Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

PART 7

Makan malam bersama terselimuti keheningan, saat Kinan pulang langung mengajak makan bersama dan di satu meja itu hanya terdengar suara kunyahan serta bunyi sendok yang bekerja.

Raras sedari tadi menunduk tanpa mendongak menatap lelaki yang duduk berhadapan dengannya itu, dia terlalu takut juga tidak ingin mengecewakan mbakyu, karena Raras harus bisa melupakan kenangan manis masa lalu dan membuka lembaran baru. Itupun bukan bersama mas Birawa tentunya lelaki lain tanpa beristeri dan pejaka, intinya lebih baik dari mantan kekasihnya itu.

Birawa sesekali menatap Raras yang tampak tidak nyaman bergabung makan bersama mereka, sebenarnya apa yang kekasihnya itu pikirkan, mungkinkah takut dengan kejadian barusan sempat Birawa membentak kasar. Birawa mengakui itu adalah kesalahannya, tetapi kalau kekasihnya itu mengeyel kembali tidak ada cara lain selain bertindak tegas dengannya.

Birawa hanya terlalu kesal sekaligus marah sekali mengetahui kekasihnya bekerja sebagai sales rokok, harusnya katakan saja kepadanya kalau membutuhkan pekerjaan, bukan bekerja seperti itu yang tentunya membuat Birawa mengomeli kekasihnya. Juga masalah kedua yaitu, masalah pakaian yang pendek hanya sebatas lutut serta harus berjalan keliling menawarkan rokok kesesuatu tempat, bahkan bisa masuk kedalam dunia hiburan malam.

Birawa sangat tidak setuju, menentang keras kekasihnya bekerja seperti itu. Apalagi secara jelas tampilan fisik kekasihnya sangat menawan dan bentuk tubuh sintal padat bakalan selalu mendapat incaran dari lelaki hidung belang.

"Gimana pekerjaan baru kamu, ras?" tanya Kinan basa-basi kepada adiknya itu, karena sedari tadi suasana hening tidak ada percakapan apapun.

"Baik, mbak. Aku senang mendapatkan pekerjaan menjadi sales rokok," kata penekanan Raras di akhir kalimatnya menjelaskan dengan sejelasnya supaya Birawa mengetahui bahwa dia bahagia dan sudah nyaman dengan pekerjaan barunya itu.

Serasa kuping Birawa memanas mendengarnya, tetapi memilih diam mendengarkan pembicaraan kakak beradik tersebut.

"Baguslah, pulang bekerja jam berapa sebenarnya?"

"Tergantung, mbak. Kalau ada acara meriah sampai malam, tentu pulangnya malam, tergantung pengarahan nanti" sahut Raras menyuap makannya masuk kedalam mulut, setujurnya dia sendiri masih belum paham bagaimana bekerja menjadi sales rokok, karena berbeda dari yang lain, akan tetapi juga Raras akan berusaha senyaman mungin bekerja menjadi sales rokok karena penghasilannya lumayan.

"Oh, begitu...kalau bisa jangan sampai pulang malam, soalnya siapa yang mau kemas-kemas?. Kamu sudah bersedia mau bantu mbak selama menginap di sini, jangan ingkari janji kamu" Kinan mengingatkan Raras supaya adiknya itu tidak lupa akan janjinya, setidaknya kehadiran Raras di rumahnya lumayan menguntungkan dan sejauh ini juga adiknya tidak bertingkah genit kepada suaminya.

Birawa tersenyum tipis mendengar perkataan Kinan, menoleh menatapnya dan isterinya yang tidak pernah Birawa anggap sebagai isteri menoleh manis kearahnya.

"Sebenarnya apa tugas kamu di rumah ini?," tanya Birawa menatap tegas kearah Kinan yang mendadak terdiam, "hidup kamu itu selalu ingin nikmat dan serba praktis, adakah isteri seperti kamu yang malas berkemas, suami pulang tidak di sambut dengan baik malah asyik terfokus dengan ponsel, lalu pakaian semuanya kamu londry percuma ada mesin cuci di rumah, masak juga jarang kalau ada mertua saya baru kamu masak dan sekarang kamu manfaatkan kehadiran adik kamu menjadi pembantu di sini, di mana pikiran kamu?"

"Bukan begitu, mas. Itu kemauan Raras sendiri, aku tidak memaksa dia sama sekali, setidaknya dia harus tahu diri bahwa dia menumpang di sini. Kamu juga tahu bukan sayang, kalau aku adalah perempuan karir, aku harus bekerja keras dan terkadang sampai lupa berkemas, maka dari itu aku mengambil jalan praktis termaksud laundy, untuk apa juga laundy di adakan kalau bukan untuk membantu perempuan-perempuan karir atau single suami, pasti juga sudah kelelahan mengurus pekerjaan di luar dan harus di rumah lagi" sanggah Kinan tidak kalah panjang lebar berbicara kepada Birawa.

Birawa menatap dingin dan memang Kinan pandai sekali mengeles setiap kali Birawa menasihatinya. Isteri seperti ini kebangaan keluarganya, mereka semua katarak.

"Saya lelah berdebat dengan kamu, selalu membantah perkataan saya. Saya mempunyai banyak teman perempuan karir di kantor, tetapi mereka juga ingat dengan pekerjaan rumah, anak dan suami. Tidak seperti kamu yang berleha-leha, dan memang tidak ada yang membanggakan dari kamu." geram Birawa setelah itu memalingkan wajah merasak muak menatap Kinan.

Kinan bangkit dari duduk dan sebelum beranjak dari meja makan, sempat melirik sinis kearah Raras dan lalu Kinan memutar arah melangkah meninggalkan ruang dapur tanpa berbicara apapun lagi setelah suaminya mengatakan kekecewaannya kepadanya.

