Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bayangan bukan musuh… jika kau berani menghadapinya. Ujian dalam "Kerajaan di Antara Awan" bukan hanya tentang kekuatan, tapi tentang mengenali sisi tergelap dalam dirimu sendiri.

Langkah Alira terasa ringan namun waspada saat ia menyusuri jembatan cahaya yang membentang menuju pulau melayang di depan. Di sekelilingnya, langit berubah perlahan dari biru pekat menjadi rona keemasan yang seolah tak berasal dari matahari mana pun.

Pulau itu akhirnya terlihat lebih jelas. Tidak ada tembok tinggi seperti benteng kerajaan pada umumnya, tetapi sebuah taman luas dengan pohon-pohon yang berwarna aneh—daunnya biru muda, batangnya putih susu, dan akar-akarnya mencuat dari tanah dan melingkar ke udara seperti menari.

Raak hinggap di batu pinggir jembatan dan berkata, “Kita telah tiba di Halaman Awal—tempat yang hanya bisa dilalui mereka yang telah melewati ujian cermin.”

Alira menatap sekeliling taman itu. Angin yang berembus tidak membawa debu atau bau tanah, melainkan aroma yang asing… seolah gabungan logam hangat dan bunga yang tak dikenal.

“Apakah ini bagian dari kerajaan?” tanyanya.

“Ini bukan bagian… ini pintu masuk sejati,” jawab Raak. “Hanya yang bisa melewati taman ini yang boleh melanjutkan perjalanan ke istana langit.”

Alira melangkah masuk. Tanah di bawah kakinya terasa kenyal, bukan rumput atau batu. Lebih mirip jalinan serat awan yang padat. Simbol-simbol kecil bersinar di ujung-ujung dedaunan saat ia menyentuhnya. Setiap kali ia melangkah, nada halus terdengar seperti suara harpa yang dimainkan dari kejauhan.

Namun, tak butuh waktu lama sebelum ia sadar ada yang aneh.

“Raak…” gumam Alira. “Tadi aku melangkah ke arah timur, tapi sekarang… pohon ini muncul lagi. Yang barusan sudah kulewati.”

Ia berputar. Di belakangnya, jembatan cahaya telah menghilang.

Taman itu berubah.

Raak terbang naik, memutari udara, lalu kembali turun cepat. “Kita berada di Taman Tanpa Waktu. Ia membaca pikiran dan mengganti arah sesuai keraguanmu. Semakin kau bimbang, semakin besar kemungkinan kau tersesat di sini… selamanya.”

Alira menggigit bibir. “Lalu bagaimana aku bisa keluar?”

“Dengan satu cara: menemukan Pohon Ingatan. Ia adalah satu-satunya yang tidak bergerak. Tapi ia tidak bisa dilihat dengan mata.”

Alira membuka bukunya. Halaman-halaman berganti dengan cepat, seolah mendeteksi perubahan tempat. Lalu di salah satu halaman, muncul peta taman—tapi bukan dalam bentuk denah, melainkan seperti benang kusut yang hanya bisa diurai jika dilihat dari sudut tertentu.

Ia memiringkan buku, dan garis-garis itu mulai membentuk pola. Sebuah lingkaran kecil di tengahnya berpijar pelan.

“Pohon itu… ada di tengah labirin,” gumamnya.

Ia mulai berjalan dengan hati-hati. Setiap belokan taman seolah menguji ingatannya—ia harus mengulang kisah masa kecilnya dalam kepala agar jalur tidak berubah. Ketika ia ragu atau kehilangan fokus, jalan di depannya berputar sendiri seperti kaleidoskop hidup.

“‘Aku lahir di Elrath. Ibuku bernama Erima. Ia meninggal saat aku berusia sembilan tahun. Aku menyukai langit sejak kecil…’”

Langkahnya semakin stabil saat ia mengucapkan fakta-fakta itu dalam hati. Taman tak lagi bergelombang. Pohon-pohon mulai merunduk seolah membukakan jalan.

Akhirnya, ia sampai di sebuah tanah terbuka.

Di tengahnya berdiri satu pohon besar. Tingginya sepuluh meter, cabangnya menjalar ke langit. Namun yang paling mencolok: daunnya berbentuk seperti halaman buku. Dan masing-masing daun memancarkan cahaya samar.

Alira mendekat.

Pohon itu bersuara. Bukan dalam kata-kata, tapi dalam perasaan—gelombang ingatan muncul di benaknya, seperti mimpi yang dilemparkan ke permukaan air.

Ia melihat ibunya. Duduk di dekat jendela rumah, menulis sesuatu di buku tua. Lalu suara ibu terdengar: “Kau akan membutuhkannya, suatu hari nanti. Bukan untuk menjadi kuat, tapi untuk tahu bahwa kau bukan sendirian.”

Alira menyentuh batang pohon itu.

Cahaya meledak perlahan dari dalam tanah, menjalar ke seluruh taman. Lalu, dari akar pohon, muncul jalur cahaya lurus yang memotong taman dan menuju ke sebuah gerbang melengkung di kejauhan. Gerbang itu dihiasi simbol mata terbuka dan awan bergulung.

Raak mendekat. “Kau menemukannya.”

“Aku tidak tahu bagaimana…”

“Karena kau mengingat. Taman ini tak bisa menahan mereka yang telah menerima masa lalunya.”

Alira menoleh sekali lagi ke Pohon Ingatan. Daun-daunnya berjatuhan perlahan, dan ketika menyentuh tanah, mereka berubah menjadi simbol yang menghilang seiring waktu.

“Apakah ini artinya… aku layak masuk ke kerajaan?” tanyanya.

Raak tidak langsung menjawab. “Layak, ya. Tapi siap… belum tentu.”

Alira menatap gerbang baru di depannya. Hatinya campur aduk. Ia telah mengalahkan bayangannya, menemukan jalan di taman yang hidup, dan menghidupkan ingatan yang nyaris terlupakan.

Tapi satu suara di dalam dirinya masih berbisik: Apa yang ada di balik pintu itu akan mengubah segalanya.

Ia menatap langit, lalu melangkah ke arah gerbang.

Petualangan sesungguhnya baru akan dimulai.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel