhkan saya hubungi saja. Saya akan selalu siap." ucap Erwan kembali menunduk memberi hormat lalu melangkah pergi.
Adegan itu semakin membuat Riana bingung.
"Zha.. jelaskan semua ini.?"
"Bibi,.. Mulai detik ini, tinggal lah di sini. Semua sudah ku siap kan untuk kalian. Dan jika bibi mau, bibi bisa bekerja sebagai koki di rumah ini dengan gaji sepuluh kali lipat dari gaji mu bekerja. Jika bibi tidak mau bekerja, cukup diam saja dan nikmati semua nya, kau akan tetap di gaji." ucap Zha tersenyum dan melangkah sambil menarik tangan Lea menuju sebuah kamar.
" Zha... ! Kau mau mengeprank bibi mu ya..? Oh Zha.. jangan membuat ku mati penasaran..!!" Riana berlari kecil menyusul Zha.
Ia terpana ketika Zha membuka sebuah pintu kamar.
"Ini kamar milik mu Lea, sedang kamar ibu mu berada di ujung sana."
"Kak Zha..!" Mata manis itu seperti hampir lepas dari kelopak nya.
"Zha, berhenti lah bercanda...!!"
********
Sejak hari ini, mereka tinggal di Mansion itu sesuai dengan rencana yang sudah di susun matang oleh Zha. Lea masih bersekolah seperti biasa namun di pindah kan di sebuah sekolah elit di kota itu, dan harus dengan pengawalan ketat.
Sementara Riana yang keras kepala menerima tawaran Zha menjadi koki handal di mansion itu, meskipun hanya sekedar memasak untuk dirinya sendiri dan Lea. Karena Zha pun jarang sekali pulang ke sana. Dan sudah banyak pelayan yang di sedia kan di Mansion itu.
Zha yakin, mereka akan aman di sana,meskipun masih banyak pertanyaan dari sang bibi yang di cecar kan pada Zha, Zha berpikir pelan pelan Bibi Riana dan Lea pasti akan mengetahui dengan sendiri nya nanti, jika Zha sudah menjadi pengusaha.
Hanya saja Zha tetap akan menyembunyikan siapa dia sebenarnya dan bisnis gelap yang ia jalani.
***
Malam itu Zha menemui seseorang.
"Aku tau kau sudah berhenti dari profesi mu, tapi kali ini kau harus membantu ku." seorang pria yang sudah mengenal dekat Zha menatap gadis itu dengan tatapan berharap.
"Dia lah penyebab Paman ku hancur dan kematian saudara sepupu ku.! ." Alex melempar sebuah foto ke atas meja.
"Jangan mentang mentang aku menganggapmu teman lalu kau bisa seenak nya memerintahku ." sahut Zha dengan wajah datar nya yang tak bergeming itu.
"Aku akan memberimu apapun jika kali kau mau membantu ku."
"Benarkah..?"
"Ya.!!"
Zha menyambar foto itu dan mengamatinya.
"Namanya Hanzero, pemimpin perusahaan Samudra. Bunuh dia untuk ku.!!"
____________________________
