

4. Kakak Ipar
"Maafkan suamimu yang tampan ini, Kiana. Padahal aku yang bersikukuh untuk melakukan mal4m pertama kita, tapi ternyata malah aku yang belum bisa mewujudkannya. Aku akan minta maaf sampai seribu kali, supaya kamu mau memaafkan aku, Istriku."
Cupp.
Usia berkata demikian, Lucas kembali mengecup kening sang istri yang sangat dicintainya itu. Pria itu terlihat sangat merasa bersalah dengan kewajiban yang sudah ia lewatkan bersama dengan Kiana. Padahal sejak kemarin justru dirinya-lah yang teramat menginginkan malam ini. Namun, pekerjaan dan rasa kemanusiaan mengalahkan ego dan nafsu dalam jiwa Lucas.
Kewajibannya untuk menolong seorang pasien gawat darurat, jauh lebih penting baginya daripada hanya sekedar bercinta dengan sang istri. Toh mereka bisa melakukannya lain waktu. Akan tetapi, keselamatan dan nyawa pasien itu tentu tak bisa diabaikan begitu saja oleh Lucas, Sang Dokter Berhati Mulia.
Namun, berbeda dengan Lucas yang terus meminta maaf karena merasa bersalah terhadap Kiana, gadis itu justru terdiam tanpa bisa mengucap sepatah kata pun. Tubuhnya bagai membeku, serta detakan jantungnya serasa berhenti berdetak saat itu juga. Tubuh Kiana benar-benar kaku, dan tatapannya perlahan mulai pudar. Raut keterkejutan terlihat jelas di wajah cantiknya itu. Ingatannya mulai berputar ke belakang, di saat ia dan suaminya itu dengan p4nasnya melalui mal4m pertama mereka. Lalu, kenapa sekarang Lucas bilang kalau dia belum bisa memberikan mal4m pertama untuk Kiana?
Kiana diam seribu bahasa, tanpa menjawab pertanyaan suaminya itu barang satu kata pun. Dengan tatapan nanar, ia kembali menilik penampilan suaminya yang masih basah kuyup karena guyuran derasnya hujan di luar sana.
Lucas tidak berbohong!
Dia memang baru saja datang dari luar sana, dan selama ini Kiana tahu bahwa suaminya itu memang tak pernah berbohong.
"Kalau Lucas baru saja pulang saat ini, lalu siapa yang sudah menghabiskan malam pertama denganku tadi?" Kiana bertanya di dalam hatinya.
Tiba-tiba kaki Kiana terasa gemetar. Lidahnya kelu, dan refleks ia menggigit bibir bawahnya yang bergetar, untuk menahan buliran kristal yang sudah terbendung di pelupuk matanya yang mulai memanas. Namun, tampaknya Lucas sama sekali tak menyadari reaksi aneh yang ditunjukkan oleh sang istri, karena ia tetap merengkuh tubuh Kiana dan mendekapnya dengan sangat erat, sebagai bentuk permintaan maafnya.
Dug, dug, dug.
Suara langkah kaki terdengar mendekat, tetapi Kiana merasa enggan untuk melihat siapakah yang datang. Saat ini ia lebih memilih untuk berkecamuk dengan pikirannya sendiri, dan tentang pria yang sempat ia pikir sebagai suaminya. Terlebih karena pria itu sudah mengambil kesuciannya, dan Kiana tak bisa membayangkan bagaimana reaksi Lucas saat tahu bahwa sang istri sudah tak suci lagi.
"Lucas," suara bariton seorang pria sukses membuat Lucas melonggarkan pelukannya di tubuh Kiana.
Sedangkan Kiana, ia sedikit terperangah ketika mendengar suara yang nyaris mirip dengan suara suaminya. Rasanya ia pernah mendengar suara itu, tetapi bukan suara Lucas. Lalu dimana Kiana pernah mendengar suara pria asing tersebut?
Kiana merasakan bahwa pelukan Lucas mulai mengendur. Suaminya itu kemudian berjalan menuju ke belakang tubuhnya, dimana sumber suara pria itu berasal. Saat Lucas melintas melaluinya, Kiana bisa melihat raut kebahagiaan di wajah suaminya itu, dan ia yakin bahwa semuanya karena suara pria asing tersebut.
"Hay, Leon. Kapan kau kemari?" tanya Lucas pada seseorang bernama Leon di belakang sana.
"Aku baru tiba di sini malam tadi. Rencananya aku ingin mengucapkan selamat untuk pernikahanmu, tapi mama bilang kalau kau sedang pergi karena ada pasien gawat darurat," sahut Leon dengan suara yang terdengar agak lebih berat daripada Lucas.
"Ah ya, itu benar. Aku bahkan harus melewatkan momen istimewaku karena hal itu." Lucas terkekeh seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal sama sekali.
Kedua pria itu terdengar saling bercanda dan tertawa bersama. Sedangkan Kiana hanya bisa mendengarkan percakapan keduanya, tanpa berniat untuk menoleh sedikit pun. Kepalanya terlalu pusing untuk memikirkan semua kejadian buruk yang baru saja menimpanya. Ia bahkan sudah menangis saat itu, karena menyesali kesalahan yang sudah dilakukannya secara tak sengaja. Ingin rasanya Kiana menyayat kulitnya sendiri, supaya bekas percintaannya dengan orang tak dikenalnya itu bisa hilang. Namun, apa dayanya, karena hal itu sama sekali tak berguna.
"Kiana."
Wanita itu tersentak kaget, saat mendengar suara merdu sang suami yang tengah memanggil namanya. Ia pun buru-buru menyeka air matanya, dan berusaha menetralkan sikap senormal mungkin, supaya Lucas tak menaruh curiga terhadapnya.
"Ya," jawab Kiana sembari mengerjapkan kedua matanya.
"Kemarilah, Sayang. Ada seseorang yang ingin berkenalan denganmu," perintah Lucas.
"Baiklah."
Setelah memastikan bahwa tak ada lagi sisa air mata di kedua pipi dan pelupuk matanya, Kiana pun segera berbalik badan dan berjalan menghampiri sang suami. Namun, tiba-tiba saja kedua matanya terbelalak lebar, dengan kedua bibir yang setengah terbuka. Saat itu juga Kiana merasa bahwa dunianya seakan runtuh, dan jantungnya juga nyaris melompat dari tubuhnya.
Bagaimana tidak?
Saat ini Kiana melihat bahwa ada dua orang pria berwajah sama di hadapannya. Di satu sisi, ia melihat Lucas yang sedang tersenyum ke arahnya dengan pakaiannya yang masih basah kuyup. Sedangkan di sisi lain, ia melihat seorang pria yang wajahnya sangat mirip dengan Lucas. Pria itu tampak menatap dingin pada Kiana, tetapi ia terlihat sangat tampan dan memukau dengan kemeja berwarna hitam yang menutupi tubuh atletisnya.
"Di … Dia?" ucapan Kiana tercekat, saat ia mulai mengingat siapa sosok pria yang kini sedang berada di hadapannya.
Dengan senyum merekah di wajahnya, Lucas berjalan menghampiri sang istri, kemudian menuntun tangannya untuk berjalan menghampiri pria yang sedari tadi tak bisa melepaskan tatapannya pada wajah cantik Kiana.
"Kiana, kenalkan. Dia Leon," ujar Lucas dengan bangganya.
Kiana terperanjat, lalu mendongak menatap sang suami yang nampak tersenyum penuh kebahagiaan.
"Leon? Ta ... Tapi siapa dia?" Kiana bertanya ingin tahu, karena rasa penasaran di hatinya memang sangatlah besar.
Siapa pria yang begitu mirip dengan suaminya itu?
"Dia Leon Bagaskara, saudara kembarku," jawab Lucas dengan bangganya.
Lagi-lagi kedua mata Kiana membelalak dibuatnya. Tatapannya beralih pada pria bernama Leon, yang selalu saja menatap Kiana dengan sorot mata tajamnya yang sangat menakutkan itu. Merasa bahwa Leon sedang memperhatikannya, Kiana buru-buru merapatkan tubuhnya pada tubuh Lucas. Sungguh ia merasa tak nyaman dengan posisinya saat ini.
"Saudara kembar kamu? Tapi bagaimana mungkin? Selama ini aku bahkan nggak tahu kalau kamu punya saudara kembar." Kiana mendekatkan bibirnya ke telinga Lucas dan bertanya dengan setengah berbisik.
Lucas tertawa kecil mendengar pertanyaan dari istrinya tersebut. Sebenarnya ada rasa bersalah dalam hatinya, karena membiarkan Kiana untuk tak mengetahui hal itu sebelumnya. Namun, kini Lucas akan menceritakan semuanya kepada sang istri, supaya Kiana tak lagi merasa asing dengan saudara kembar suaminya yang bernama Leon tersebut.
"Jadi begini, Sayang. Leon ini adalah saudara kembar aku yang tinggal di luar negeri. Tapi begitu mendengar kabar tentang pernikahan kita, Leon memutuskan untuk pulang. Dia baru tiba di sini malam tadi, saat aku sedang pergi ke rumah sakit. Karena itulah kami baru sempat bertemu." Lucas menatap Leon dengan tatapan teduh penuh rasa persaudaraan.
"Sebenarnya aku ingin mengenalkan kalian secara langsung, tapi aku selalu lupa untuk menceritakan tentang Leon sama kamu. Sekali lagi, maafkan suamimu yang ceroboh ini ya, Sayang," sesal Lucas dengan nada penuh rayuan, berharap supaya sang istri mau memaafkannya.
Tubuh Kiana terasa lemas mendengarnya. Sekujur tubuhnya gemetaran, dengan kedua kaki yang serasa tak mampu lagi menopang tubuh rampingnya itu. Kepalanya terasa amat pusing, serta tatapannya perlahan mulai berkunang-kunang. Sebab ia baru menyadari, kalau pria yg telah melakukan hubungan intim dengannya tadi malam adalah Leon, dan bukanlah Lucas, suaminya.
“Apa?” lirih Kiana, shock.