Birawa duduk bersandar menghela napas lelah, di tatapnya kekasihnya itu yang berada di hadapan juga sedang menatapnya.

"Kamu lihat sendiri bagaimana mbakyu kamu itu?, mas selalu menghadapinya setiap hari yang bertingkah seperti semaunya serta kebebasannya. Jangan salah'kan mas kalau mas sungguhan kecewa dengan tingkah laku mbakyu kamu," kata Birawa bicara kepada Raras, setidaknya Birawa sedikit senang dan terbantu adanya kehadiran Raras yang bisa mendengar curhatannya selama serumah dengan Kinan.

"Mas, cara kamu menasihati mbakyu aku itu salah. Harusnya kamu tidak perlu menceritakan masalah rumah tangga kamu di hadapan orang asing seperti aku, tentu saja mbakyu aku marah seperti tadi dan asal mas tahu saja saat dulu kami masih satu rumah. Mbakyu sangat rajin bekerja, mungkin mbakyu aku memang sungguhan lelah bekerja di kantor" Raras membela Kinan dan tidak tahu mengapa dia hanya ingin membela Kinan di hadapan Birawa yang sudah berstatus sebagai suami mbakyu-nya.

"Kamu membelanya. Begitu?" Birawa tidak senang Raras membela saudaranya yang pemalas itu, cah ayu adalah kalimat terakhir yang dulu sering Birawa katakan hanya untuk kekasihnya Raras seorang dan sampai sekarangpun Birawa akan selalu mengatakan kalimat manis tersebut, biarpun hubungan mereka tidak tampak manis seperti dahulu.

Mendengar kata terkahir dari Birawa, membuat Raras mengingat masa lalu. Sejujurnya Raras sangat merindukan kata tersebut, kata yang dapat membuatnya tersipu malu seakan Birawa mencintainya dan begitu memujanya, tetapi tentang kekecewaan itu tiba-tiba saja terlintas dan kembali tersadar, karena semua tentang masa lalu mereka harus Raras kubur dalam-dalam.

"Iya, aku percaya apa yang mbakyu aku katakan barusan, karena kami bersaudara dan aku harus membelanya mau bagaimapun mbakyu, semua mempunyai kekurangan dan kelebihan. Mas jangan hanya melihat kekurangan mbakyu aku, mas harus lebih melihat kelebihan isteri mas itu, karena kelihatannya dia setia dan mencintai mas" itu apologi dari Raras dengan berani mengatakan kalimat tersebut, melainkan Birawa sendiri menatapnya dengan tatapan menajam.

Birawa tersenyum miris, perkataan kekasihnya itu terdengar menggelitik Birawa. "Adek, apa kamu juga percaya perkataan Kinan saat 2 tahun lalu kita masih berhubungan sebagai sepasang kekasih?, kamu percaya mas sebagai lelaki buruk yang tidak pantas bersanding dengan kamu?"

Mendengar perkataan Birawa, mendadak Raras langsung tergugu sembari menelan air ludahnya dengan susah payah dan semuanya menjadi membingungkan Raras tidak tahu harus menjawab apa kepada Birawa.

Raras tahu bahwa Birawa suatu saat akan mengatakan pertanyaan tersebut, Raras juga tahu bahwa Kinan berbohong kepadanya supaya bisa merebut Birawa darinya tetapi Kinan adalah saudaranya, mbakyu-nya sendiri dan kali ini Kinan bersalah dan tidak bisa Raras membela.

"Kamu selalu percaya dengannya tetapi kamu tidak pernah percaya dengan mas!, itulah kebodohan kamu yang gampang terpengaruh saat kamu belum bertanya dengan yang bersangkutan dan langsung memutuskan hubungan bahkan saat itu kamu sendiri menatap mas saja tidak ingin, kamu seharusnya sudah bisa menyimpulkan sendiri bagaimana kelakuan mbakyu kamu sebelum kamu membelanya lain kali,"

"Sejujurnya juga, kamu tidak berhak kecewa dengan mas melainkan mas yang kecewa dengan kamu, tetapi karena masih sayang. Mas tidak berhak kecewa apalagi membenci kamu, semakin mas membenci kamu, semakin mas mencintai kamu atas kebodohan kamu yang merubah kita menjadi seperti ini. Lain kali pikirkan kembali sebelum kecewa dengan mas dan percaya dengan mas bahwa selalu mencintai kamu." sambung kata Birawa dengan menumpahkan perasaan kecewanya dan akan tetapi tampak tenang dengan jiwa yang menggeram di dalam.

"Mas harap cukup satu orang yang bodoh di sini, jangan kamu mengikuti jejaknya." tegas Birawa setelah itu melangkah meninggalkan ruang makan meninggalkan Raras memejamkan mata sembari meyentuh dadanya sendiri.

Raras tidak percaya kegilaan apa yang mas Birawa katakan bahwa masih mencintainya, itu tidak benar dan tidak boleh terjadi karena mas Birawa sudah menikahi mbakyu-nya sendiri.

Birawa sendiri berada di belakang halaman, berdiri diam melihat jemari kirinya yang bahkan sampai sekarang Birawa tidak ingin mengenakan cincin pernikahannya bersama Kinan. Birawa hanya ingin mengenakan cincin saat pernikahannya bersama kekasihnya seorang, suatu saat jemari manisnya akan memakai cincin yang sama juga di jemari Raras.

"Bahkan sampai sekarang mas masih berharap kamu yang menjadi isteri mas, cah ayu." gumam lirih Birawa menyesap batang rokoknya dengan tangan mengepal sehingga urat di lengan kokohnya bermunculan.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel